Friday, April 5, 2013

Antara Wonderfully Stupid & Lovhobia

*ngetik postingan ini dengan mata segaris. maap buat segala kekurangan. nanti kalau ada waktu dan mata lebih seger, yang kurang bakal dibenahi*

Mari kita mulai.

Beberapa waktu yang lalu, sepupu yang ada di Jambi ngirim BBM, bilang kalau dia udah baca Lovhobia dan ceritanya bikin dia nangis. Beberapa hari sebelumnya, ada juga temen yang cerita lewat DM bilang hal yang sama, ceritanya bikin nangis. Setelah itu, ada lagi yang mention di twitter dan ngasih tanggapan sama.

Reaksiku atas semua tanggapan itu rata-rata sama. Nanya, bagian mana yang bikin nangis? Dan jawaban mereka pun rata-rata sama (gak mau spoiler. Baca sendiri ya :p)


Sebelum mulai ngoceh panjang lebar, aku mau ngucapin makasih banget banget buat Mbak Ikhdah sama Mbak Dila, editor kece, yang ikut mengurusi anak keduaku itu. Tanpa campur tangan mereka, khususnya Mbak Ikhdah, mungkin air mata yang baca gak sampe keluar. Ya, editor itu pahlawan tanpa tanda jasa buat penulis :')


Lanjut.

Karena cerita Wonderfully Stupid dan Lovhobia ini, bisa dibilang, berhubungan, banding-membandingkan pun gak luput. Dari hasil laporan dan kepo dikit-dikit, ada yang lebih suka Wonderfully Stupid, ada juga yang lebih suka cerita Lovhobia. Karena itu, aku mau coba mengupas sedikit tentang dua novel unyu-ku itu dan apa perbedaan serta kelebihan masing-masing dari mereka. Cekidot!


1. Wonderfully Stupid

Naskah awal novel ini, kayak yang udah pernah aku bilang, kali pertama aku tulis waktu masih kelas 2 SMA. Atau kelas XI. Terserahlah, samimawon. Kala itu, pikiranku masih dipenuhi berbagai hal indah seputar cinta masa remaja, dengan iming-iming masa SMA sebagai masa paling indah, dan semacamnya. Masa SMAku pas kelas itu, biasa aja. Gak kayak cerita di pilem-pilem yang kayaknya huwaw banget.

Flat. Datar. Karena gak bisa dapet kehidupan seru yang nyata, aku milih buat kabur ke dunia lain. Dunia tulis. Saat itulah Wonderfully Stupid lahir.

Konflik yang aku angkat di sini, konflik yang kemungkinan besar pernah di alami abege mana pun. Seorang cewek yang naksir sahabatnya, tapi bertepuk sebelah tangan, sementara ada cowok lain yang naksir dia, tapi diabaikan. Simpel. Terus, apa bedanya sama cerita sejenis yang lain?

Sadar dengan temaku yang biasa, aku harus cari cara biar novel ini menarik dan beda dari cerita yang udah ada. Buat yang baca, pasti kenal dengan sosok Arsen, karakter utama yang, bisa aku bilang, berperan penting di novel ini. Bukan cuma di cerita, tapi juga 'lihai' merebut hati pembaca. Kalian tau, gak ada yang lebih membahagiakan bagi penulis dibanding saat dia tau kalau karyanya dihargai dan disukai. Di sini kayaknya aku wajib, kudu, mesti, berterima kasih sama semua temen-temen pembaca, yang rela meluangkan waktunya buat baca tulisanku. Aku selalu senyum sendiri tiap ada temen-temen yang mention, bilang dia udah baca novelnya dan suka sama Arsen. Banyak juga yang nanya, Arsen itu beneran ada atau gak. Bahkan, pernah ada yang laporan kalau ada yang bikin akun twitter si Arsen itu (lupa akunnya apa. Cari ajalah "Andersen Jade Calvin", kalo berminat :p). Dan itu, bener-bener bikin seneng *selain pas royalti cair* hahaha.

Selain itu, Wonderfully Stupid juga menyuguhkan ending yang mengejutkan dan manis. Apakah itu? Baca dong makanya :D


2. Lovhobia

Beda sama Wonderfully Stupid yang aku tulis waktu, yah anggap saja, masih abege, Lovhobia kali pertama aku tulis di tahun kedua kuliah, sekitar semester 4 atau 5. Di sini, pola pikirnya sudah lebih beda. Aku gak cuma mikirin tentang cinta anak muda *eaaa, bahasamu*, tapi juga tertantang buat mengusung konflik yang sedikit lebih serius.

