Saturday, March 12, 2011

chapter 4 (una)

Bab 4

Iluv menatap satu-persatu alat make up di hadapannya. Baru jam lima pagi, suatu keajaiban Iluv sudah selesai mandi. Biasanya, kalau belum jam setengah enam, Iluv tidak akan sudi meninggalkan kasurnya yang empuk.

Ranti, dengan kegarangannya, membangunkan Iluv jam setengah lima dan menyuruh gadis itu langsung mandi. Setelah Ranti menutup telpon karena sudah mendengar kata ‘Ya’ dari Iluv, Iluv malah kembali menarik selimutnya karena merasa sudah mengamankan Ranti. Sayangnya, Ranti terlalu cerdas untuk ditipu seperti itu. Lima menit kemudian dia kembali menelpon Iluv dan ngamuk besar karena ternyata Iluv masih tidur. Setelah mengeluarkan berbagai ancaman maut dan kemarahan besar-besaran, Ranti berhasil membuat Iluv meninggalkan springbed-nya dan melangkah ke kamar mandi.

Sekarang, dengan masih dibalut kimono handuk, Iluv duduk diam di atas kasurnya dengan raut bingung. Matanya sibuk mengamati berbagai alat make up yang sudah bertebaran di depannya sambil membaca secarik kertas petunjuk dari Ranti.

1. Cara Make up Sederhana ala Feranti Claudia:

  • Bersihkan wajah dengan pelembab dan penyegar yang sudah disediakan
  • Gunakan pondation atau alas bedak sebelum menyapukan bedak di wajah
  • Gunakan bedak tabur, yang dilanjutkan dengan bedak padat agar hasil lebih maksimal
  • Usapkan blush on setipis mungkin yang sewarna dengan kulit wajah agar tulang pipi terlihat lebih menonjol
  • Usaplah juga eye shadow tipis agar mata terlihat lebih lebar
  • Sapukan lipbalm atau lipgloss tipis agar bibir kamu terlihat lembab dan tidak kering

Iluv membalakan matanya tidak percaya. Apa benar dia harus memakai semua yang tertulis di kertas sesuai perintah Ranti? Dengan jantung melompat-lompat ketakutan, Iluv mengambil pembersih wajah yang sudah disiapkan Ranti. Walaupun baru melakukan pertama kali, Iluv sudah berhasil dengan baik. Dilanjutkan dengan pondation dan bedak. Sampai sini, Iluv belum mengalami kesulitan. Namun, rasa takutnya kembali muncul saat akan mengusapkan blush on di pipinya.

“Berlebihan nggak sih?” tanyanya sedikit panik. “Kalo nggak aku pake, gimana?”

Seketika, muncul sosok Ranti dengan wajah garang, dua tanduk iblis di kepala, dan tongkat iblis yang tidak beda jauh dengan penggaruk sampah, serta sebuah kuali raksasa, mirip dengan kuali penyihir di dongeng, yang akan digunakannya untuk merebus Iluv hidup-hidup.

Iluv menelan ludah. Perlahan, dia mulai melakukan tiga langkah terakhir. Setelah merasa selesai, Iluv membuka kertas lain yang sudah disiapkan. Ranti membuat tiga lembar kertas dengan isi berbeda dan urutan yang berbeda pula. Kertas yang dibuka Iluv sekarang sudah diberi nomor 2.

2. Olah Rambut Simpel ala Feranti Claudia

Iluv mendengus. Penting ya menyebut ‘ala Feranti Claudia’ berulang-ulang? Kemudian dia melanjutkan membaca kertas itu.

  • Keringkan rambut yang basah dengan hairdryer
  • Setelah kering, gunakan alat pengkriting rambut untuk mengikal-kan ujung rambut kamu
  • Beri jepit kecil dibagian kanan dan kiri, atau bandana

Asli! Akan lebih mudah kalau Ranti langsung menyuruhkan melahap selusin serangga sekaligus. Iluv memegang hairdryer dan alat catok di kanan-kirinya.

“Huh! Ranti emang selalu sukses bikin aku menderita,” sungutnya seraya melaksanakan semua yang tertulis di lembar kedua.

