Tuesday, March 22, 2011

puisi - jikustik

aku yang pernah engkau kuatkan
aku yang pernah kau bangkitkan
aku yang pernah kau beri rasa

saat kuterjaga
hingga kuterlelap nanti
selama itu aku akan selalu mengingatmu

kapan lagi kutulis untukmu
tulisan-tulisan indahku yang dulu
pernah warnai dunia
puisi terindahku hanya untukmu

mungkinkah kau kan kembali lagi
menemaniku menulis lagi
kita arungi bersama
puisi terindahku hanya untukmu...







"aku lupa kalo lagu ini ada, sampe temen kos ngsih tau dan bikin aku inget. liriknya bikin aku nangis, berapa kalipun aku baca. aku pengen kamu ada di sini lagi, ngasih aku inspirasi buat nulis puisi lagi, kayak yang dulu sering kita lakuin.

aku kangen kamu..."

Saturday, March 12, 2011

chapter 9 (una) -end-

Bab 9

Vedo mengangguk. Dia menatap Iluv lembut. “Kamu mau kan bantuin aku biar deket sama dia? Aku udah lama nggak ngerasain jatuh cinta setelah Shela, cinta pertama aku, pergi ke London tanpa kabar. Makanya aku sekarang jadi sosok yang dingin sama cewek. Itu karena aku takut jatuh cinta dan takut ditinggalin lagi. Tapi, waktu ngeliat Ranti, pandanganku berubah. Nggak semua cewek sama. Makanya aku memberanikan diri untuk jatuh cinta sama dia. Aku bingung gimana cara deketin dia. Makanya, pas liat kamu di lapangan waktu itu, aku langsung dapet ide buat minta bantuan kamu.”

“Jadi, tujuan Kakak deketin aku buat deketin Ranti? Bukan karena Kakak suka sama aku?” tanya Iluv. Dia langsung menyesali pertanyaannya. Itu benar-benar pertanyaan bodoh. Mana mungkin seorang Vedo jatuh cinta padanya?

Vedo tampak kaget. Lalu dia mengerti makna perubahan wajah Iluv. Gadis imut di depannya ini pasti merasa dipermainkan.

“Luv, aku nggak berniat mainin kamu. Aku suka sama kamu sebagai adik. Kamu lucu, unik, selalu bikin aku ketawa. Tapi… kalo masalah cinta, aku emang cinta sama Ranti. Aku kira, kamu juga sekedar anggep aku Kakak. Aku nggak mikir kalo…”

Iluv tidak mendengar ucapan Vedo selanjutnya. Antara sadar dan tidak, dia berdiri dan berjalan pelan meninggalkan Vedo. Panggilan Vedo tidak dihiraukannya. Masih dengan kesadaran setengah, Iluv menyetop taksi yang kebetulan melewatinya. Setelah menyebutkan alamat rumahnya, Iluv menyuruh taksi itu berjalan. Meninggalkan Vedo yang mengejarnya dengan kebingungan.

Satu-persatu, airmata Iluv mengalir turun. Dia membiarkannya. Entah benar atau hanya perasaannya untuk menambah kesan dramatis, Iluv merasakan dadanya benar-benar sakit.

“Ranti?” gumamnya tidak percaya.

^^.

Pintu kamar Iluv diketuk perlahan. Namun Iluv pura-pura tidak mendengar. Dia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

“Princess, ada Ranti sama Yayan nih. Buka pintunya…” terdengar suara Mama.

Iluv tidak menjawab. Dia tidak mau bertemu dengan siapapun sebelum hatinya tenang. Terutama Ranti.

“Luv… kamu kenapa sih? Kalo ada masalah cerita dong. Aku sama Yayan siap bantu,” Ranti ikut bersuara.

Iluv makin enggan membuka pintu kamar.

“Luvita,” kali ini panggilan Papa. “Kamu mau buka pintu atau Papa dobrak? Dari semalam kamu nggak keluar kamar. Sekarang udah hampir jam sebelas.”

Iluv tetap tidak perduli. Tidak ada lagi terdengar suara panggilan. Iluv mengintip dari celah selimutnya. Terdengar bunyi ‘cklek’ pelan. Pasti mamanya membuka dengan kunci duplikat. Sebelum pintu dibuka dari luar, Iluv lebih dulu membukanya.

“Apa?” semprotnya galak pada empat orang yang berdiri di depan pintu kamarnya.

Mama terbalak melihat penampilan Iluv. Gadis itu bahkan masih memakai gaun semalam.

“Kamu sakit?” tanya Mama sambil meraba dahi Iluv.

“Iya! Sakit! Sakiiiiiiittt banget!”

Orangtua Iluv, Yayan, dan Ranti tampak khawatir.

“Apa yang sakit?” tanya Mama lembut.

“Hati aku sakit! Hancur!”

Orang-orang di hadapan Iluv terdiam.

“Aku nggak mau diganggu!” ucap Iluv tajam, disusul dengan debam keras dari pintu kamar yang dibanting hingga tertutup.

“Aneh. Semalam dia kayak seneng banget. Kok hari ini…”

“Semalam Iluv ke mana, Bunda?” tanya Ranti.

“Jalan sama cowok. Kalo nggak salah namanya… siapa, Pa?”

“Vedo,” jawab Papa.

Ranti dan Yayan saling pandang. Mereka sadar Vedo adalah kunci jawaban dari sikap aneh Iluv.

“Bunda, Om, Ranti sama Yayan pamit dulu ya. Ada kerjaan bentar. Nanti Ranti telpon buat nanya keadaan Iluv. Permisi…” tanpa menunggu jawaban dari orangtua Iluv, Ranti menarik Yayan pergi.

^^.

“Masa Om nggak punya sih? Om kan pemilik yayasan,” ucap Ranti dengan nada memelas.

“Untuk apa sih? Kamu naksir juga sama bintang lapangan itu?” tanya Om Bowo, pemilik Yayasan SMA Ganesha, yang merupakan adik dari ibu Ranti.

“Bukaaaan…” protes Ranti. “Pokoknya penting! Ayolah…”

“Bukan buat neror?”

Ranti mengangguk.

“Bukan buat dijual ke penggemar Vedo?”

Ranti kembali mengangguk.

“Trus buat apa?”

