Bab 8
Berita kedekatan Iluv dan Vedo menyebar cepat dari mulut ke mulut. Yang namanya ‘biang gosip’ pasti cepat bereaksi terhadap gosip hangat. Apalagi kalau gosip tersebut menyangkut tentang idola sekolah seperti Orlando Vedora. Yang tidak menyaksikan langsung adegan Vedo asik ngobrol di kantin dengan Iluv pasti tidak percaya mendengar kabar tersebut. Dan bagi yang menyaksikan live, berusaha mati-matian untuk meyakinkan orang-orang yang tidak percaya.
Iluv menjadi seleb dadakan. Setelah insiden foto dirinya dengan Gilbert terpampang jelas di surat kabar, gosip kedekatannya dengan Vedo menambah popularitasnya. Semua penghuni SMA Ganesha yang tidak mengenalnya jadi bertanya-tanya. Banyak tangan yang menunjuknya ketika dia sedang berjalan. Iluv menikmati perubahan statusnya dari sosok yang tidak dikenal, menjadi ‘cewek yang pernah makan di kantin dengan Vedo’.
Banyak cewek yang membelalakan mata tidak percaya saat tau sosok Iluv. Banyak juga yang mengumpat Vedo buta, goblok, tolol, selera rendah, dan berbagai hinaan lain yang sebenarnya menghina Iluv. Awalnya Iluv biasa-biasa saja, apalagi setelah Ranti dan Yayan mengatakan kalau cewek-cewek itu hanya iri padanya. Namun, lama-kelamaan terror melandanya. Dari mulai hal ringan sekedar mendapat pelototan sinis, sampai hadiah bangkai kodok di mejanya.
“Tuh yang pantes buat lo!” ucap Jessi. “Vedo tuh cuma khilaf waktu itu. Buktinya, sekarang dia nggak pernah deketin elo lagi kan?” sambungnya dingin seraya berlalu dari kelas Iluv, diikuti Agne dan Friska.
Iluv nyaris menangis. Ranti memeluk Iluv sementara Yayan membuang bangkai kodok itu ke tempat sampah. Iluv memang fobia kodok sejak praktek membelek kodok di kelas 3 SMP. Waktu itu saking takutnya dia sampai pingsan.
“Udah dong, Luv. Jessi tuh cuma iri sama kamu. Dia yang deketin Vedo dari kelas 1 nggak pernah direspon, sedangkan kamu malah pernah jalan berdua sama Vedo,” hibur Ranti.
“Aku mau bales dendam sama tuh cewek! Nenek sihir! Ratu Buaya kejam!” teriak Iluv.
Made mendeketi Iluv. “Mau aku bantu nggak? Aku juga udah eneg sama tuh cewek.”
Dalam keadaan normal, Iluv pasti akan langsung menolak mentah-mentah tawaran Made itu. Selama otaknya masih bisa berfikir normal, dia tidak akan sudi menerima bantuan dalam bentuk apapun dari sosok Made. Namun, kalau sudah menyangkut Jessi, otak Iluv memang kadang tidak berfikir normal. Memang hanya Made yang bisa diandalkan untuk urusan balas dendam dalam hal jahil-menjahili. Tanpa berfikir, Iluv mengangguk semangat, menyetujui tawaran Made.
Made menepuk bahu Iluv. “Liat aja besok. Apa si Ratu Buaya itu masih bisa tersenyum sinis?” ucapnya.
“Jangan pegang-pegang!” Iluv menepis tangan Made yang bersarang di bahunya. Dia hanya mau bekerja sama untuk menghajar Jessi. Dalam kehidupan normal, Made tetap musuhnya.
“Dasar bayi aneh!” ledek Made seraya berjalan keluar kelas.
“Luv, kamu serius mau kerja sama dengan dia? Kamu kenal Made kan? Kejahilan dia tuh nggak ada yang normal,” ucap Yayan mengingatkan Iluv.
“Aku nggak peduli! Pokoknya aku mau balas dendam sama Jessi!” bentak Iluv membuat Yayan terdiam.
Ranti menatap Yayan pasrah.
^^.
Jessi menatap beberapa teman sekelasnya yang berdiri di depan kelas dengan bingung. Namun, anak-anak itu pura-pura tidak melihat Jessi. Beberapa anak yang berada di dalam kelas, menatapnya sambil menahan tawa.