Setelah selesai, Iluv membuka lembar ketiga, sekaligus lembar terakhir. Dia menghela nafas sebentar. Yah… pembantaian terakhir akan dimulai. Dibukanya perlahan kertas itu.

3. Style Simpel yang Asik buat ke Sekolah ala Feranti Claudia

  • Pake seragam yang udah disediakan

Iluv melihat satu stel seragam sekolah tergantung anggun di pintu lemari pakaiannya. Pasti ulah Ranti juga. Dari jarak cukup jauh pun Iluv tau persis itu bukan seragam sekolahnya. Dia beranjak dari tempat tidur dan mengambil seragam itu.

“Gila! Nih seragam SMA apa seragam anak TK? Kecil banget!” ucapnya histeris. “Bisa kehabisan nafas kalo aku nekad pake baju ini!”

Secarik kertas kecil meluncur dari baju itu. Iluv memungutnya.

WAJIB DIPAKE! AWAS KALO NGGAK!

Sambil menghela nafas pelan, Iluv memakai seragam itu. Benar-benar sempit! Yah, karena tubuhnya memang mungil, tidak terlalu keliatan. Apalagi rok yang sudah disediakan Ranti tidak mampu menutupi pahanya yang juga kecil.

“RESE!” maki Iluv.

Dengan gusar, dia melanjutkan membaca kertas ketiga.

  • Pakai aksesoris yang juga udah disediakan. Ingat! Jangan berlebihan. Kalo udah pake anting, nggak usah pake kalung atau gelang, tapi cukup ditambah dengan cincin dan jam tangan

Iluv membuka kotak aksesoris barunya dan mengeluarkan sepasang anting, sebuah cincin, dan jam tangan. Setelah memakainya, tanpa membaca kelanjutan kertas itu, Iluv berjalan keluar. Dia tidak perduli Ranti akan ngamuk. Toh, dia sudah melaksanakan sebagian besar perintah Ranti.

Iluv duduk di meja makan dengan tampang masam. Mama mendekatinya dengan membawa nasi goreng untuk sarapan.

Morning, HonOh my God!” pekik Mama saat melihat wajah Iluv. Nasi goreng di tangannya nyaris terjatuh. Untung beliau sempat meletakannya di meja. “Princess, what are you doing?”

Iluv mengambil nasi goreng dan mulai sarapan. “Kenapa sih, Ma?”

Why?” Mama makin histeris. “Darling! Come here!”

“Iya…” terdengar sahutan papa Iluv dari dalam kamar. “Sebentar. Papa lagi pasang dasi.”

NOW!!”

Papa berjalan keluar kamar, menuju meja makan, sambil memasang dasinya. “Apaan sih, Ma? Pagi-pagi kok udah histeris?”

Look at your daughter!”

Papa menatap Iluv. Seketika wajahnya kaget. “Luv… kamu pake apa?”

Don’t call her ILUV! Her name is PRINCESS!” protes Mama. Beliau memang paling tidak setuju Iluv dipanggil dengan ‘Iluv’. “Udah dikasih nama bagus, masa panggilannya Iluv?” alasan beliau waktu itu.

“Papa panggil dia Luvita, Mama. Nama dia juga kan?”

Mama mengibaskan tangannya. “Forget it!” ucapnya. “Princess, Honey, siapa yang ngajarin kamu dandan kayak… kayak…”

“Ondel-ondel gini?” Papa menyelesaikan ucapan Mama.

“Uhuk…” Iluv langsung tersendak. Buru-buru dia meminum susu yang disodorkan oleh Papa. “Siapa yang kayak ondel-ondel?”

YOU!” bentak Mama. “Siapa lagi?”

Iluv mengambil cermin dari dalam tasnya. “AARRGGHH!!!” teriaknya. “Kenapa wajah aku kayak gini?”