Yang pertama, cari tema besar. Apa masalah yang mau diambil? Tentang cowok yang takut jatuh cinta. Kenapa dia bisa takut jatuh cinta? Kalau dibikin karena dia pernah patah hati, menurutku jatuhnya gak beda dengan konflik di Wonderfully Stupid, berkisar antara kisah cinta sejoli yang masih muda. Supaya lebih cetar menggelegar badai, aku coba usung masalah yang lebih serius. Apa itu? Masalah keluarga. Gak ada hal traumatis yang lebih ditakutin anak-anak dibanding lihat hubungan orangtuanya yang gak harmonis. Dan inilah yang dialami sosok Gefan, tokoh utama di novel ini.

Terus? Gak ada cinta-cintaannya dong? Tentu ada. Aku spesialis cerita romance (ngasih julukan buat diri sendiri, biarin aje), jadi bakal ngerasa ada yang kurang kalau gak ada cinta-cintanya. Cuma, kisah cintanya gak seunyu Arsen-Lanna. Tapi, maknanya lebih dalam. Tentang gimana caranya seorang cewek meluluhkan hati seorang cowok yang udah terlanjur gak percaya dan takut sama cinta.

Berarti, cerita cinta di Wonderfully Stupid gak bermakna dong? Lovhobia yang lebih bermakna gitu?

Kata siapa? Semuanya bermakna, cuma dengan cara yang beda. Semuanya tentang perjuangan cinta, tapi dengan penyajian yang gak sama.



Di Wonderfully Stupid, aku menyajikan cerita cinta sederhana lewat kegigihan Arsen memperjuangkan apa yang menurutnya layak diperjuangkan. Gak peduli itu bikin dia jadi bodoh, gak peduli apa aja yang harus dia lakuin, yang ada di kepalanya, terus berjuang buat dapetin Lanna. Juga kegigihan Lanna buat setia sama kebodohannya buat nunggu Ega, padahal cowok itu sudah ngasih pertanda jelas kalau dia gak ada rasa apa-apa. Tentang gimana akhirnya mereka luluh dan ngalah sama ego masing-masing, terus bisa jalan di satu jalur, beriringan. Happy Ending....

Di Lovhobia, aku menyajikan cerita cinta sederhana lewat kegigihan Aura narik Gefan supaya keluar dari dunia suramnya, supaya bisa percaya kalau semua manusia berhak jatuh cinta, berhak dicintai, gak peduli apa pun yang terjadi nanti, yang penting apa yang bisa mereka jalani sekarang. Tentang Gefan yang gigih sama prinsip dan pikirannya tentang cinta yang kejam. Tentang gimana akhirnya kekeras-kepalaan mereka mencair dan mau coba buat jalan bergandengan, bersisian. Happy Ending....



Ada satu saran dari aku buat temen-temen pembaca. Sebelum mulai baca Lovhobia, tutup Wonderfully Stupid. Buat sejenak, fokus ke Lovhobia. Karena kedua buku ini punya alur cerita yang cukup kontras. Meskipun berhubungan, mereka beda. Layaknya dua saudara yang punya kelebihan dan ciri khas masing-masing, gak peduli meskipun mereka dikandung oleh orang yang sama. Simpelnya, sebelum mulai baca Lovhobia, move on lah dari Wonderfully Stupid :))




Ps: Kalau ada yang nanya apa Lovhobia lanjutan Wonderfully Stupid, jawabannya iya dan gak. Cerita di Lovhobia emang lanjutan kehidupan para tokoh Wonderfully Stupid, tapi kalian gak harus baca berurutan karena gak bener-bener nyambung. Bukan model sekuel kayak Harry Potter atau Twilight Saga yang mesti dibaca urutan. Kalian bisa baca dari Lovhobia dulu, tapi akan lebih baik kalau baca Wonderfully Stupid yang pertama *teteup promosi*


Selamat Membaca :))


-Elsa Puspita-

3 comments:

Anonymous said...

lovhobia lebih keren lagi kalo arsen masih gonta ganti warna rambut lagi

Qonita's Dreamer said...

wonderfullystupid juga keren abis. benerbener wow deh. tapi penasaran ama lovhobia - nya jugaa.. congrats yaa

Illa said...

Kayanya saran kak Elsa benar.. Saya harus move on dulu dari Wonderfully Stupid, jujur kak, saya belum selesai baca lovhobia (mandhek tengah jalan). Bedha sama Wknderfully Stupid yang sekali baca tanpa skip wkwkwk