“Kenapa sih lo semua?” bentaknya. Matanya makin heran saat melihat pintu kelas yang tertutup. “Nggak lucu!” ucapnya tajam seraya membuka pintu kelas dan…
BYURR!
Cairan berwarna merah lengkap dengan embernya jatuh di kepala Jessi. Kemeja putih gadis itu langsung berubah warna menjadi merah.
“KERJAAN SIAPA INI?” amuk Jessi murka seraya melangkah masuk.
Kejutan lain menantinya. Kakinya tidak sengaja menginjak kelereng yang dihamburkan di depan pintu hingga dia jatuh. Tangannya menyentuh benda yang lembek, dingin, dan bau. Jessi menoleh.
“AAAARRRRGGGHHH!” teriaknya saat melihat tangannya ternyata memegang bangkai tikus. Dia berdiri sambil mengelus pantatnya yang sakit. “TUNGGU LO SEMUA!” ancamnya. Lalu dia berlari kecil menuju toilet.
Derai tawa memanuhi kelas XII IPA 3. Tawa itu sempat terhenti saat Vedo melangkah masuk. Matanya menyipit melihat keadaan kelasnya yang kacau. Cairan merah menggenangi lantai dengan kelereng dan bangkai tikus sebagai pelengkap.
“Ada yang ultah?” tanyanya cuek seraya berjalan pelan menuju bangkunya. Kemudian dia berjalan keluar, tidak peduli dengan tatapan kagum cewek-cewek kelasnya.
Setelah bayangan Vedo menghilang, tawa pun kembali pecah. Mereka semua sudah muak dengan tingkah Jessi yang sok berkuasa. Makanya, saat ada adik kelas yang minta ijin memasang jebakan itu untuk Jessi, mereka menyetujuinya. Bahkan ikut membantu. Walaupun sudah basi, kalau terjadi di depan mata, apalagi yang kena adalah orang sejenis Jessi, itu tetap menjadi hiburan yang mengasyikan.
Jessi kembali masuk ke kelas setelah bel masuk berbunyi. Dia menatap satu-persatu teman sekelasnya dengan sorot dingin. Rambutnya masih basah. Dia sudah mengganti kemeja putihnya dengan kaos olahraga milik Agne. Rok abu-abunya yang super mini juga sudah diganti dengan training olahraga.
Sisa-sisa ‘pelajaran’ untuk Jessi tadi sudah dibersihkan. Hanya bangkai tikus yang belum masuk tong sampah melainkan…
“AAAAARRRGGGHHH!” Jessi kembali berteriak saat membuka tasnya. Bangkai tikus sudah bersarang di sana. “NGGAK LUCU!” bentaknya, benar-benar marah. “LO SEMUA BAKAL DAPET BALESAN DARI GUE!” Jessi mengeluarkan bangkai itu dari tasnya dengan jijik dan melemparnya keluar kelas.
“Astaghfirullah…” terdengar suara lembut Bu Anisa, guru Pendidikan Agama Islam. Mata beliau menatap bangkai tikus yang mendarat tepat di depan kakinya, lalu menatap anak didiknya satu-persatu. “Siapa yang lempar?” tanyanya, tetap lembut namun tegas.
Takut-takut, Jessi mengangkat tangannya. Hanya Bu Anisa yang disegani oleh Jessi. Mungkin karena hanya beliau yang bersikap lembut namun tegas sehingga tidak satu murid pun yang berani bersikap kurang ajar. Termasuk Jessi.
“Bisa dibuang ke tempat sampah?” pinta Bu Anisa pada Jessi.
Jessi mengangguk malu. Dengan jijik dia membuang bangkai tikus itu ke tempat pembuangan akhir sampah yang berada tidak jauh dari kelasnya. Lalu dia kembali ke kelas.
“Jessica,” tegur Bu Anisa, membuat langkah Jessi menuju bangkunya terhenti. “Seragam kamu?”
“Basah, Bu.”
Bu Anisa tersenyum lembut. “Silakan duduk,” ucapnya.
Jessi menurut. Pelajaran pun dimulai.
^^.
Iluv tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang ponsel Made. Dia cukup puas dengan pembalasan yang dilakukan Made. Cowok itu sampai merekam kejadiannya, khusus untuk ditunjukan pada Iluv dan teman-temannya yang tidak sempat melihat.