Mama mengambil cermin dari tangan Iluv. “Tuh! Kamu aja kaget, apalagi Mama sama Papa? Ke sekolah aja pake dandan segala. Kalo mau belajar dandan tuh ngomong! Sini ikut Mama,”

Iluv mengikuti langkah Mama menuju kamar beliau. Mama membersihkan make up di wajah Iluv. Hanya butuh waktu sepuluh menit bagi Mama untuk mengubah Iluv menjadi lebih baik, kalau tidak bisa disebut lebih parah. Rambut Iluv yang sudah dikeriting, diikat satu. Iluv tidak memakai blush on dan eye shadow. Sebagai gantinya, Mama memaksanya memakai contact lens tanpa min hingga bola mata Iluv berwarna biru gelap. Kemudian Mama juga memakaikan lipstick tipis berwarna baby pink.

“Nah… kalo gini baru cantik.”

Iluv menatap bayangannya di cermin meja rias Mama. Memang terlihat jauh lebih baik daripada dandanannya tadi yang lebih menyerupai badut. Namun, wajah Iluv terlihat lebih tua daripada usia sebenarnya. Dia jadi tampak berusia sembilan belas tahun.

“Ma… kayaknya aku balik pake minyak telon sama bedak bayi aja deh…”

Nonono…” tolak Mama langsung. “You’re looking beautiful.”

“Dan lebih tua,” sambung Iluv sambil manyun.

Mama tidak memperdulikan raut wajah Iluv. Beliau mengamati penampilan Iluv dengan lebih seksama.

And the last…” Mama keluar dari kamarnya menuju kamar Iluv. Kemudian beliau kembali dengan seragam asli milik Iluv. “Nih…”

Iluv mengambil seragam dari tangan mamanya dengan hati berbunga-bunga. Tanpa membuang waktu dia langsung ganti seragam. Kalau begini, Ranti tidak punya alasan untuk ngomel. Dia tinggal bilang, ‘Mama yang nyuruh ganti’, dan beres. Sambil bersenandung riang, Iluv siap memulai harinya di babak kedua. Pendekatan.

^^.

Iluv melangkahkan kakinya menuju kelas dengan rasa cemas dan salah tingkah. Bagaimana tidak cemas kalau sejak dia turun dari mobil mamanya, (karena girangnya Iluv mau berubah, Mama yang biasanya punya seribu satu alasan untuk menghindar dari tugas mengantar Iluv, hari ini dengan semangat empat-lima, mengerahkan seluruh tenaga dan airmata haru melihat sang buah hati mulai ‘mekar’, dengan senang hati penuh sukacita mengantar Iluv ke sekolah) semua mata seakan menatapnya heran.

Baru saja selangkah melewati ambang pintu, Yayan menepuk pelan bahu Iluv. Iluv menoleh. Yayan, yang tadinya ingin berbicara, ternganga lebar melihat penampilan Iluv. Dia menelan lagi semua kata-kata yang akan diucapkan sambil menahan tawa. Iluv, yang sudah hapal seluruh ekspresi menyebalkan yang dimiliki wajah Yayan, langsung manyun.

“Kenapa?” tanyanya ketus.

Yayan membekap mulutnya agar tidak tertawa dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang dahi Iluv.

“Apaan sih?” semprot Iluv seraya menepis tangan Yayan.

“Lo sakit ya?” tanya Yayan geli.

Iluv mendengus seraya berbalik, kemudian berjalan menuju bangkunya. Yayan mengikuti langkah gadis itu sambil tetap menahan geli. Berpasang-pasang mata penghuni kelas X.4 menatap Iluv dengan sorot antara teperangah, kaget, dan tidak percaya.

“Lho? Kok bukan bau minyak telon?” komentar Didon, teman sebangku Yayan, saat Iluv melewati bangkunya.

Iluv meletakan tas di mejanya yang berada tepat di belakang bangku Didon.

The Sweet Baby, udah gede…” ledek Made, cowok manis berdarah Bali yang jahilnya naudzubillah. Hobi yang paling sering dilakukannya adalah menggoda Iluv tanpa alasan yang jelas. Padahal, banyak cewek yang lebih sweet daripada Iluv, namun dia tetap paling suka menggoda gadis itu. Ada kabar yang menyatakan kalau sebenarnya Made naksir Iluv. Tapi karena tidak kesampaian, dia hanya berani menggoda dan meledek Iluv. Mendengar itu, Made membantahnya habis-habisan. “Emang aku fedofil sampe naksir bayi?” ucapnya waktu ditanya tentang hal itu.

