Bab 2
Mata Iluv melotot dan mulutnya menganga lebar melihat daftar yang dibuat Ranti.
Kiat Sukses memenangkan taruhan Princess Luvita vs Jessica Alverita:
A. Langkah Awal: PERUBAHAN
B. Langkah Selanjutnya: PENDEKATAN
C. Langkah Akhir: PENYELESAIAN
A. Perubahan:
Hal-hal yang harus dilakukan:
a) Permak fisik: ke salon, manicure, pedicure, luluran, facial, dll. Singkatnya, melakukan perawatan seluruh tubuh.
b) Permak sifat: perbaiki cara ngomong, tingkah laku, cara jalan, gaya berpakaian, dsb. Tampil semaksimal mungkin agar terlihat sejajar dengan target.
B. Pendekatan:
Hal yang harus dilakukan: mengetahui secara menyeluruh, dari hal besar sampai yang mendetail tentang target. Ini memudahkan kita untuk menarik perhatian target dan mendekatkan diri dengannya.
Langkah awal: buat agar target menyadari keberadaan kita. Dengan begitu kita bisa memulai aksi pendekatan.
Langkah kedua: jika sudah mulai sering ngobrol, mulai ajak target jalan. Bisa dimulai dengan pura-pura minta temani ke toko buku, atau ke tempat yang disukai target.
PS: Jangan terlalu agresif. Kalo target sudah menolak ajakan awal, pakai strategi lain yang lebih memungkinkan untuk nggak ditolak.
C. Penyelesian:
Kemungkinan besar lawan mengincar malam pensi yang jatuh ± 30hari lagi. Saat itu merupakan perjuangan terakhir kita. Kita harus benar-benar tampil maksimal dan tunjukan pada lawan kalo kita nggak serendah yang dia pikir selama ini. Biarkan target yang memutuskan hasil akhir.
GANNBATE!!!
(by: Feranti Claudia [Ranti] & Driyan Anggara [Yayan])
“Yayan beneran ikut nyusun?” tanya Iluv tidak percaya, mengingat waktu kemarin mereka kumpul di rumahnya, Yayan hanya ngemil, nonton TV, main PS, dan chatting. Iluv juga masih ingat Yayan sempat ketiduran saat dia dan Ranti sedang sedang seru-serunya berdiskusi.
“Iya. Dia bantuin aku ngabisin makanan. Sama kayak yang dilakuin di rumah kamu. Dia cuma ngabisin stok cemilan aku, ngacak-ngacak rak kaset PS aku, yah… hal-hal yang biasa dilakukan seorang Yayan,” semprot Ranti.
“Trus? Kok nama dia ditulis juga?”
“Yah… sebenernya aku nggak minta ditulis. Aku cuma ngomong, kalo nama aku nggak ditulis, berarti aku nggak diajak dalam misi kalian ini. Itu tandanya aku nggak usah repot-repot nganter kalian ke mana-mana,” jelas Yayan sambil nyengir.
Ranti tidak menanggapi Yayan. Dia mengambil kertas dari tangan Iluv dan kembali mengamatinya.
“Hari ini kita mulai ngapain?” tanya Iluv.
“Tunggu dulu…” ucap Ranti. Matanya masih fokus pada kertas. “Kayaknya, lebih enak kalo ngelatih kepribadian dulu, baru ngurusin fisik. Betul nggak, Yan?”
Yayan ikut mengamati kertas tersebut. “Iya. Mending kepribadian dulu. Fisik dia kita ubah waktu mau masuk ke langkah kedua, pendekatan.”
Ranti mengeluarkan binder-nya. “Nih, gue udah susun jadwal. Tapi, kayaknya harus diubah dikit,” ucapnya seraya mulai sibuk menulis.
Mereka bertiga sedang duduk di kelas Ranti, X.1. Kelas itu berhadapan dengan kelas XII IPA 3. Saat Ranti masih sibuk menulis, iseng Iluv menoleh ke luar kelas, tepatnya ke arah kelas XII IPA 3. Senyumnya langsung tersungging saat melihat sosok Vedo keluar dari kelas itu bersama beberapa temannya. Dari arah mereka berjalan, Iluv tau mereka menuju kantin.
“Ran, lanjutin di kantin yuk. Laper nih…” ajak Iluv.
Ranti menatap Iluv, kemudian ganti menatap Yayan. Lalu dia menutup binder-nya.
“Yuk, deh. Aku juga laper,” jawabnya.
Iluv lebih dulu keluar kelas, disusul Ranti dan Yayan.