“Keren!” puji Iluv. “Minta ah… buat hiburan,” ucapnya sambil mengaktifkan Bluetooth ponselnya untuk mengirim video tersebut.
“Kalo Made yang beraksi, pelanggan pasti puas,” ucap Made bangga.
Yayan hanya geleng-geleng kepala. Jam petama dan kedua di kelas X.4 adalah Biologi. Namun, tadi guru piket mengatakan kalau guru Biologi mereka berhalangan hadir hingga jam Biologi belubah menjadi jam kosong.
“Kalo di upload di internet seru juga nih!” ujar Fatur, si maniak internet. Hobinya adalah menjelajahi dunia maya, download semua hal yang ditemui, sampai meng-upload video-video tidak penting. Untunglah dia bukan maniak blue film. Dia malah bergabung dengan Gerakan Pelajar Anti Pornografi & Pornoaksi.
“Bener kan dugaan gue!”
Seluruh penghuni kelas X.4 menatap pintu. Jessi dengan wajah monster berjalan cepat mendekati Iluv. Dia merampas ponsel gadis itu dan melemparnya ke dinding hingga hancur.
“Lo pikir bisa ngalahin gue?” bentaknya seraya mendorong bahu Iluv cukup keras. “Lo pikir karena lo anak dari Angel Ferice dan keponakan tersayang dari Gerald Evlyn, gue takut sama lo? Lo kira dengan berhasil jalan sekali sama Vedo, lo ngerasa menang? LO SALAH BESAR!”
Iluv, yang seumur-umur tidak pernah dibentak, menatap Jessi dengan tatapan nyaris menangis. Dari kecil dia memang tidak bisa dibentak dan akan langsung menangis jika ada yang membentaknya. Bukan karena takut pada orang tersebut. Mungkin karena ‘urat kagetnya’ bekerja lebih sensitif, jadi langsung bereaksi begitu mendengar bentakan.
“Kenapa? Princess mau nangis? Ngelapor sama Mama?”
Yayan mendorong tubuh Jessi menjauh hingga gadis itu menabrak meja di belakangnya.
“Jangan macem-macem sama Iluv!” ucapnya tajam. “Aku nggak pernah takut sama cewek kayak kamu!”
Jessi meringis. Baru akan membalas perbuatan Yayan, Made menahan gadis itu dan mengoleskan penghapus whiteboard ke wajahnya hingga menjadi hitam. Jessi berteriak histeris. Dia ganti mengincar Made. Saat akan melangkah, Didon menjulurkan kakinya untuk menjegal Jessi hingga gadis itu jatuh terjerembab.
Seluruh penghuni X.4 tertawa heboh melihat keadaan Jessi. Belum sempat bangun, seember air dari Made tumpah di kepalanya, membuat keadaannya makin kacau.
“BRENGSEK LO SEMUA!” teriaknya murka.
“Siapa suruh kamu dateng ke sini? Lupa kalo di sini nggak ada yang suka sama kamu? Kami semua pasti dengan senang hati kompak ngerjain kamu,” ucap Made dengan senyum jahilnya.
Jessi berusaha berdiri. Saat dia sudah berhasil, Made menutup wajah gadis itu dengan ember hitam yang masih dipegangnya, yang tadi dipakainya untuk menyiram Jessi. Dengan murka, Jessi melepas ember itu dari kepalanya dan melemparnya pada Made. Sayang meleset. Made tersenyum meledek. Masih dengan penampilan yang amat kacau, Jessi berjalan cepat keluar kelas itu.
“Penjajah sudah kembali ke habitatnya. Kita merdeka!” sorak Made yang disambut tepukan hangat oleh teman-temannya. “Terima kasih… terima kasih…” ucapnya sambil membungkuk hormat. Saat matanya bertemu dengan mata Iluv, dia melemparkan senyum kecil.
Iluv balas tersenyum dengan tulus. Kali ini Made benar-benar jadi penyelamatnya. “Makasih…” ucapnya.
Made mengacak rambut Iluv. “Itulah kegunaan teman,” ucapnya.
Iluv menepis tangan Made, membuat cowok Bali itu kaget. Lalu Iluv nyengir lebar. “Kita tetep musuhan aja deh. Nggak seru kalo baikan,” ucapnya.