“Diem deh!” semprot Iluv jutek.

Dari awal masuk SMA, Iluv langsung anti untuk berhubungan dengan Made. Dari tampangnya saja sudah kelihatan kalau dia adalah tipe anak nakal yang hobi cari sensasi dengan melakukan kejahilan yang sebenarnya sangat tidak penting. Awal-awal sih hanya Iluv yang langsung menangkap radar ‘tidak beres’ pada diri Made. Teman sekelasnya yang lain malah bersimpati dengan cowok itu karena dia pintar mengambil hati. Dengan topeng bersedia menjadi tempat curhat bagi teman-teman yang sedang bermasalah, Made mendapat banyak informasi tentang hal-hal yang tidak mereka sukai. Dengan modal informasi itu, sekitar sebulan setelah tahun ajaran dimulai, Made mulai mengeluarkan taringnya.

Aksi perdana Made dimulai dengan memberi ‘kejutan’ untuk Giza, cewek paling pendiam di kelas. Sebuah bingkisan berisi sekitar sepuluh cacing tanah diletakannya di atas meja gadis itu. Giza yang sangat takut, atau jijik, dengan cacing, sampai demam beberapa hari saking terkejutnya atas ‘kejutan’ itu. Tidak ada yang menganggap lucu hal itu, termasuk Made sendiri. Karena merasa sangat bersalah pada Giza, Made menjenguknya setiap hari selama gadis itu sakit atas ulahnya. Gara-gara hal itu, mereka sempat pacaran. Tapi tidak lama karena Giza harus ikut kedua orangtuanya pindah keluar kota. Semenjak pisah dari Giza, sifat jahil Made kembali muncul.

Korban keduanya adalah Safira. Cewek paling centil seangkatan mereka. Baru kelas awal, tapi tingkah dan lagaknya seakan sudah menjadi penguasa di tempat itu. Angkuhnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Made berhasil dengan sukses memasukan sekitar sepuluh tikus putih ke dalam tas gadis itu sampai dia berteriak histeris. Bukan hanya itu. Made juga berhasil meletakan seekor tikus di atas rambut Safira sampai gadis itu nyaris pingsan saking takutnya. Besoknya, dia langsung pindah sekolah. Untuk kejahilannya kali ini, Made mendapat sambutan hangat dari teman-temannya. Walaupun sempat dihukum membersihkan WC selama sebulan penuh, Made tidak merasa menyesal. Dia malah puas sudah berhasil mengusir Ratu Angkuh itu.

Selanjutnya, sudah tidak terhitung korban-korban berjatuhan akibat ulah tengil Made yang kadang menyebalkan, namun ada saat-saat tertentu yang membuat tingkahnya malah menarik. Dia pernah mengolesi bangku Disa dengan saos, sampai gadis itu dikira ‘bocor’. Dia melakukannya hari kamis, saat mereka memakai seragam batik dengan bawahan celana atau rok putih. Jelas, warna saos yang merah itu terlihat seperti ‘tamu tak diundang’ jika menempel di bagian belakang rok perempuan. Hukuman yang diterima Made saat itu hanya semprotan dasyat dari Disa yang cerewetnya minta ampun plus percikan-percikan hujan lokal dari mulutnya.

Made juga pernah mencoret wajah Gio dengan spidol warna-warni saat cowok tambun itu tidak sengaja ketiduran di kelas. Gio, yang tidak sadar wajahnya dicoret, tetap pulang dengan santai seperti biasa. Dia juga tidak sadar kalau banyak mata menatapnya sambil terkikik geli. Besoknya, di sekolah, dia baru ngamuk-ngamuk dengan Made sampai nyaris menghancurkan isi kelas. Sambil nyengir lebar, Made mengucapkan maaf seratus kali, sesuai perintah Gio. Yah… itu lebih baik daripada Gio mematahkan tulang-tulangnya. Bagi raksasa seperti Gio, hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membuat badan krempeng Made hancur lebur.