“Kamu tau kan alasan dia tiba-tiba pengen ke kantin? Kok nurut?” tanya Yayan pada Ranti.
“Biarin aja dia cuci mata. Kalo udah bener-bener ngejalanin langkah pertama, dia nggak akan bisa lagi kayak gini. Aku bakal bener-bener kurung dia biar siap ngadepin Vedo.”
“Maksudnya?”
Ranti mengibaskan tangannya. “Liat aja nanti. Kamu pasti…”
PRANG!
Ranti dan Yayan kompak menoleh ke depan. Celaka seratus tiga belas! Di hadapan mereka, Iluv baru saja bertabrakan dengan Vedo yang sedang membawa makanannya untuk mencari bangku. Parahnya lagi, piring berisi nasi goreng yang dibawa cowok itu terjatuh dan pecah. Bukan hanya itu. Setengah dari es jeruk yang dibawa Vedo juga membasahi kemaja putihnya.
“M… m… ma… maaf…” pinta Iluv terbata-bata.
Dan… seakan belum lengkap, sosok Jessi dengan kroninya bergabung di area pertempuran. Wajahnya terlihat puas saat melihat kesalahan fatal yang sudah dibuat Iluv terhadap Vedo. Dia tersenyum meledek ke arah Iluv yang nyaris menangis, lalu dengan raut kaget yang sangat dibuat-buat, dia ganti menatap Vedo.
“Ya ampun! Baju kamu jadi kotor gini!” ujarnya seraya mengelap baju Vedo dengan tisu. “HEH!” Jessi melabrak Iluv. “Kalo jalan tuh liat-liat dong! Jangan asal tubruk sana-sini! Nggak liat baju Vedo jadi kotor gini?”
“Sori…” Yayan maju. Dia tidak tega juga melihat mata Iluv berkaca-kaca karena bentakan Jessi dan tatapan maut Vedo. “Iluv emang salah. Tapi nggak harus main bentak kan? Dan juga, yang berhak ngomel tuh Kak Vedo, bukan kamu.”
“Karena Vedo cuma diem, makanya gue yang gantiin dia nyemprot temen lo yang nggak punya otak itu!”
“HEH!” Yayan mendorong bahu Jessi cukup keras. “Jangan mentang-mentang anak kelas tiga dan kami anak kelas satu, kamu pikir aku takut ngelawan kamu!”
“Lo berani?” tantang Jessi naik pitam.
“Norak amat sih?” serang Vedo dingin sebelum Yayan kembali bersuara. Suaranya amaat dingin, sedingin kutub utara. “Masalah sepele aja mau dibesarin,” sambungnya seraya melepas kemejanya hingga sekarang dia hanya memakai kaos oblong warna putih. Dia menatap Iluv. “Lain kali jangan asal sradak-sruduk. Beruntung lo nabrak gue. Kalo nenek sihir ini yang lo tabrak, bisa sampe presiden urusannya.”
Wajah Jessi memerah, semerah tomat yang kelewat matang. Bukan hanya malu, dia juga marah karena Vedo terkesan memihak Iluv.
“Nafsu makan gue ilang. Gue cabut,” pamit Vedo pada teman-temannya seraya berjalan meninggalkan kantin.
Sepeninggal Vedo, Jessi berdiri tepat di depan Iluv. Di belakang Iluv, Yayan dengan sigap melindunginya, jaga-jaga kalau Jessi melakukan kekerasan.
“Liat aja lo ntar! Kalo kalah, bukan cuma nggak bisa dapetin Vedo. Gue juga bakal bikin lo nyesel pernah cari masalah sama gue. Juga lo berdua!” tunjuknya pada Ranti dan Yayan.
Ranti melotot. “Takut deh aku…” ledeknya. Jelas saja Ranti tidak takut. Sama seperti Jessi yang ayahnya donatur tetap SMA ini, ayah Ranti juga donatur utama. Bahkan, pendiri SMA Ganesha ini adalah kakek Ranti dari pihak ibunya, Yang sekarang menjadi ketua yayasan adalah om-nya. Memang tidak ada yang tau hal itu, termasuk para guru dan staf TU, bahkan Kepala Sekolah. Ranti hanya memberitahu hal itu pada Iluv dan Yayan yang merupakan sahabatnya dari kecil. Sangat bertolak belakang dengan Jessi yang memang menginginkan satu sekolah tau kalau ayahnya berperan penting dalam kemajuan sekolah dengan tujuan menjadi penguasa.