Tawa Made pun meledak makin heboh.
^^.
Ranti hanya geleng-geleng kepala mendengar Iluv cerita, dibantu Yayan. Mereka sudah berkumpul di rumah Iluv.
“Coba kamu liat muka dia tadi! Kayak mau nelen Made hidup-hidup!” ucap Iluv semangat.
Mereka bertiga tertawa. Namun, tawa mereka terhenti saat pintu kamar Iluv terbuka. Mama masuk. Tidak ada senyum kocak seperti biasa. Wajahnya tampak serius.
“Ranti, Yayan, Bunda bukannya mau mengusir kalian. Tapi, Bunda harap kalian pulang sekarang. Bunda ada keperluan sama Princess.”
Ranti dan Yayan menatap Iluv dengan bingung. Iluv menatap mamanya. Cara Mama bicara juga tampak beda. Terdengar serius. Tidak centil seperti biasa. Tanpa bertanya, Ranti dan Yayan pamit pulang pada Iluv dan mamanya. Setelah bayangan Ranti dan Yayan menghilang, Mama menutup pintu kamar Iluv. Matanya menatap sang putri tunggal dengan sedikit marah.
“Apa yang kamu lakukan di sekolah hari ini?”
“Nggak ada,” jawab Iluv cepat. Feeling-nya langsung jelek. Pasti mamanya sudah tau kejadian di sekolah tadi. Dan darimana lagi beliau tau kalau bukan dari si Jessi itu?
“Tadi orangtua Jessi nelpon Mama.”
Tuh kan? Tebakan dan analisis Iluv memang jarang meleset. Tidak sia-sia dia menjadi fans setia Detective Conan. Terutama Shinichi Kudo. Sebenarnya Iluv lebih suka dengan Kogoro Mouri. Dia benar-benar kagum dengan sosok itu. sambil tidur bisa memecahkan masalah. Hebat kan?
“Mereka bilang kalo hari ini Jessi pulang dengan keadaan kacau karena dikerjain oleh teman-teman sekelas kamu atas perintah kamu.”
“Bohong!” ucap Iluv langsung.
“Ada berapa orang yang bernama Princess Luvita di kelas X.4 SMA Ganesha?”
“Mereka bilang nggak kalo Jessi ngancurin handphone aku?”
Mama tampak kaget. “Serius?”
“Dia emang dikerjain temen-temen aku. Tapi bukan atas perintah aku. Dia tuh emang kejam. Nggak ada yang suka sama dia selain dua bebek setianya, si Agne sama Friska. Kemaren dia taruh bangkai kodok di meja aku. Hari ini Made yang bales. Emang aku yang minta Made ngerjain dia, tapi itu karena dia duluan yang ngajak perang dan aku nggak mau terus-terusan diinjek dia. Trus dia dateng ke kelas aku pas jam kosong. Aku lagi main handphone langsung dirampas trus dilempar ke dinding sampe handphone aku hancur. Dia bentak-bentak aku, trus didorong Yayan. Pas dia mau hajar Yayan, Made duluan yang ngerjain dia lagi, dibantu Didon,” jelas Iluv panjang lebar.
“Bener kayak gitu?” selidik Mama.
Iluv mengangguk. “Aku sama Jessi tuh emang musuhan. Makanya aku nggak mau waktu Mama nyuruh aku latihan sama dia. Tapi, Mama, Mbak Laura, sampe Om Gerald sepakat nyuruh dia ngelatih aku. Liat hasilnya!” Iluv menunjukan siku dan lututnya yang lecet.
Mama mengelus rambut Iluv. “Maafin Mama, ya. Mama udah marah-marah sama kamu.”
“Iya, aku maafin. Handphone aku gimana?”
“Kita suruh dia yang ganti. Nanti Mama mau ke Evlyn Agency. Mau ngobrol sebentar sama Gerald sebelum dia pulang ke Jakarta. Sekalian aja Mama nemuin Jessi. Kamu mau ikut?”
Iluv menggeleng.
“Ya udah,” Mama mengecup kening Iluv sekilas, lalu berjalan keluar kamar.
Iluv menghela nafas lega. Dia benar-benar lega sudah mengeluarkan uneg-unegnya tentang Jessi sehingga mata mamanya terbuka lebar. Om Gerald tidak mungkin masih akan mengorbitkan Jessi menjadi bintang setelah perlakuan gadis itu. Iluv benar-benar senang memikirkannya. Akhirnya, hari kehancuran Jessi datang juga.