Banyak lagi kejahilan yang dilakukan cowok itu. Seluruh teman sekelasnya pernah merasakan ‘hadiah’ hangat penuh ‘kasih’ dari bocah edan itu. Dan yang paling sering menjadi korban adalah Iluv. Kalau teman-temannya yang lain hanya kena satu kali, entah kenapa hanya Iluv yang seakan ‘rutin’ melahap kejahilan konyol Made. Mungkin karena hanya Iluv yang dari awal sudah tidak memberi muka untuk Made, makanya cowok itu lebih gencar melancarkan aksi ‘brutal’ pada Iluv. Oke, sebenarnya tidak brutal-brutal amat. Made tidak sampai berbuat yang terlalu kelewatan pada Iluv. Dia hanya melakukan keisengan-keisengan kecil seperti mengolesi lem tikus di bangku Iluv sampai roknya robek saat berdiri (untung saat itu Iluv memakai lapisan celana pendek di balik roknya), menempelkan kertas bertuliskan ‘Saya Belum Akhil Balig’ di belakang punggung, sampai menyembunyi-kan sepatu Iluv di tong sampah super bau saat mereka ditugaskan belajar di perpustakaan yang mengharuskan para siswa/siswi melepaskan sepatu kalau mau masuk, dan banyak hal lain. Salah satu yang rutin dilakukannya adalah memanggil Iluv dengan The Sweet Baby. Bagi orang lain mungkin terdengar manis. Tapi tidak bagi Iluv dan orang-orang yang tau siapa Made. Itu adalah sindiran karena Iluv lebih memilih memakai minyak telon yang membuatnya seperti bayi sepanjang masa. Made juga pernah menyindir dengan cara memberikan seperangkat alat makan bayi, lengkap dengan susu, bubur, serta biskuit bayi, saat Iluv berulang tahun. Dengan murka, Iluv melempar semua pemberian Made itu ke tong sampah, setelah diam-diam menyelamatkan biskuit dan bubur bayinya.

Cukup tentang kejahilan Made. Kalau mau dibahas sampai tuntas, bisa menghabiskan halaman. Padahal, dia kan bukan pemeran utama. Jadi, lanjut ke Iluv. Gadis itu sudah duduk dengan wajah dilipat simetris menjadi seribu lipatan dengan bibir manyun (Made yakin Iluv dapat mencium papan tulis tanpa meninggalkan bangkunya). Sementara mata-mata lain masih menatap Iluv dengan penasaran.

Tatapan penasaran para cowok pada Iluv berganti menjadi tatapan terpesona saat melihat sosok Jessi melangkah memasuki kelas mereka. Gadis angkuh itu berjalan dengan kepala terangkat menuju bangku Iluv. Tanpa permisi, dia duduk di atas meja Iluv.

“Ternyata, ada hasil juga lo ke salon kemaren. Mau mulai beraksi?” sindirnya.

Iluv berdiri. “Nggak sopan banget sih duduk di meja? Masih banyak bangku kosong kan? Nggak bisa liat ya?” omelnya.

Agne dan Friska mendorong Iluv sehingga kembali duduk. Keduanya melotot tajam sambil berkata, “Shut up!”

Yayan menghalau Agne dan Friska agar sedikit jauh dengan Iluv. “Santai, Neng. Jangan main keroyokan gitu dong. yang ada kepentingan kan Kepala Suku kalian, Nona Jessi ini. Kalian jangan ikut campur dulu kalo dia nggak nyuruh.”

“Lo yang jangan ikut campur!” bentak Jessi seraya berdiri dan mendorong Yayan cukup keras hingga menabrak meja di belakangnya.

Yayan meringis, merasakan pinggangnya lumayan sakit.

“Lo bener-bener yakin bisa menangin taruhan ini?” serang Jessi pada Iluv.

“Kenapa nggak? Aku nggak akan nyerah buat ngelawan kamu dan buat dapetin Vedo!”