“Lo juga nantangin gue?” bentak Jessi.
Ranti tidak menjawab. Dia melengos, lalu menarik Iluv meninggalkan kantin. Yayan menyusul mereka.
“Ati-ati, Jess. Kalo cewek yang nantang lo sama yang cowok emang nggak ada apa-apanya. Tapi, nggak sama cewek yang satunya. Gue denger, bokap dia pengusaha besar. Gue juga denger kalo bokapnya tinggal di luar negeri,” jelas Agne.
Jessi menatap punggung Ranti yang menjauh. “Pantes dia berani nantang gue. Ternyata dia nggak cuma modal nyali.”
Sementara itu, Vedo yang sebenarnya masih berdiri di dekat kantin, menatap sosok Iluv, Ranti, dan Yayan yang berjalan menjauh. Senyum kecil tersungging di bibirnya. Hatinya tiba-tiba diliputi suatu kesenangan. Sesuatu yang selama tiga tahun terakhir tidak dimilikinya. Vedo merasa debar aneh di dadanya.
“Apa gue mulai bisa jatuh cinta lagi?” batinnya sambil terus menatap tiga sosok yang makin menjauh itu.
^^.
“Kita bener-bener nggak bisa santai!” ucap Ranti semangat. “Sekarang bukan cuma kamu yang terlibat, Luv. Aku sama Yayan juga udah jadi inceran dia. Hari ini kita mulai Pelatihan Kepribadian kamu.”
Ranti, Iluv, dan Yayan sedang berkumpul di rumah Iluv, tepatnya di ruang TV. Yayan asik tidur-tiduran sambil nonton DVD film Pirates of The Caribbean, The Curse of The Black Pearl. Ranti dan Iluv tidak memperdulikannya. Iluv sebenarnya ingin ikut nonton. Apalagi Orlando Bloom sudah menjadi idolanya sejak dia masuk SMA, tepatnya sejak dia naksir berat sama Orlando Vedora alias Vedo. Tapi, kalau dia melaksanakan keinginannya, Ranti pasti tidak segan-segan mencincangnya dan memecatnya sebagai sahabat saat ini juga. Ya iyalah! Gadis emosional plus darah tinggi seperti Ranti, tidak mungkin memaafkan kalau Iluv asik-asik nonton sementara dia sibuk memikirkan strategi menjatuhkan Jessi sekaligus mendapatkan Vedo. Padahal, jelas-jelas ini adalah kepentingan Iluv. Kalau saja dia mengambil tindakan pintar dengan menolak tantangan Jessi, walaupun dengan resiko dicap pengecut, setidaknya hidup mereka akan tetap aman, damai, sentosa, dan terkendali.
“Yan! Nyalain musik aja! Nggak asik banget sih kamu? Kalo musik kan kita bisa denger semua,” protes Iluv. Wajahnya benar-benar mupeng melihat sosok William Turner yang diperankan oleh bintang pujaannya.
“Bilang aja lo pengen ikut nonton,” ledek Yayan tepat sasaran.
Iluv cemberut. Dia kembali berusaha fokus pada semua omongan Ranti. Sesekali dia juga curi pandang ke layar TV, dan tidak berhasil menyembunyikan raut irinya saat melihat wajah cantik Keira Knightley, si pemeran Elizabeth Swann.
“Coba aku cantik kayak Keira.”
“ILUV!” teriak Ranti histeris. Gimana nggak histeris kalau dia sudah menerangkan panjang lebar sampai mulutnya berbusa lebih heboh daripada deterjen manapun, sementara Iluv, yang diberi pengarahan, malah menatap layar TV dengan mupeng. Ranti sangat yakin kalau Iluv tidak menangkap apapun yang dikatakannya. “Yayan! Matiin TV-nya. Kalo pun mau nonton, jangan film yang ada bau si Orlando bloon itu! Kamu nonton berita aja biar Iluv nggak ikut nonton.”
“Lho? Kok gue yang dihukum sih, Ran,” protes Yayan
“Orlando Bloom, Ranti! Bukan bloon!” protes Iluv.
“Pokoknya matiin TV-nya, dan kamu, Iluv, kalo nggak mau dibantu bilang aja. Aku pulang sekarang!”
“Iya… iya… maaf…” pinta Iluv.
“Emosian banget sih?” sambung Yayan sambil mematikan TV dan DVD player. Kemudian dia berdiri. “Pulang ah. Kalian lagi nggak asik diajak main.”
“Selangkah kamu ninggalin tempat ini, jangan harap aku mau temenan sama kamu!” ancam Ranti.