^^.
Jessi menunduk takut di hadapan mama Iluv dan Om Gerald. Kakinya seakan mati rasa. Dia benar-benar tidak berani menatap dua orang di hadapannya. Laura juga ikut berkumpul di sana. Namun, dia hanya berdiri di sudut ruangan.
“Saya kecewa denganmu, Jessica Alverita. Saya kira kamu bersedia mengajari Iluv, keponakan saya, untuk melatih diri menjadi pengajar di sini. Ternyata, itu kamu jadikan ajang untuk menyiksanya.”
Jessi terdiam. Dia tidak berani menatap Om Gerald.
“Saya sudah melihat rekaman di ruang koreografi selama kamu mengajar Iluv. Kelihatan sekali kalo kamu nggak menyukainya.”
“Maaf…”
“Saya tidak akan mengeluarkan kamu hanya karena hal ini. Hanya saja, saya akan menarik semua rencana saya untuk mengorbitkan kamu. Pribadi angkuh seperti kamu tidak pantas jadi bintang. Kamu di sini hanya sebagai model biasa. Bukan bagian inti dari agency ini. Saya nggak akan mengajak kamu untuk show-show, baik yang sederhana maupun yang mewah. Kamu hanya, yah bisa dikatakan, pelengkap di sini. Bukan untuk menjadi model.”
“Maafkan saya, Om. Saya benar-benar menyesal…”
“Hei, girl! Tangan anak saya lecet semua karena ulah kamu. Kamu sudah menyiksa dia selama seminggu penuh. Dan saya malah memihak kamu, tidak mendengar apapun keluhan Princess. Saya yang menyesal mengijinkan kamu menjadi pengajarnya.”
Jessi menatap Laura, meminta bantuan. Tapi Laura membuang muka. Dia sangat kecewa dengan Jessi. Dari semua model yang bergabung di agency ini, hanya Jessi yang tampak benar-benar serius dengan bidang ini. Makanya, saat mama Iluv meminta bantuan untuk mengajarkan Iluv, tanpa ragu dia menawarkan Jessi yang memang berbakat dan menguasai bidangnya.
“Saya punya pilihan lain untuk kamu,” ucap Om Gerald. Jessi menatapnya, berharap ada keringanan hukuman. “Silakan mengundurkan diri dari sini.”
Ucapan itu bagai palu yang menghancurkan hati Jessi. Dia nyaris menangis, namun ditahannya.
“Kamu punya bakat. Nggak sulit mencari agency lain untuk tempat kamu bernaung dan kamu akan berhasil meraih cita-cita kamu menjadi bintang.”
“Tapi, Om. Saya sudah bergantung dengan agency ini. Mohon kasih saya kesempatan.”
Om Gerald menatap Mama yang langsung membuang muka. Lalu dia menatap Laura. Laura mengangkat bahu, menyerahkan semuanya pada Om Gerald.
“Baik. Satu kesempatan lagi. Satu lagi kesalahan kamu buat, saya akan mengeluarkan kamu dengan tidak hormat.”
Wajah Jessi langsung berbinar bahagia.
“Dan kamu harus minta maaf dengan Iluv dan teman-temannya.”
Ucapan Mama itu membuat binar bahagia menghilang dari wajah Jessi.
^^.
Iluv, Ranti, dan Yayan melintasi halaman sekolah sambil tertawa senang. Semalan Jessi menelpon mereka bertiga untuk minta maaf. Antara percaya dan tidak, mereka menerima permintaan maaf itu. Bukan hanya pada mereka bertiga, Jessi juga minta maaf dengan seluruh orang yang pernah jadi korbannya.
Langkah mereka terhenti saat Vedo berdiri tepat di hadapan mereka. Ranti dan Yayan langsung pura-pura mau ke perpustakaan. Tinggal Iluv dan Vedo di sana. Vedo tersenyum hangat pada Iluv.
“Ada apa, Kak?”
“Ngucapin selamat,” jawab Vedo ringan.
“Selamat? Untuk?”
“Karena kamu berhasil mengalahkan Jessi. Aku nggak perduli gimana caranya. Yang penting kamu udah berhasil.”
Walaupun bingung apa maksud Vedo, Iluv tetap tersenyum senang.
“Gimana kalo malam ini kira rayain?”
“Rayain?”
“Aku jemput jam tujuh malam nanti ya. Kita…” Vedo mendekatkan bibirnya di telinga Iluv. “Dinner,” bisiknya.
Iluv merasa sekujur tubuhnya merinding. Nafas Vedo terasa di telinganya membuat bulu kuduknya berdiri.
“Mau?”
Iluv mengangguk semangat. “Mau!”
^^.
Jam tujuh kurang lima, Iluv sudah siap. Dia memakai gaun pink cerah hasil rancangan Givan Anwar yang dipakainya show waktu itu. Hadiah langsung dari Om Gerald. Rambut ikalnya digerai bebas dan diberi jepit bunga dibagian kiri. High heels warna senada dengan tinggi sebelas senti menghiasi kakinya. Make up yang dipakaikan sang mama tidak terlalu menor, tidak juga tipis. Cocok untuk suasana semi formal. Yang pasti, masih pantas dipakai anak berusia lima belas tahun.
Jam tujuh tepat, bel berbunyi. Iluv membuka pintu. Vedo berdiri dihadapannya denga kemeja coklat, jins biru, dan sepatu sport. Dia sempat terkesima melihat penampilan Iluv.
“Waw…” komentarnya singkat. “Aku nggak bisa bawa kamu ke warung tenda dengan penampilan kayak gini.”
“Hah?” Iluv melongo. “Aku berlebihan ya? Kalo gitu aku ganti kaos aja ya…” Iluv bersiap ke kamarnya.
Namun, tangan Vedo bergerak lebih cepat menahan tangannya. “Becanda kok, Princess.”
Baru kali ini Iluv tidak keberatan dipanggil ‘Princess’. Khusus untuk Vedo, dia mau dipanggil apapun.
“Jadi?” tanya Iluv dengan pipi bersemu.
“Aku pamit sama orangtua kamu dulu sebelum berangkat.”
“Nggak perlu,” Mama berjalan menghampiri mereka. “Titip Princess ya. Jangan kelewat malam.”
Vedo menganguk hormat. “Permisi, Tante…”
“Take care,” pesan Mama.
Vedo menggandeng Iluv perlahan menuju mobilnya.
^^.
Vedo mengajak Iluv makan di sebuah restoran hotel berbintang. Suasananya memang sangat formal, cocok untuk sepasang kekasih. Mereka ngobrol, makan, saling bercanda dengan lepas. Kegugupan Iluv pada Vedo berangsur-angsur menghilang. Dia bisa lebih relaks menghadapi tatapan, senyum, dan perbuatan Vedo. Tanpa terasa, satu jam sudah berlalu.
“Ng… kayaknya sekarang waktu yang pas deh…” ucap Vedo.
Iluv, yang selain komik juga mengoleksi teenlit, bisa menebak arah pembicaraan Vedo selanjutnya.
“Aku nggak mau buang waktu lagi. Kayaknya udah semakin malem.”
Iluv tersenyum kecil. Dia membagi fikirannya antara mendengar ucapan Vedo, setengahnya lagi bermain dengan khayalannya. Dia sudah membayangkan kata-kata yang akan diucapkan Vedo. Vedo memegang tangannya lembut, mengelus pipinya, tersenyum manis, lalu berkata bahwa dia mencintai…
Wait!
Iluv menghentikan khayalannya. Sekarang dia fokus ke Vedo. Dia tadi mendengar nama lain yang disebut oleh Vedo. Dia yang salah dengar karena terlalu asik bermain dengan khayalannya atau memang itu yang diucapkan Vedo? Untuk memastikannya, Iluv memilih bertanya.
“Sori. Kak Vedo tadi bilang kalo Kakak mencintai…”
“Ranti.”
GUBRAK! PRANG! BRAK! BRUK! TUING!
Jantung Iluv berdetak tidak jelas. Hatinya hancur berantakan, tidak tau mana lagi bentuk aslinya. Dia amat berharap telinganya salah dengar. Bagaimana mungkin Vedo jatuh cinta dengan Ranti, padahal selama ini cowok itu gencar mendekatinya.
“Ranti?” ulang Iluv tidak percaya.
No comments:
Post a Comment