Great!” sinis Jessi. “Waktu lo tinggal tiga minggu lagi. Tepat di malam pensi, lo harus berhasil jadian sama Vedo. Kalo nggak, lo tau kan artinya?”

“Aku kalah!” jawab Iluv semangat, seakan menjawab pertanyaan berhadiah satu milyar.

Jessi tersenyum mengejek. “Cewek tolol,” hinanya seraya berjalan keluar, diikuti dua kroni setianya, Agne dan Friska.

“Oh… jadi kamu berubah gini karena taruhan sama si Ratu Buaya itu?” tanya Disa. “Kamu nggak takut ngelawan Jessi? Kamu tau kan dia tuh siapa? Yah… bisa dibilang penguasa sekolah ini lah. Ayah dia kan pengusaha sukses yang jadi donatur tetap sekolah ini. Aku tau ayah kamu juga salah satu donatur, tapi nggak se-eksis ayahnya kan? Nah, kalo saran aku mending kamu batalin aja deh taruhan itu. Mau berubah kayak apapun, mustahil buat dapetin Vedo. Banyak cewek yang dari sono udah cakep aja tetep nggak bisa dapetin dia. Apalagi yang standar kayak kita? Apalagi kamu. Kamu tuh lebih cocok jadi adeknya Vedo. Soalnya, kamu tuh masih kayak anak kecil banget. Wajar sih kalo Made manggil kamu baby. Parfum aja minyak telon. Padahal, hari gini udah banyak parfum-parfum keren. Kalo nggak bisa beli yang harganya ratusan ribu, kamu kan bisa beli yang dua puluh atau tiga puluhan. Nggak usah yang bermerek. Kalo aku sih pake parfum J.Lo. Secara, aku tuh ngefans banget sama…”

CUT!” teriak Made. “Kayaknya aku salah ngoles saos di bangku kamu. Seharusnya, aku oles di mulut kamu biar bisa berenti ngoceh. Heran deh. Ngomong nggak capek-capek.”

Sebelum Disa membalas ucapan Made, Yayan lebih dulu menengahi.

“Ribut di luar sana! Suara kalian tuh nggak bagus buat kesehatan telinga.”

Tiba-tiba muncul Ranti. Didon, yang naksir Ranti, langsung berdiri dan pasang pose sok cool sambil menatap terpesona pada Ranti.

“Pagi, Ranti,” sapa Didon. “Hari ini kamu makin cantik daripada kemaren-kemaren. Rambut kamu dikuncir, seragam rapi, dan…” dia menghirup udara di sekitar Ranti. “Hm… bau vanilla. Sweet kayak orangnya.”

Ranti senyum seadanya pada Didon, lalu menatap Iluv. Dia memekik pelan. “Ya ampun! Aku nggak nyangka kalo kamu langsung bisa dandan. Coba berdiri,” perintahnya semangat.

Iluv menurut. Ranti memutar-mutar tubuh Iluv sambil berdecak kagum.

“Yup! Kita bisa mulai beraksi narik perhatian Vedo.”

Didon menyentuh bahu Ranti dengan mata berkaca-kaca. “Ranti, my little sweetie, kamu suka Vedo juga ya?” tanyanya dengan mimik khawatir.

“Hah?” Ranti melongo. “Emang aku tadi ngomong kalo aku suka Vedo?”

“Ta… tadi…” Didon memegang dadanya dramatis. “Kejamnya cinta…” ucapnya sedih. “Ranti, kalo Vedo emang bisa membuatmu bahagia, aku rela kamu memilih dia. Tapi, kalo dia nggak bisa bikin kamu bahagia, aku masih menunggumu.”

“Woy! Udah sinting ya?” ledek Yayan sambil mendorong kepala Didon.

Ranti menatap Didon dengan tatapan aneh. Sebenarnya dia sudah tau kalau Didon memang sering aneh. Tapi, kali ini benar-benar aneh. Lebih mirip orang sinting, memang.

“Aku nggak suka kok sama Vedo. Cuma sekedar kagum karena dia jago bola, smart lagi. Kan jarang tuh cowok jago olahraga sekaligus punya otak. Nggak sampe pengen jadi pacar dia.”