“Pokoknya hal yang lebih penting dari sekedar kejahilan neror ataupun bisnis jualan nomor handphone. Ayolah, Om… please…”

Om Bowo menghela nafas pelan. “Ya sudah. Tunggu sebentar,” ucapnya.

Ranti menghela nafas lega. Tak lama kemudian Om Bowo kembali menghampiri mereka dan memberikan secarik kertas pada Ranti.

“Itu nomor telpon rumahnya. Kalo nomor handphone, Om bener-bener nggak tau. Atau, kamu mau nomor punya orangtuanya?”

Ranti menggeleng cepat seraya menarik Yayan berdiri. “Ini aja cukup. Makasih, Om. Salam buat Tante Fiona sama Mas Ryan. Aku pamit ya…” ucapnya seraya berjalan keluar dengan cepat.

Yayan hanya bisa pasrah mengikuti Ranti. Om Bowo hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah keponakannya itu.

^^.

Vedo sudah menceritakan semuanya pada Ranti. Ranti sempat deg-degan juga saat mendengar pengakuan kalau Vedo jatuh cinta padanya. Sementara Yayan yang ikut mendengar pembicaraan itu, menahan geram agar tidak mencekik Vedo.

“Ng… makasih ya, Kak,” ucap Ranti.

“Tunggu, jangan dimatiin dulu,” tahan Vedo.

Yayan menatap ponsel Ranti dengan geram.

“Jawaban kamu apa?”

“Nggak!” Yayan yang berteriak. “Ranti tuh sekarang pacaran sama aku! Kamu jangan coba-coba deketin dia!”

Ranti tidak menahan Yayan. Walaupun sempat kaget, dia hanya tersenyum kecil. Tidak terdengar sahutan dari Vedo.

“Maaf, Kak. Aku emang udah punya pacar. Yang teriak kayak orang sinting tadi. Tapi, biarpun rada sinting, aku sayang sama dia. Maaf banget ya…” pinta Ranti.

Yayan menatap Ranti dengan kaget. Ini pertama kalinya dia mendengar Ranti berkata sayang padanya.

“Oh… ya sudah. Maaf aku lancang nembak kamu,” ucap Vedo akhirnya.

“Nggak papa,” ucap Ranti.

Telpon pun terputus. Yayan masih menatap Ranti.

“Apa sih?” tanya Ranti heran.

“Beneran kamu sayang aku?”

Ranti tertawa. “Ya iyalah. Kalo nggak, ngapain aku mau sahabatan, trus sekarang pacaran sama kamu?”

Yayan tersenyum lebar. Dia berniat memeluk Ranti, namun gadis itu menghindar. Yayan hanya bisa menelan kecewa sambil nyengir, sementara Ranti tersipu malu.

^^.

Don’t matter what people say

I never did believe them

I know, I know they know everything

I’ll be alright by myself

And no one’s gonna tell me I’m defined

Confined by love

Now our days see, strange

I guess my heart was bound to change

I feel out, out of you and me

You’re fading from view

And you’re falling into history

I feel out, out of you and me

You’re fading from view

And you’re falling into history

I never thought that I’d say

That I don’t really miss you

I lived, I breathed your breath through me

Time has a way of passing by

Until I don’t remember why or how to hurt for you

Love’s pain has gone somewhere

And I’m finally hanging it there

I’ll be alright by myself

And no one’s gonna tell me I’m defined

Confined by love…

(Falling Into History – Avril Lavigne)

Iluv membiarkan tape-nya mengalun tanpa benar-benar mendengarkan. Hatinya masih benar-benar sakit. Malam ini malam pensi. Dia tidak berniat datang. Hanya akan membuat malu sendiri.

Mungkin untuk mengobati sakit hatinya, tadi mama dan papanya memberitahu kalau ulangtahunnya yang ke-15 ini akan dirayakan. Iluv tidak terlalu peduli. Dia masih memikirkan nasibnya. Nasib malangnya. Baru pertama kali jatuh cinta, dia langsung patah hati.

Lagi-lagi, Iluv membiarkan airmatanya jatuh.

^^.

Malam Pensi terlihat meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Terutama bagi Jessi dan geng-nya. Walaupun gondok mengetahui kalau Vedo jatuh cinta dengan Ranti, yang penting dia bangga karena itu berarti Iluv kalah dan dialah pemenang taruhan mereka. Jessi yakin Iluv tidak akan berani menampakan mukanya malam ini.

Sementara di sudut ruangan, Vedo menatap jam tangannya dengan gelisah. Matanya juga berkali-kali melirik pintu aula. Namun tidak ada sosok Ranti yang melangkah masuk, bergabung dengan tamu yang lain. Dia pasrah seandainya Ranti tidak mau datang. Gadis itu pasti menganggapnya sudah mempermainkan Iluv, sahabatnya. Padahal Vedo tidak bermaksud demikian. Dia memang mendekati Iluv agar bisa dekat dengan Ranti. Tapi, dia tidak bermaksud mempermainkan perasan Iluv.

Jessi menatap Vedo dengan senyum bangga.

“Malam ini indah ya,” ucapnya pada dua ‘bebeknya’, Agne dan Friska. “Gue bisa ngalahin Vedo dan Iluv dengan sekali langkah. Iluv kehilangan harga diri dan sahabatnya, sementara Vedo kehilangan cintanya. Benar-benar menarik.”

“Nggak seindah bayangan kamu, Ratu Buaya.”

Ketiga gadis itu menoleh. Tampak sosok Yayan terlihat cool dengan balutan blazer merah gelap dengan dalaman kemeja putih garis-garis. Di sebelahnya, berdiri Ranti yang malam ini tampak sangat cantik, dengan gaun sutra warna merah marun dan high heels warna senada. Khusus untuk malam ini, Ranti memakai contact lens dan mengijinkan kacamatanya ‘liburan’.

“Oh ya?” sinis Jessi.

^^.

“Princess, kamu bener-bener nggak mau dateng ke acara pensi?” tanya Mama sambil membelai lembut rambut Iluv. Baru kali ini Iluv merasa mamanya bersikap layaknya seorang ibu.

“Nggak. Buat apa aku dateng? Cuma bikin malu sendiri.”

“Dan membiarkan orang menganggap kamu pengecut?”

Iluv terdiam. Hanya lantunan ‘Make Up’ dari Avril Lavigne yang terdengar. Ibu-anak itu mendengarnya dalam kesunyian.

Lying on the couch just

Hanging with my boys

We’re chilling up the house tonight

I’m being my self

I’m nobody else

‘Cause this is what we do alright

You’ll always find…

I’m not wearing any make-up

Won’t hide who I’m

I’ll be what I am

I’m just being honest with my self once again

I’m my only friend

Kicking off my shoes

I’m strumming my guitar

I’m singing songs about my life

If I could tell the truth

I’d tell you what I meant by

Me, my self, and I

You’ll always find…

No more mirrors

No more vanity

Give it all away for free

Donate to charity

I am happy in my skin

I try, in my heart it’s not the same

You’ll always find

Iluv menatap sang mama. “Aku nggak akan jadi pengecut. Aku bakal dateng.”

Mama tersenyum senang.

“Aku akan kasih mereka surprise,” lanjutnya yakin seraya bangkit untuk bersiap-siap.

^^.

“Mana?” tantang Jessi.

Ranti melirik jam tangannya dengan cemas. Namun dia tidak memperlihatkan kecemasannya. Yayan menggenggam tangan gadis itu, menenangkan. Tiba-tiba, suasana yang tadinya penuh hangar-bingar pesta, mendadak sunyi senyap. Semua mata menatap pintu dengan takjub. Iluv melangkah masuk, menuju panggung, tidak memperdulikan mata-mata yang menatapnya heran. Dia berbicara dengan salah satu panitia. Panitia itu mengangguk-angguk kecil. Iluv tersenyum, mengambil gitar, lalu duduk di depan mic.

Thanks so much for your attention. I’ll sing a song about my life. Tapi, sebelum itu aku mau ngomongin sesuatu hal yang, menurut aku, sangat penting. Selama beberapa minggu terakhir, aku ngelupain identitas asli aku, cuma buat narik perhatian seseorang yang aku kagumi. Sayang, dia malah lebih tertarik sama sahabat aku. Aku marah, kesel, kecewa, sedih, malu, semua aku rasain. Aku sampe menghancurkan persahabatan yang udah kami bangun seumur hidup. Semuanya berawal dari taruhan bodoh antara aku dan Jessi.”

Semua mata menatap Iluv dan Jessi bergantian. Jessi ikut menatap Iluv dengan menantang.

“Sekarang aku baru sadar. Persahabatan yang aku jalani, jauh lebih berharga dari apapun. Dan yang lebih aku sadari lagi, kita memang bakal keliatan menarik kalo tampil apa adanya, asal nyaman. Bukan dengan memakai ‘topeng’ make up, aksesoris glamour, dan sebagainya, yang malah bikin kita keliatan aneh kalo nggak cocok. Makanya, aku mau bawain satu lagu dari penyanyi favorit aku. Lagu ini aku kasih buat diri aku sendiri dan buat temen-temen sekalian yang ngerasa hidupnya penuh sama kepura-puraan. Heard it…” Iluv memulai permainan gitarnya.

Iluv manampilkan ‘Make-Up’ dari Avril Lavigne dengan memukau. Semua mata terarah padanya.

Iluv berhasil membuat kejutan. Semua bertepuk tangan saat Iluv menyelesaikan penampilannya. Kemudian, perlahan Iluv mendekati kelompok kecil yang sudah menunggunya. Jessi, Agne, dan Friska mencibir hina saat Iluv berdiri di hadapan mereka.

“Apa keluarga lo udah bangkrut sampe nggak bisa beli gaun?” cibir Jessi.

Iluv hanya diam. Ranti dan Yayan, yang sempat terpesona atas apa yang sudah dilakukan Iluv, ikut syok melihat penampilan gadis itu. Mereka yakin Iluv akan datang. Tapi, tidak terbesit dalam otak mereka kalau Iluv akan datang dengan penampilan yang… yang sangat tidak sesuai untuk ke pesta. Kaos pink bergambar Tinker Bell dan hot pants selutut berwarna putih membalut tubuh mungil Iluv. Lengkap dengan sandal Hello Kitty menghiasi kakinya. Rambutnya dibiarkan tergerai tanpa bandana maupun jepit. Tidak ada aksesoris apapun yang menghiasi Iluv. Dan yang makin membuat Ranti tidak habis pikir, Iluv tidak memakai make up apapun. Bahkan bedak sekalipun. Wajah imutnya benar-benar polos.

Vedo, yang sudah bergabung sejak Ranti dan Yayan datang, ikut takjub dengan penampilan Iluv. Tapi, entah mengapa, bagi Vedo, Iluv tampil lebih cantik dibanding sebelumnya. Walau tidak memakai gaun, high heels, dan make up, kecantikan Iluv malah lebih terpancar karena kepolosan dan keluguannya malam ini.

“Aku emang kalah taruhan,” Iluv membuka suara. Matanya menatap Jessi tajam. “Taruhan bodoh yang sebenernya dari awal tuh nggak harus aku terima. Cuma karena ketololan, aku sampe musuhin sahabat terbaik yang aku punya.”

Ranti memegang tangan Iluv, namun Iluv melepasnya perlahan seraya tersenyum kecil.

“Tapi, walaupun kalah, aku nggak akan biarin orang kayak kamu ngerasa menang. Kamu tetap kalah. Nggak ada pemenang buat taruhan nggak penting kayak ini.”

“Oh ya?” Jessi mencibir lagi. “Lo nggak berhasil bikin Vedo suka dan nembak elo. Itu artinya lo kalah dan gue menang.”

“Kamu sendiri?” balas Iluv. “Apa berhasil menarik perhatian Vedo? Selama di sekolah ini kamu tuh udah jadi pecundang karena nguber cowok yang jelas-jelas udah nolak kamu teang-terangan. Itu yang dibilang pemenang?”

“Lo…”

“Apa?” tantang Iluv. “Kesalahan terbesar yang udah kita buat demi taruhan ini, karena kita mainin perasaan orang. Kita jadiin perasaan Vedo sebagai taruhan. Padahal, kita tau kalo perasaan tuh nggak bisa diatur. Kamu, yang berfikiran lebih sempit dari sarang tikus, pasti mikir kalo cowok bakal langsung takluk cuma dengan penampilan dan kekayaan kamu. Padahal, ada banyak hal yang lebih penting buat diperhatiin daripada dua hal itu. Ranti udah buktiin ke kamu. Dia berhasil memikat Vedo dan Yayan sekaligus. Padahal dia nggak pernah tampil glamour atau borju kayak kamu. Dia bersikap apa adanya, layaknya seorang pelajar. Kalau dia ikut taruhan kita, dialah pemenangnya. Bukan dua pecundang kayak kita.”

“Lo emang pecundang. Tapi gue, tetap pemenang!” ucap Jessi angkuh.

“Orang yang menganggap diri sebagai pemenang, padahal nggak satu pun orang sependapat dengan dia, itu baru pecundang sejati,” Vedo ikut bersuara. “Iluv emang kalah, tapi dibanding lo, dia adalah pemenang. Gue nggak suka dijadiin taruhan. Tapi, gue tetep ngakuin kalo Iluv pemenang. Taruhannya, gue suka dan nembak dia kan? Gue emang nggak bisa nembak dia buat jadi pacar gue. Tapi, gue suka dia sebagai adik termanis yang gue kenal. Dia tetep menang kan?”

Wajah Iluv dan Jessi sama-sama merah, namun dengan alasan berbeda. Iluv merah karena tidak menyangka Vedo akan memujinya, sementara Jessi merah karena menahan marah Vedo membela Iluv.

“Lo semua tuh brengsek!” umpatnya seraya berbalik, dan…

BRAK! PRANG!

Jessi menabrak salah satu pelayan yang sedang membawa nampan berisi minuman untuk para tamu. Dia melotot garang melihat gaun kesayangannya terkena tumpahan minuman.

“Lo juga brengsek!” makinya pada pelayan itu. Lalu, dia berjalan keluar meninggalkan pesta, diikuti antek-antek setianya.

“Iluv…” Ranti langsung memeluk sahabat baiknya itu setelah Jessi dan para kroninya menghilang. “Aku sayaaaaaang banget sama kamu. Walaupun kamu norak, tulalit, kadang nyebelin, aku tetep sayang. Kamu satu-satunya orang yang tulusnya nggak dibuat-buat.”

Iluv hanya tersenyum sambil membalas pelukan Ranti.

“Aku nggak tau kalo kamu bisa main gitar,” ucap Yayan kagum. “Kapan belajarnya?”

Bukannya menjawab, Iluv malah nyengir. Dia melepaskan pelukannya. “Yang main gitar bukan aku. Tapi salah-satu panitia di belakang panggung. Tadi tuh cuma acting aja biar keliatan keren. Hehehe…”

Yayan mengacak rambut Iluv dengan gemas. Sementara Vedo hanya tersenyum lega.

“Oh iya. Minggu depan kan aku ultah. Mama mau bikin acara. Soalnya, Papa lagi dapet rejeki lumayan.”

“Wahh… asik nih!!” ucap Ranti semangat.

“Kalian semua harus dateng,” perintah Iluv. “Ng… Kak Vedo juga ya…”

Vedo mengangguk pelan sambil tetap tersenyum.

^^.

Acara ulang tahun Iluv cukup meriah. Acara itu diadakan di salah satu hotel. Papanya mengundang salah satu band indie yang cukup terkenal. Iluv benar-benar senang. Apalagi semua undangannya datang. Om Gerald dan istrinya juga datang, khusus untuk menghadiri ulang tahun Iluv.

Kali ini Iluv melupakan kaus dan jinsnya. Dia mau memakai gaun, make up, dan high heels. Dia berjanji ini terakhir kalinya dia tampil glmaour. Gaun, make up, dan high heels bukanlah ciri khasnya dan bukan sesuatu yang membuatnya nyaman.

Sebenarnya dia juga mengundang Jessi. Namun gadis itu tidak mau datang. Iluv tidak terlalu peduli. Datang, silakan, tidak datang malah lebih bagus.

“Yak, inilah yang sedang berbahagia malam ini, Princess Luvita,” ujar Made yang ditunjuk Iluv sebagai MC.

Iluv tersenyum kecil. Dia berdiri di depan kue ulang tahunnya, didampingi Mama, Papa, Ranti, Yayan, dan… Vedo. Mereka berempat menjadi akrab. Terutama Yayan dan Vedo yang ternyata sama-sama maniak game online.

Diiringi dengan lagu dari para undangan, Iluv meniup lilin berbentuk angka 15. Kemudian dia memotong kue. Potongan pertama diberikan untuk kedua orangtuanya. Potongan kedua untuk Ranti dan Yayan. Potongan ketiga untuk Vedo.

“Buat aku?”

Iluv menoleh. Tampak sosok Gilbert, berdiri di antara para undangan sambil tersenyum manis. Iluv balas tersenyum. Dia kembali memotong kue untuk Gilbert. Perlahan, Iluv melangkah menuju Gilbert. Bukan Princess Luvita kalau tidak mengalami kecelakaan. Mungkin karena terlalu gugup, Iluv kurang konsentrasi dengan sepatu berhak lima belas senti yang dipakainya hingga dia terjatuh dengan bunyi gedebuk yang cukup keras. Iluv yakin lututnya lecet dan hak sepatunya patah. Kue di tangannya melayang dan mendarat dengan sukses di wajah Gilbert.

“Ugh! Selalu bikin masalah!” batin Iluv pada dirinya sendiri,

Dia menatap Gilbert takut-takut sambil nyengir lebar, masih dengan posisi terjatuh.

The End

chapter 8 (una)

Bab 8

Berita kedekatan Iluv dan Vedo menyebar cepat dari mulut ke mulut. Yang namanya ‘biang gosip’ pasti cepat bereaksi terhadap gosip hangat. Apalagi kalau gosip tersebut menyangkut tentang idola sekolah seperti Orlando Vedora. Yang tidak menyaksikan langsung adegan Vedo asik ngobrol di kantin dengan Iluv pasti tidak percaya mendengar kabar tersebut. Dan bagi yang menyaksikan live, berusaha mati-matian untuk meyakinkan orang-orang yang tidak percaya.

Iluv menjadi seleb dadakan. Setelah insiden foto dirinya dengan Gilbert terpampang jelas di surat kabar, gosip kedekatannya dengan Vedo menambah popularitasnya. Semua penghuni SMA Ganesha yang tidak mengenalnya jadi bertanya-tanya. Banyak tangan yang menunjuknya ketika dia sedang berjalan. Iluv menikmati perubahan statusnya dari sosok yang tidak dikenal, menjadi ‘cewek yang pernah makan di kantin dengan Vedo’.

Banyak cewek yang membelalakan mata tidak percaya saat tau sosok Iluv. Banyak juga yang mengumpat Vedo buta, goblok, tolol, selera rendah, dan berbagai hinaan lain yang sebenarnya menghina Iluv. Awalnya Iluv biasa-biasa saja, apalagi setelah Ranti dan Yayan mengatakan kalau cewek-cewek itu hanya iri padanya. Namun, lama-kelamaan terror melandanya. Dari mulai hal ringan sekedar mendapat pelototan sinis, sampai hadiah bangkai kodok di mejanya.

“Tuh yang pantes buat lo!” ucap Jessi. “Vedo tuh cuma khilaf waktu itu. Buktinya, sekarang dia nggak pernah deketin elo lagi kan?” sambungnya dingin seraya berlalu dari kelas Iluv, diikuti Agne dan Friska.

Iluv nyaris menangis. Ranti memeluk Iluv sementara Yayan membuang bangkai kodok itu ke tempat sampah. Iluv memang fobia kodok sejak praktek membelek kodok di kelas 3 SMP. Waktu itu saking takutnya dia sampai pingsan.

“Udah dong, Luv. Jessi tuh cuma iri sama kamu. Dia yang deketin Vedo dari kelas 1 nggak pernah direspon, sedangkan kamu malah pernah jalan berdua sama Vedo,” hibur Ranti.

“Aku mau bales dendam sama tuh cewek! Nenek sihir! Ratu Buaya kejam!” teriak Iluv.

Made mendeketi Iluv. “Mau aku bantu nggak? Aku juga udah eneg sama tuh cewek.”

Dalam keadaan normal, Iluv pasti akan langsung menolak mentah-mentah tawaran Made itu. Selama otaknya masih bisa berfikir normal, dia tidak akan sudi menerima bantuan dalam bentuk apapun dari sosok Made. Namun, kalau sudah menyangkut Jessi, otak Iluv memang kadang tidak berfikir normal. Memang hanya Made yang bisa diandalkan untuk urusan balas dendam dalam hal jahil-menjahili. Tanpa berfikir, Iluv mengangguk semangat, menyetujui tawaran Made.

Made menepuk bahu Iluv. “Liat aja besok. Apa si Ratu Buaya itu masih bisa tersenyum sinis?” ucapnya.

“Jangan pegang-pegang!” Iluv menepis tangan Made yang bersarang di bahunya. Dia hanya mau bekerja sama untuk menghajar Jessi. Dalam kehidupan normal, Made tetap musuhnya.

“Dasar bayi aneh!” ledek Made seraya berjalan keluar kelas.

“Luv, kamu serius mau kerja sama dengan dia? Kamu kenal Made kan? Kejahilan dia tuh nggak ada yang normal,” ucap Yayan mengingatkan Iluv.

“Aku nggak peduli! Pokoknya aku mau balas dendam sama Jessi!” bentak Iluv membuat Yayan terdiam.

Ranti menatap Yayan pasrah.

^^.

Jessi menatap beberapa teman sekelasnya yang berdiri di depan kelas dengan bingung. Namun, anak-anak itu pura-pura tidak melihat Jessi. Beberapa anak yang berada di dalam kelas, menatapnya sambil menahan tawa.

“Kenapa sih lo semua?” bentaknya. Matanya makin heran saat melihat pintu kelas yang tertutup. “Nggak lucu!” ucapnya tajam seraya membuka pintu kelas dan…

BYURR!

Cairan berwarna merah lengkap dengan embernya jatuh di kepala Jessi. Kemeja putih gadis itu langsung berubah warna menjadi merah.

“KERJAAN SIAPA INI?” amuk Jessi murka seraya melangkah masuk.

Kejutan lain menantinya. Kakinya tidak sengaja menginjak kelereng yang dihamburkan di depan pintu hingga dia jatuh. Tangannya menyentuh benda yang lembek, dingin, dan bau. Jessi menoleh.

“AAAARRRRGGGHHH!” teriaknya saat melihat tangannya ternyata memegang bangkai tikus. Dia berdiri sambil mengelus pantatnya yang sakit. “TUNGGU LO SEMUA!” ancamnya. Lalu dia berlari kecil menuju toilet.

Derai tawa memanuhi kelas XII IPA 3. Tawa itu sempat terhenti saat Vedo melangkah masuk. Matanya menyipit melihat keadaan kelasnya yang kacau. Cairan merah menggenangi lantai dengan kelereng dan bangkai tikus sebagai pelengkap.

“Ada yang ultah?” tanyanya cuek seraya berjalan pelan menuju bangkunya. Kemudian dia berjalan keluar, tidak peduli dengan tatapan kagum cewek-cewek kelasnya.

Setelah bayangan Vedo menghilang, tawa pun kembali pecah. Mereka semua sudah muak dengan tingkah Jessi yang sok berkuasa. Makanya, saat ada adik kelas yang minta ijin memasang jebakan itu untuk Jessi, mereka menyetujuinya. Bahkan ikut membantu. Walaupun sudah basi, kalau terjadi di depan mata, apalagi yang kena adalah orang sejenis Jessi, itu tetap menjadi hiburan yang mengasyikan.

Jessi kembali masuk ke kelas setelah bel masuk berbunyi. Dia menatap satu-persatu teman sekelasnya dengan sorot dingin. Rambutnya masih basah. Dia sudah mengganti kemeja putihnya dengan kaos olahraga milik Agne. Rok abu-abunya yang super mini juga sudah diganti dengan training olahraga.

Sisa-sisa ‘pelajaran’ untuk Jessi tadi sudah dibersihkan. Hanya bangkai tikus yang belum masuk tong sampah melainkan…

“AAAAARRRGGGHHH!” Jessi kembali berteriak saat membuka tasnya. Bangkai tikus sudah bersarang di sana. “NGGAK LUCU!” bentaknya, benar-benar marah. “LO SEMUA BAKAL DAPET BALESAN DARI GUE!” Jessi mengeluarkan bangkai itu dari tasnya dengan jijik dan melemparnya keluar kelas.

“Astaghfirullah…” terdengar suara lembut Bu Anisa, guru Pendidikan Agama Islam. Mata beliau menatap bangkai tikus yang mendarat tepat di depan kakinya, lalu menatap anak didiknya satu-persatu. “Siapa yang lempar?” tanyanya, tetap lembut namun tegas.

Takut-takut, Jessi mengangkat tangannya. Hanya Bu Anisa yang disegani oleh Jessi. Mungkin karena hanya beliau yang bersikap lembut namun tegas sehingga tidak satu murid pun yang berani bersikap kurang ajar. Termasuk Jessi.

“Bisa dibuang ke tempat sampah?” pinta Bu Anisa pada Jessi.

Jessi mengangguk malu. Dengan jijik dia membuang bangkai tikus itu ke tempat pembuangan akhir sampah yang berada tidak jauh dari kelasnya. Lalu dia kembali ke kelas.

“Jessica,” tegur Bu Anisa, membuat langkah Jessi menuju bangkunya terhenti. “Seragam kamu?”

“Basah, Bu.”

Bu Anisa tersenyum lembut. “Silakan duduk,” ucapnya.

Jessi menurut. Pelajaran pun dimulai.

^^.

Iluv tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang ponsel Made. Dia cukup puas dengan pembalasan yang dilakukan Made. Cowok itu sampai merekam kejadiannya, khusus untuk ditunjukan pada Iluv dan teman-temannya yang tidak sempat melihat.

“Keren!” puji Iluv. “Minta ah… buat hiburan,” ucapnya sambil mengaktifkan Bluetooth ponselnya untuk mengirim video tersebut.

“Kalo Made yang beraksi, pelanggan pasti puas,” ucap Made bangga.

Yayan hanya geleng-geleng kepala. Jam petama dan kedua di kelas X.4 adalah Biologi. Namun, tadi guru piket mengatakan kalau guru Biologi mereka berhalangan hadir hingga jam Biologi belubah menjadi jam kosong.

“Kalo di upload di internet seru juga nih!” ujar Fatur, si maniak internet. Hobinya adalah menjelajahi dunia maya, download semua hal yang ditemui, sampai meng-upload video-video tidak penting. Untunglah dia bukan maniak blue film. Dia malah bergabung dengan Gerakan Pelajar Anti Pornografi & Pornoaksi.

“Bener kan dugaan gue!”

Seluruh penghuni kelas X.4 menatap pintu. Jessi dengan wajah monster berjalan cepat mendekati Iluv. Dia merampas ponsel gadis itu dan melemparnya ke dinding hingga hancur.

“Lo pikir bisa ngalahin gue?” bentaknya seraya mendorong bahu Iluv cukup keras. “Lo pikir karena lo anak dari Angel Ferice dan keponakan tersayang dari Gerald Evlyn, gue takut sama lo? Lo kira dengan berhasil jalan sekali sama Vedo, lo ngerasa menang? LO SALAH BESAR!”

Iluv, yang seumur-umur tidak pernah dibentak, menatap Jessi dengan tatapan nyaris menangis. Dari kecil dia memang tidak bisa dibentak dan akan langsung menangis jika ada yang membentaknya. Bukan karena takut pada orang tersebut. Mungkin karena ‘urat kagetnya’ bekerja lebih sensitif, jadi langsung bereaksi begitu mendengar bentakan.

“Kenapa? Princess mau nangis? Ngelapor sama Mama?”

Yayan mendorong tubuh Jessi menjauh hingga gadis itu menabrak meja di belakangnya.

“Jangan macem-macem sama Iluv!” ucapnya tajam. “Aku nggak pernah takut sama cewek kayak kamu!”

Jessi meringis. Baru akan membalas perbuatan Yayan, Made menahan gadis itu dan mengoleskan penghapus whiteboard ke wajahnya hingga menjadi hitam. Jessi berteriak histeris. Dia ganti mengincar Made. Saat akan melangkah, Didon menjulurkan kakinya untuk menjegal Jessi hingga gadis itu jatuh terjerembab.

Seluruh penghuni X.4 tertawa heboh melihat keadaan Jessi. Belum sempat bangun, seember air dari Made tumpah di kepalanya, membuat keadaannya makin kacau.

“BRENGSEK LO SEMUA!” teriaknya murka.

“Siapa suruh kamu dateng ke sini? Lupa kalo di sini nggak ada yang suka sama kamu? Kami semua pasti dengan senang hati kompak ngerjain kamu,” ucap Made dengan senyum jahilnya.

Jessi berusaha berdiri. Saat dia sudah berhasil, Made menutup wajah gadis itu dengan ember hitam yang masih dipegangnya, yang tadi dipakainya untuk menyiram Jessi. Dengan murka, Jessi melepas ember itu dari kepalanya dan melemparnya pada Made. Sayang meleset. Made tersenyum meledek. Masih dengan penampilan yang amat kacau, Jessi berjalan cepat keluar kelas itu.

“Penjajah sudah kembali ke habitatnya. Kita merdeka!” sorak Made yang disambut tepukan hangat oleh teman-temannya. “Terima kasih… terima kasih…” ucapnya sambil membungkuk hormat. Saat matanya bertemu dengan mata Iluv, dia melemparkan senyum kecil.

Iluv balas tersenyum dengan tulus. Kali ini Made benar-benar jadi penyelamatnya. “Makasih…” ucapnya.

Made mengacak rambut Iluv. “Itulah kegunaan teman,” ucapnya.

Iluv menepis tangan Made, membuat cowok Bali itu kaget. Lalu Iluv nyengir lebar. “Kita tetep musuhan aja deh. Nggak seru kalo baikan,” ucapnya.

Tawa Made pun meledak makin heboh.

^^.

Ranti hanya geleng-geleng kepala mendengar Iluv cerita, dibantu Yayan. Mereka sudah berkumpul di rumah Iluv.

“Coba kamu liat muka dia tadi! Kayak mau nelen Made hidup-hidup!” ucap Iluv semangat.

Mereka bertiga tertawa. Namun, tawa mereka terhenti saat pintu kamar Iluv terbuka. Mama masuk. Tidak ada senyum kocak seperti biasa. Wajahnya tampak serius.

“Ranti, Yayan, Bunda bukannya mau mengusir kalian. Tapi, Bunda harap kalian pulang sekarang. Bunda ada keperluan sama Princess.”

Ranti dan Yayan menatap Iluv dengan bingung. Iluv menatap mamanya. Cara Mama bicara juga tampak beda. Terdengar serius. Tidak centil seperti biasa. Tanpa bertanya, Ranti dan Yayan pamit pulang pada Iluv dan mamanya. Setelah bayangan Ranti dan Yayan menghilang, Mama menutup pintu kamar Iluv. Matanya menatap sang putri tunggal dengan sedikit marah.

“Apa yang kamu lakukan di sekolah hari ini?”

“Nggak ada,” jawab Iluv cepat. Feeling-nya langsung jelek. Pasti mamanya sudah tau kejadian di sekolah tadi. Dan darimana lagi beliau tau kalau bukan dari si Jessi itu?

“Tadi orangtua Jessi nelpon Mama.”

Tuh kan? Tebakan dan analisis Iluv memang jarang meleset. Tidak sia-sia dia menjadi fans setia Detective Conan. Terutama Shinichi Kudo. Sebenarnya Iluv lebih suka dengan Kogoro Mouri. Dia benar-benar kagum dengan sosok itu. sambil tidur bisa memecahkan masalah. Hebat kan?

“Mereka bilang kalo hari ini Jessi pulang dengan keadaan kacau karena dikerjain oleh teman-teman sekelas kamu atas perintah kamu.”

“Bohong!” ucap Iluv langsung.

“Ada berapa orang yang bernama Princess Luvita di kelas X.4 SMA Ganesha?”

“Mereka bilang nggak kalo Jessi ngancurin handphone aku?”

Mama tampak kaget. “Serius?”

“Dia emang dikerjain temen-temen aku. Tapi bukan atas perintah aku. Dia tuh emang kejam. Nggak ada yang suka sama dia selain dua bebek setianya, si Agne sama Friska. Kemaren dia taruh bangkai kodok di meja aku. Hari ini Made yang bales. Emang aku yang minta Made ngerjain dia, tapi itu karena dia duluan yang ngajak perang dan aku nggak mau terus-terusan diinjek dia. Trus dia dateng ke kelas aku pas jam kosong. Aku lagi main handphone langsung dirampas trus dilempar ke dinding sampe handphone aku hancur. Dia bentak-bentak aku, trus didorong Yayan. Pas dia mau hajar Yayan, Made duluan yang ngerjain dia lagi, dibantu Didon,” jelas Iluv panjang lebar.

“Bener kayak gitu?” selidik Mama.

Iluv mengangguk. “Aku sama Jessi tuh emang musuhan. Makanya aku nggak mau waktu Mama nyuruh aku latihan sama dia. Tapi, Mama, Mbak Laura, sampe Om Gerald sepakat nyuruh dia ngelatih aku. Liat hasilnya!” Iluv menunjukan siku dan lututnya yang lecet.

Mama mengelus rambut Iluv. “Maafin Mama, ya. Mama udah marah-marah sama kamu.”

“Iya, aku maafin. Handphone aku gimana?”

“Kita suruh dia yang ganti. Nanti Mama mau ke Evlyn Agency. Mau ngobrol sebentar sama Gerald sebelum dia pulang ke Jakarta. Sekalian aja Mama nemuin Jessi. Kamu mau ikut?”

Iluv menggeleng.

“Ya udah,” Mama mengecup kening Iluv sekilas, lalu berjalan keluar kamar.

Iluv menghela nafas lega. Dia benar-benar lega sudah mengeluarkan uneg-unegnya tentang Jessi sehingga mata mamanya terbuka lebar. Om Gerald tidak mungkin masih akan mengorbitkan Jessi menjadi bintang setelah perlakuan gadis itu. Iluv benar-benar senang memikirkannya. Akhirnya, hari kehancuran Jessi datang juga.

^^.

Jessi menunduk takut di hadapan mama Iluv dan Om Gerald. Kakinya seakan mati rasa. Dia benar-benar tidak berani menatap dua orang di hadapannya. Laura juga ikut berkumpul di sana. Namun, dia hanya berdiri di sudut ruangan.

“Saya kecewa denganmu, Jessica Alverita. Saya kira kamu bersedia mengajari Iluv, keponakan saya, untuk melatih diri menjadi pengajar di sini. Ternyata, itu kamu jadikan ajang untuk menyiksanya.”

Jessi terdiam. Dia tidak berani menatap Om Gerald.

“Saya sudah melihat rekaman di ruang koreografi selama kamu mengajar Iluv. Kelihatan sekali kalo kamu nggak menyukainya.”

“Maaf…”

“Saya tidak akan mengeluarkan kamu hanya karena hal ini. Hanya saja, saya akan menarik semua rencana saya untuk mengorbitkan kamu. Pribadi angkuh seperti kamu tidak pantas jadi bintang. Kamu di sini hanya sebagai model biasa. Bukan bagian inti dari agency ini. Saya nggak akan mengajak kamu untuk show-show, baik yang sederhana maupun yang mewah. Kamu hanya, yah bisa dikatakan, pelengkap di sini. Bukan untuk menjadi model.”

“Maafkan saya, Om. Saya benar-benar menyesal…”

“Hei, girl! Tangan anak saya lecet semua karena ulah kamu. Kamu sudah menyiksa dia selama seminggu penuh. Dan saya malah memihak kamu, tidak mendengar apapun keluhan Princess. Saya yang menyesal mengijinkan kamu menjadi pengajarnya.”

Jessi menatap Laura, meminta bantuan. Tapi Laura membuang muka. Dia sangat kecewa dengan Jessi. Dari semua model yang bergabung di agency ini, hanya Jessi yang tampak benar-benar serius dengan bidang ini. Makanya, saat mama Iluv meminta bantuan untuk mengajarkan Iluv, tanpa ragu dia menawarkan Jessi yang memang berbakat dan menguasai bidangnya.

“Saya punya pilihan lain untuk kamu,” ucap Om Gerald. Jessi menatapnya, berharap ada keringanan hukuman. “Silakan mengundurkan diri dari sini.”

Ucapan itu bagai palu yang menghancurkan hati Jessi. Dia nyaris menangis, namun ditahannya.

“Kamu punya bakat. Nggak sulit mencari agency lain untuk tempat kamu bernaung dan kamu akan berhasil meraih cita-cita kamu menjadi bintang.”

“Tapi, Om. Saya sudah bergantung dengan agency ini. Mohon kasih saya kesempatan.”

Om Gerald menatap Mama yang langsung membuang muka. Lalu dia menatap Laura. Laura mengangkat bahu, menyerahkan semuanya pada Om Gerald.

“Baik. Satu kesempatan lagi. Satu lagi kesalahan kamu buat, saya akan mengeluarkan kamu dengan tidak hormat.”

Wajah Jessi langsung berbinar bahagia.

“Dan kamu harus minta maaf dengan Iluv dan teman-temannya.”

Ucapan Mama itu membuat binar bahagia menghilang dari wajah Jessi.

^^.

Iluv, Ranti, dan Yayan melintasi halaman sekolah sambil tertawa senang. Semalan Jessi menelpon mereka bertiga untuk minta maaf. Antara percaya dan tidak, mereka menerima permintaan maaf itu. Bukan hanya pada mereka bertiga, Jessi juga minta maaf dengan seluruh orang yang pernah jadi korbannya.

Langkah mereka terhenti saat Vedo berdiri tepat di hadapan mereka. Ranti dan Yayan langsung pura-pura mau ke perpustakaan. Tinggal Iluv dan Vedo di sana. Vedo tersenyum hangat pada Iluv.

“Ada apa, Kak?”

“Ngucapin selamat,” jawab Vedo ringan.

“Selamat? Untuk?”

“Karena kamu berhasil mengalahkan Jessi. Aku nggak perduli gimana caranya. Yang penting kamu udah berhasil.”

Walaupun bingung apa maksud Vedo, Iluv tetap tersenyum senang.

“Gimana kalo malam ini kira rayain?”

“Rayain?”

“Aku jemput jam tujuh malam nanti ya. Kita…” Vedo mendekatkan bibirnya di telinga Iluv. “Dinner,” bisiknya.

Iluv merasa sekujur tubuhnya merinding. Nafas Vedo terasa di telinganya membuat bulu kuduknya berdiri.

“Mau?”

Iluv mengangguk semangat. “Mau!”

^^.

Jam tujuh kurang lima, Iluv sudah siap. Dia memakai gaun pink cerah hasil rancangan Givan Anwar yang dipakainya show waktu itu. Hadiah langsung dari Om Gerald. Rambut ikalnya digerai bebas dan diberi jepit bunga dibagian kiri. High heels warna senada dengan tinggi sebelas senti menghiasi kakinya. Make up yang dipakaikan sang mama tidak terlalu menor, tidak juga tipis. Cocok untuk suasana semi formal. Yang pasti, masih pantas dipakai anak berusia lima belas tahun.

Jam tujuh tepat, bel berbunyi. Iluv membuka pintu. Vedo berdiri dihadapannya denga kemeja coklat, jins biru, dan sepatu sport. Dia sempat terkesima melihat penampilan Iluv.

“Waw…” komentarnya singkat. “Aku nggak bisa bawa kamu ke warung tenda dengan penampilan kayak gini.”

“Hah?” Iluv melongo. “Aku berlebihan ya? Kalo gitu aku ganti kaos aja ya…” Iluv bersiap ke kamarnya.

Namun, tangan Vedo bergerak lebih cepat menahan tangannya. “Becanda kok, Princess.”

Baru kali ini Iluv tidak keberatan dipanggil ‘Princess’. Khusus untuk Vedo, dia mau dipanggil apapun.

“Jadi?” tanya Iluv dengan pipi bersemu.

“Aku pamit sama orangtua kamu dulu sebelum berangkat.”

“Nggak perlu,” Mama berjalan menghampiri mereka. “Titip Princess ya. Jangan kelewat malam.”

Vedo menganguk hormat. “Permisi, Tante…”

Take care,” pesan Mama.

Vedo menggandeng Iluv perlahan menuju mobilnya.

^^.

Vedo mengajak Iluv makan di sebuah restoran hotel berbintang. Suasananya memang sangat formal, cocok untuk sepasang kekasih. Mereka ngobrol, makan, saling bercanda dengan lepas. Kegugupan Iluv pada Vedo berangsur-angsur menghilang. Dia bisa lebih relaks menghadapi tatapan, senyum, dan perbuatan Vedo. Tanpa terasa, satu jam sudah berlalu.

“Ng… kayaknya sekarang waktu yang pas deh…” ucap Vedo.

Iluv, yang selain komik juga mengoleksi teenlit, bisa menebak arah pembicaraan Vedo selanjutnya.

“Aku nggak mau buang waktu lagi. Kayaknya udah semakin malem.”

Iluv tersenyum kecil. Dia membagi fikirannya antara mendengar ucapan Vedo, setengahnya lagi bermain dengan khayalannya. Dia sudah membayangkan kata-kata yang akan diucapkan Vedo. Vedo memegang tangannya lembut, mengelus pipinya, tersenyum manis, lalu berkata bahwa dia mencintai…

Wait!

Iluv menghentikan khayalannya. Sekarang dia fokus ke Vedo. Dia tadi mendengar nama lain yang disebut oleh Vedo. Dia yang salah dengar karena terlalu asik bermain dengan khayalannya atau memang itu yang diucapkan Vedo? Untuk memastikannya, Iluv memilih bertanya.

“Sori. Kak Vedo tadi bilang kalo Kakak mencintai…”

“Ranti.”

GUBRAK! PRANG! BRAK! BRUK! TUING!

Jantung Iluv berdetak tidak jelas. Hatinya hancur berantakan, tidak tau mana lagi bentuk aslinya. Dia amat berharap telinganya salah dengar. Bagaimana mungkin Vedo jatuh cinta dengan Ranti, padahal selama ini cowok itu gencar mendekatinya.

“Ranti?” ulang Iluv tidak percaya.