“Aku juga!” Iluv ikut-ikutan.
Yayan kembali duduk dengan wajah dongkol. “Dasar cewek-cewek egois! Aku ngapain di sini? Cuma jadi kambing congek sementara kalian nyusun strategi buat jatuhin si Ratu Buaya sama Mr. Perfect itu?”
“Pokoknya, selama misi ini dijalanin, kamu nggak bolah jauh dari aku sama Iluv.”
Yayan bangkit, lalu tidur-tiduran di sofa.
“Nah, pertama aku mau memperbaiki cara kamu senyum. Coba sekarang senyum,” perintah Ranti.
Iluv menarik bibirnya ke atas dengan paksa.
“Duuuhhh! Jangan kayak gitu. Senyum biasa aja. Jangan terpaksa.”
Iluv kembali tersenyum. Tapi, malah jadi seringaian yang sangat tidak enak dilihat. Yayan membekap wajahnya dengan bantal agar Ranti dan Iluv tidak melihatnya menahan tawa.
“Senyum, Iluv. Smile!” bentak Ranti. Lalu dia tersenyum kecil. “Gitu! Bukan menyeringai, tapi tersenyum.”
“Nggak bisa, Ranti!”
“Ihhh…” Ranti menarik kedua pipi Iluv ke atas dengan gemas. “Gini!”
“Aaaww! Sakit tauuu!!”
Tawa Yayan yang mati-matian ditahan pun akhirnya pecah. “GOKIL! Kalian tuh konyol banget tau nggak? Masa senyum aja pake dilatih segala? Kalo emang ada hal yang lucu, pasti bisa senyum sendiri kok!”
“Kamu baru berapa hari sih kenal Iluv? Kalo ada hal yang lucu dikiiiiiit aja, yang jayus bin garing sekalipun, nih anak pasti ngakak kayak orang sinting! Mana mungkin sekedar senyum. Aku malah nggak pernah liat senyum dia. Kalo nyengir nyebelin udah sering. Makanya perlu dilatih!”
“Hmmph…” Yayan kembali menahan tawa. “Yang perlu berlatih senyum tuh kamu, Ran. Jangan marah-marah terus. Cepet tua ntar.”
“Diem ah! Bantuin nggak, bikin kacau terus!”
“Yee… yang ngelarang aku pulang siapa?”
Ranti tidak menanggapi Yayan. Dia kembali fokus pada Iluv. “Selama dalam misi ini, kamu harus ngontrol ketawa. Bukan berarti nggak boleh ketawa. Ketawa, tapi yang anggun. Kalo ada hal-hal lucu, jangan ngakak apalagi sampe pegang-pegang perut. Cukup senyum kecil. Kalo berhasil, kamu udah selangkah lebih maju buat jadi cewek anggun.”
“Ran, nahan ketawa tuh lebih susah daripada nahan kentut!” protes Iluv.
“Aku nggak nyuruh kamu nahan ketawa, tapi MENGONTROL ketawa kamu biar nggak ngakak.”
“Gimana caranya?”
Ranti menghela nafas kesal. “Yan, kamu ada kaset film Mr. Bean nggak?” tanyanya.
“Kok nanya Yayan? Aku punya kok! Lengkap malah!” protes Iluv.
“Bukannya kamu pinjem punya Yayan?”
“Yayan kale yang minjem punya aku.”
Yayan cuma nyengir. “Otak kamu kayaknya capek deh, Ran. Makanya udah nggak bisa bekerja normal. Mending kamu nyegerin otak. Refreshing, gitu. Jadi nggak butek.”
“Makanya gue minta film Mr. Bean. Ada nggak?” semprot Ranti.
“Ambil, Yan,” perintah Iluv.
Walau dongkol mendengar nada perintah Iluv, Yayan tetap berdiri dan melangkah menuju kamar Iluv. Tak lama kemudian, dia kembali ke ruang TV dengan tumpukan kaset.
“Mau nonton yang mana, Ran?” tanya Yayan.
“Tentang tahun baru aja!” usul Iluv.
“Terserah. Yang penting puter kasetnya sekarang.”
Yayan memasukan kaset itu ke dalam DVD player. “Kamu aneh banget sih? Tadi larang aku nonton. Sekarang malah nyuruh nonton. Si Iluv kan fans setia Mr. Bean. Kalo si Orlando Bloom yang baru jadi idola aja dia nggak bisa nahan, apalagi Mr. Bean?”
“Diem deh. Nonton aja,” perintah Ranti.
Baik Yayan maupun Iluv tidak ada lagi yang berkomentar. Dalam sekejap, mereka sudah asik nonton dan terbahak heboh. Terutama Yayan dan Iluv. Sementara Ranti menatap TV dan Iluv bergantian. Tiba-tiba, saat Yayan dan Iluv masih tertawa dengan semangat, (heran deh! Padahal Mr. Bean tuh sudah di putar berjuta-juta kali, bahkan sampai kasetnya lecet-lecet. Tapi, maniak seperti Iluv dan Yayan masih tetap tertawa, yang menurut Ranti, sangat berlebih.) Ranti menekan tombol pause hingga film berhenti sejenak.
“Lho? Ranti! Kok di-pause-in sih? Kan lagi seruuu!!” protes Iluv seraya mencoba mengambil remote dari tangan Ranti.
“Ini yang harus diubah!” serang Ranti galak.
“Apaan?” tanya Iluv, masih berusaha mengambil remote.
“KETAWA KAMUUUU!!!”
Yayan berdecak kesal. “Masih ngomongin masalah cengiran? Emang kenapa sih? Kayaknya nggak ada yang salah deh dari Iluv. Lebih enak ngeliat orang yang ketawanya lepas kan daripada yang sok-sok nahan ketawa cuma biar dibilang anggun?”
Ranti berdiri. “Kalo kalian berdua ngerasa lebih tau, ya udah. TERSERAH!” ucapnya seraya berjalan keluar.
Baik Iluv maupun Yayan tidak ada yang menahannya. Iluv mengambil remote dan menekan tombol play. Dalam sekejap, keduanya kembali larut dalam kehebohan tawa. Tiba-tiba…
“Ihhhh!! Kalian berdua tuh nyebelin banget!!!”
Yayan dan Iluv kompak menoleh.
“Kenapa nggak nahan aku biar nggak pulang?” protes Ranti.
“Biar nggak ada yang ganggu,” jawab mereka.
“HUH!” Ranti berbalik pergi.
Yayan dan Iluv saling pandang. “Satu…” ucap mereka pelan. “Dua…” mereka tersenyum licik. “Tiga!”
“ILUV!! YAYAN!! TAHAN AKU DOOOONG!!!” teriak Ranti kesal.
^^.
“INGET!” pesan Ranti, entah untuk yang keberapa kali. “Kontrol ketawa kamu.”
Iluv pura-pura tidak mendengarkan. Dia malah asik membaca komik sambil terkikik geli. Ranti melihat komik yang dibaca Iluv.
“Shinchan?” desis Ranti bagai ratu ular.
Iluv melepaskan matanya dari komik dan menatap Ranti. Kalau mereka menjadi tokoh komik, Iluv yakin tubuhnya pasti digambar mengecil, sementara Ranti, tubuhnya tetap kecil, hanya kepalanya yang membesar dengan dua tanduk, gigi bertaring, dan lidah ular. Siap membasmi Iluv.
“Kamu niat berubah nggak sih?” bentak Ranti.
“Niat! Tapi jangan spontan kayak gini dong! pelan-pelan. Pake proses.”
“Iluv sayang…” suara Ranti benar-benar menyeramkan. Iluv sampai merinding mendengarnya. “Aku nih udah pake cara yang paling pelan.”
“Yah… nggak usah pake acara ngubah cara ketawa. Ketawa aku ya gini. Nggak bisa berubah.”
Ranti menarik nafas putus asa. “Oke. Kalo kamu emang nggak mau. Jadi, kamu mau belajar apa?”
“Yang lain. Asal jangan ketawa.”
Belum sempat Ranti menjawab, sosok Vedo muncul di hadapan mereka. Langkah Ranti dan Iluv terhenti.
“Hai, Vedo!” sapa Iluv semangat.
Vedo berhenti di depan mereka dan tersenyum kecil. Iluv terpaku. Ranti menyenggol lengannya. Begitu tersadar, Iluv balas tersenyum kecil dengan sangat… manis. Ranti melotot sebal. Kemarin, seharian dia narik urat untuk membuat Iluv bisa tersenyum manis. Sampai beberapa saat yang lalu usahanya gagal. Iluv masih terkikik menyebalkan. Sekarang, saat sosok Vedo berdiri di hadapannya, tanpa kesulitan sedikitpun bibir mungil Iluv berhasil menyunggingkan senyum.
“Dari mana?”
Ranti melongo. Sejak kapan nada bicara Iluv berubah lembut? Mereka bahkan belum menyinggung soal “Perubahan Cara Bicara”.
“Kelas. Mau ke perpus. Kalian?” Vedo balik nanya.
Iluv tetap tersenyum kecil. “Keliling-keliling aja. Nih mau balik ke kelas. Bentar lagi kan mau bel.”
“Ooo… ya udah. Bye…” Vedo kembali berjalan setelah melambai kecil pada Ranti dan Iluv.
“Bye…” balas Iluv.
Hening…
Mata Iluv masih mengikuti sosok Vedo. Ranti menghitung dalam hati. “Satu… dua… ti…”
“RANTIIIII!!!” Iluv berteriak histeris.
Yup! Bahkan belum sampai hitungan ketiga Iluv sudah kembali seperti semula. Pesona sihir Vedo sudah musnah. Iluv yang hobi ngakak dan selalu bicara dengan suara heboh plus cempreng telah kembali.
“Ran… mimpi apa aku semalam? Vedo, Ran! Vedo! Dia senyum! Nyapa aku! Ya ampuuuun…!! Aku nggak lagi mimpi kan?”
“Biasa aja kali, Luv. Baru juga disapa gitu. Perjalanan kita masih panjang. Ini baru masuk hari kedua taruhan kamu sama Jessi. Masih ada dua puluh delapan hari lagi.”
“Lupakan taruhan buat sekarang! Aku lagi mau ngerekam kejadian barusan!”
“Emang muat? Kamu harus hapus beberapa data dulu di otak kamu kalo nggak mau kepenuhan. Kayaknya, memori barusan lumayan besar,” ledek Ranti.
“OKE! Aku bakal ngapus tentang ulangan Sejarah!”
Ranti hanya menggeleng pelan. Mereka kembali berjalan menuju kelas masing-masing.
“Ngomong-ngomong, Yayan mana sih?” tanya Iluv. Komik Shinchan-nya terlupakan. Malah, dia lupa kalau komik itu sudah berada di tangan Ranti.
“Kan kamu yang sekelas sama dia? Kok nggak tau?”
Iluv mencoba mengingat-ingat. “Ng… Ooo… dia tadi bilang ada urusan di sekretariat PA. Katanya, liburan nanti mau naik gunung.”
Langkah Ranti berhenti. “PA? Kapan dia gabung Pecinta Alam? Kok nggak bilang?”
Iluv membekap mulutnya. Alamat malapetaka! Yayan memang sudah, bahkan sering, memperingatkan Iluv untuk tidak memberitau ekskul yang diikutinya pada Ranti. Saat Yayan cerita ingin masuk PA, Ranti menentangnya habis-habisan. PA adalah satu-satunya organisasi yang selalu bermasalah dengan sekolah. Saat itu, Yayan menurut untuk tidak jadi masuk organisasi itu. Tapi, impiannya sejak SMP adalah mendaki gunung. Karena di SMP-nya tidak ada klub pecinta alam, dia tidak bisa menyalurkan impiannya itu. Ikut Pramuka SMP juga tidak membuat impiannya terwujud. Maklum, karena anak SMP belum bisa dianggap dewasa, kemah yang dilakukan saat Pramuka hanya di halaman sekolah. Tidak sampai menjelajah hutan, apalagi naik gunung.
Makanya, saat mengetahui ada ekstrakulikuler Pecinta Alam (PA) di sekolahnya, Yayan langsung mendaftar ikut. Walaupun Ranti sudah melarangnya, dia tidak perduli. Yayan hanya pura-pura mengikuti larangan Ranti untuk mendiamkan mulut gadis itu.
“Di mana dia biasa kumpul?” tanya Ranti dengan suara yang lebih menyeramkan lagi.
“Ng… nggak tau…” jawab Iluv, berusaha tampak polos.
Mata Ranti berkilat-kilat, membuat bulu kuduk Iluv kembali merinding. Untunglah, sebelum Iluv sempat ngompol karena ketakutan, objek yang dibicarakan muncul. Yayan berjalan ke arah mereka sambil tersenyum girang. Wajahnya benar-benar kebalikan seratus delapan puluh derajat dari wajah Ranti yang seakan siap menelan cowok itu hidup-hidup. Alis Yayan menyatu bingung. Namun, saat melihat tampang Iluv, Yayan seakan mendapat jawaban. Serta-merta dia mengutuk Iluv dalam hati agar sahabatnya satu itu berubah menjadi tikus kecil.
“Mampus…” batin Yayan sambil menelan ludah.
No comments:
Post a Comment