Mata Didon berbinar-binar bahagia. “Jadi, kesempatan buat aku masih ada?”

“Ng…” Ranti menggaruk tekuknya. “Liat nanti ya…” ucapnya. Kemudian dia kembali menatap Iluv. “Kita mulai pas istirahat ya. Penampilan kamu nggak boleh ancur sebelum ketemu Vedo. Ngerti?”

“Kayaknya nggak mungkin deh,” sambung Yayan. “Jam pertama sama kedua kan olahraga.”

^^.

Iluv mengumpat dalam hati. Dia benar-benar kesal. Sudah susah payah bangun pagi, membiarkan wajah mulusnya diacak-acak make up dengan tujuan menarik perhatian Vedo. Eh, malah hancur sebelum sempat bergerak. Mana ada bedak yang masih bisa menempel di wajah setelah dua jam pelajaran berjemur di lapangan sambil berolahraga. Sialnya, kali ini olahraganya adalah lari lima putaran lapangan sepak bola. Sambil menggerutu, Iluv berlari pelan. Setelah selesai, dia duduk-duduk di tepi lapangan sambil mengamati teman-temannya yang belum selesai.

“Huh! Tau gini, nggak mau aku dandan. Rusak semua make up aku!”

“Hai…”

Iluv menoleh dengan masih cemberut. Ekspresi wajahnya langsung berubah bengong saat melihat yang menegurnya adalah… Vedo. Yup! Orlando Vedora.

“H… hai…” balas Iluv gagap.

Tanpa permisi, seakan sudah tau jawaban yang akan diberikan Iluv kalaupun dia minta izin, Vedo duduk di samping Iluv.

“Kayaknya kamu capek,” ucap Vedo seraya menyerahkan sebotol air mineral pada Iluv.

Dengan tampang tolol, Iluv mengambil botol minum dari Vedo.

“Ma… makadih… eh, makasih…” ucapnya dengan wajah merah.

Vedo tersenyum simpul. “Sendirian nih?”

Iluv menggeleng. Matanya masih tertancap dengan sorot terpesona ke arah Vedo. “Tuh… temen-temen aku masih pada lari…”

Vedo tertawa pelan. “Iya juga ya?”

Iluv makin mupeng. Beberapa teman sekelasnya, terutama yang berjenis kelamin perempuan, langsung mendekati Iluv. Tujuan mereka yang sebenarnya tentu saja mendekati Vedo.

“Luv, kamu tadi udah selesai pinjem tip-ex aku?” tanya si centil Disa.

“O iya, Luv. Buku cetak kamu yang kemaren lupa aku bawa,” tambah Dewi.

“Buku cetak apaan?” tanya Iluv bego.

“Itu… tentang apa ya? Ng… o iya… buku tentang tanaman hias.”

“Emang aku punya?”

Dewi melotot ke arah Iluv. Namun, dia kembali tersenyum manis saat menatap Vedo.

“Mau tisu, Luv?” tawar Gena.

“Nih, minum aku. Kayaknya kamu masih haus banget deh, Luv,” ujar Cici.

Iluv menatap tingkah teman-temannya dengan raut tolol. Baru kali ini teman-temannya begitu baik dan perhatian padanya. Yang lebih membuatnya heran, mereka semua menyebut namanya, tapi mata mereka malah menatap Vedo yang sekarang mulai tampak tidak nyaman.

“Ng… ntar ngobrol lagi deh,” ucap Vedo seraya berdiri. “Bye…” pamitnya.

Cewek-cewek itu, termasuk Iluv, menatap langkah Vedo yang menjauh masih dengan wajah terpesona. Hening.

Satu… dua… tiga… DOOOR!!!

“ILUUUUVV!!!” teriak cewek-cewek itu histeris.

Iluv menutup telinganya. Teriakan teman-temannya ini benar-benar dasyat. Gendang telinganya bisa pecah kalau tidak diselamatkan. Tanpa berniat meladeni mereka, Iluv berlari menjauh.

No comments: