Saturday, March 12, 2011

chapter 7 (una)

Bab 7

Suasana Benteng Kuto Besak (BKB) malam ini tampak ramai. Yah… seperti biasa yang terjadi di malam minggu, kali ini pun tempat itu penuh dengan sejoli ABG yang asik pacaran. Di salah satu stand makanan ringan tampak Ranti dan Yayan. Keduanya sedang ngobrol seru sambil tertawa-tawa.

“Ampera kalo udah malem gini indah juga ya?” ujar Ranti sambil menatap jembatan yang menjadi ciri khas kota Palembang itu.

“Iya. Apalagi sungai musi-nya. Nggak keliatan kayak kolam susu,” tambah Yayan.

Ranti tertawa kecil. “Sayang Iluv nggak bisa ikut,” ucap Ranti sambil membuka cokelatnya.

“Sekali-kali duaan nggak salah kan?” balas Yayan.

Ranti menoleh. “Kalo ada yang bilang kita pacaran gimana? Enak aja. Kalo aja nggak bosen di rumah terus, aku males duaan sama kamu.”

“Gitu ya?” tanya Yayan.

Ranti menatap Yayan dengan bingung. Ada yang aneh pada Yayan malam ini. Cowok itu tampak agak kikuk dan tegang, tidak santai dan konyol sepeti biasa. Tidak ada banyolan atau lelucon garing yang meluncur dari mulutnya. Bahkan, untuk malam ini Yayan terkesan pendiam.

“Kamu sakit?” tanya Ranti. “Kalo nggak enak badan, kita pulang aja yuk. Aku nggak papa kok.”

Yayan langsung menggeleng cepat. “Bukan…” ucapnya. Kegugupannya makin kentara.

“Yan?” alis Ranti menyatu bingung. “Kamu kenapa sih?”

“Aku mau ngomong sama kamu.”

Kalau saja cowok yang ada di depannya ini bukan Yayan, Ranti pasti mengira akan ada pernyataan cinta untuk dirinya. Tapi, karena ini Yayan, Ranti bingung apa yang akan dikatakan cowok itu.

“Ngomong aja. Nggak ada yang larang kok. Kenapa?”

“Ng… sebenernya aku lagi naksir sama cewek.”

“Terus?”

“Aku bingung gimana cara ngomongnya.”

Ranti diam. Entah kenapa, dia sedikit kesal mendengar Yayan naksir cewek lain. Ini berarti akan ada orang lain yang berkumpul dengan mereka setelah lima belas tahun bersahabat. Apa kata Iluv kalau dia mendengar ini? Yang pasti, Iluv akan meledek Yayan habis-habisan.

“Ran…”

Ranti menoleh. “Yah… sebagai cowok kamu harus ngomong sama dia.”

“Harus ngomong ya?” tanya Yayan. “Nggak bisa lewat tindakan aja gitu?”

“Tindakan?” Ranti makin bingung.

Yayan menjawab kebingungan Ranti itu dengan mengecup kening gadis itu sekilas. Ranti terperanjat.

“Kayak gitu…” ucap Yayan dengan wajah merah.

“Maksudnya…? Kamu…”

Yayan mengangguk. Tidak berani menatap Ranti.

“Tap… tapi… kita kan sahabat?”

“Aku juga nggak tau sejak kapan. Yang jelas, di mata aku, kamu beda. Aku sayang sama Iluv, tapi sebatas adik-kakak. Tapi, buat kamu, aku ngerasa sayang yang beda.”

Wajah Ranti ikut memerah. Dia sangat tidak menyangka kalau Yayan, sahabat yang sudah dikenalnya seumur hidup, jatuh cinta padanya.

“Tapi, Yan, kita kan sahabat.”

“Emang ada larangan ya nggak boleh pacaran antar sahabat?”

“Bukan gitu,” ucap Ranti. “Aku udah anggep kamu kayak saudara sendiri. Aneh aja kalo tiba-tiba kita pacaran.”

“Kamu suka cowok lain?”

“Bukan gitu,” bantah Ranti. “Maksud aku, kita udah cocok sahabatan. Aku nggak mau hubungan kita rusak gara-gara hal lain.”

“Aku nggak bisa ngelarang hati aku buat cinta sama kamu, Ran. Kamu pikir kenapa aku nggak pernah ngelirik cewek-cewek? Nggak pernah coba deketin cewek lain? Karena aku sayang kamu.”

“Gimana sama Iluv?”

“Kenapa? Iluv tetap sahabat kita.”

Ranti menggeleng. “Aku nggak bisa,” ucapnya seraya berlari pelan meninggalkan Yayan.

Yayan terpaku di tempatnya.

^^.

Iluv mengamati Ranti dan Yayan dengan seksama. Ada yang aneh dengan dua sahabatnya itu. Minggu pagi ini mereka berkumpul di rumah Iluv untuk merayakan kebebasan Iluv atas Jessi.

“Kalian lagi berantem ya?” tanya Iluv.

“Nggak,” jawab Ranti dan Yayan kompak. Keduanya saling pandang sebentar, lalu saling membuang muka.

“Tuh kan. Aneh. Ada yang kalian sembunyiin dari aku ya?”

“Nggak ada!” ucap keduanya serempak.

“Oh ya?” selidik Iluv.

Tidak ada yang menjawab. Iluv tidak memaksa. Dia bangkit menuju dapur untuk mengambil minuman dan cemilan. Mama dan papanya sedang pergi untuk membantu Om Gerald menyiapkan fashion show malam ini. Sebenarnya hanya mamanya yang membantu. Papa hanya bertugas sebagai supir sekaligus pengawal Mama.

Tak lama kemudian Iluv kembali ke ruang tengah. Dilihatnya Ranti dan Yayan hanya saling diam. Ranti pura-pura membaca majalah, sementara Yayan membaca komik.

“Aku baru tau kalo kamu bisa baca komik terbalik,” ucap Iluv pada Yayan.

Yayan nyengir sambil membenarkan posisi komiknya.

“Dan aku juga baru tau kalo kamu suka baca majalah politik, Ran.”

“Hah?” Ranti melihat judul majalah yang dibacanya. Wajahnya bersemu merah.

“Sekarang jangan bohong lagi! Apa yang kalian sembunyiin dari aku?”

“Nggak ada,” jawab Ranti. “Iya kan, Yan?” sambungnya tanpa menatap Yayan.

“Iya,” balas Yayan. “Emang kenapa sih?”

“Nggak perlu orang pinter buat bilang kalo kalian hari ini ANEH!”

“Biasa aja kok,” ucap Ranti. “Udah deh. Daripada ngomongin aku sama Yayan yang emang nggak ada apa-apa,” dia melirik Yayan sekilas, lalu kembali menatap Iluv. “Mending kita ngomongin kamu sama Vedo. Gimana?”

“Gimana apanya? Mulai aja belum. Aku udah nyia-nyiain waktu dua minggu! Pokoknya, sekarang aku harus bener-bener beraksi!”

Ranti menghela nafas lega karena Iluv termakan pancingannya. Yayan juga merasa lega karena Iluv sudah membahas hal lain. Namun, ternyata dugaan mereka meleset.

“Jangan bilang kalo kalian sekarang pacaran!” semprot Iluv membuat Ranti dan Yayan kompak ternganga.

^^.

Suasana atrium Hotel Aston tampak gemerlap. Fashion show dari Evlyn Agency yang bertema ‘Gaun Musim Semi’ akan diadakan di sini. Acaranya dimulai jam tujuh. Iluv mengajak Ranti dan Yayan jalan-jalan di Palembang Square (PS) karena baru jam lima. Khusus untuk acara ini dan untuk menghormati Om Gerald, Iluv bersedia tampil sedikit berbada. Tidak sampai memakai gaun. Dia hanya memakai tube dress selutut dan high heels setinggi tujuh senti.

“Mau makan, Luv?” tanya Yayan.

“Nggak. Mau beli sandal lepek. Kaki aku udah sakit,” jawab Iluv sambil berjalan cepat menuju salah satu toko sepatu dan sandal.

“Udah lancar pake hak-nya,” goda Ranti yang berjalan di samping Yayan.

“Diem deh,” omel Iluv. “Kalian jangan duaan gitu dong! Aku nggak mau jadi obat nyamuk!”

Yayan nyengir. Dia langsung merangkul Ranti, membuat Iluv makin kesal. Ranti melepas rangkulan Yayan dan berjalan di samping Iluv.

“Berkat aku juga kalian tuh bisa jadian! Kalo nggak, kamu bakal nangis darah karena Ranti lebih milih aku!” semprot Iluv pada Yayan.

“Iya…” ucap Yayan. “Makasih, Princess.”

Iluv berbalik geram. “Kamu tau kan aku paling nggak suka dipanggil itu?”

Yayan nyengir lagi. Dia makin semangat menggoda Iluv.

“Udah deh, Yan. Nggak lucu,” omel Ranti.

Yayan berhenti. Iluv tersenyum kecil. Dari dulu memang hanya Ranti yang bisa mengatur tingkah laku Yayan dan Yayan sendiri memang hanya mau nurut dengan ucapan Ranti.

Setelah mendapatkan sandal, Iluv mengajak Yayan dan Ranti makan di Bakso Lapangan Tembak.

“Katanya cuma mau beli sandal…” ledek Yayan.

“Kamu bayar sendiri!” semprot Iluv seraya menarik Ranti.

“Lho? Kok? Luv!” Yayan menyusul dua cewek itu yang sudah lebih dulu naik.

“Gila! Rame amat…” komentar Yayan.

“Kamu nggak bisa ya kalo nggak ngoceh? Diem aja kenapa sih?” serang Iluv.

Yayan langsung diam. Untunglah mereka segera menemukan meja kosong. Setelah duduk, mereka memanggil salah satu pramusaji untuk memesan makanan. Setelah menyebutkan pesanan masing-masing, pramusaji itu menjauh untuk menyiapkannya.

“Ran, kamu duduk di samping aku aja,” ucap Iluv.

Ranti menurut. Yayan melempar pandangan murka pada Iluv. Iluv hanya mencibir.

“Enak ya kalo aku sama Vedo kayak kalian,” gumam Iluv.

“Masih jauh kaleee…” ledek Ranti dan Yayan serempak.

“Yah, nggak jauh-jauh amat,” ralat Ranti. “Kamu harus benar-benar beraksi biar nggak kalah sama si Jessi.”

Iluv mengangguk semangat.

“Ngomong-ngomong, dia ikut show kali ini?” tanya Yayan.

Iluv kembali mengangguk. Kali ini dengan malas. “Gara-gara berhasil ngajarin gue, dia jadi kesayangannya Om Gerald. Dia ditawarin jadi pengajar di Evlyn Agency. Om Gerald juga ada rencana ngajak dia ke Jakarta buat jadi seleb. Ihh… nggak bisa aku bayangin gimana gedenya kepala tuh cewek.”

“Kenapa kamu nggak ikut? Siapa tau kamu bisa jadi seleb juga,” ujar Yayan. “Dan jangan ngeluarin kata ‘bebas KKN’. Kalian sendiri bilang kalo menyangkut Jessi masalahnya beda kan?”

Iluv dan Ranti saling melempar senyum.

“Aku nggak ada bakat jadi bintang. Kalo Jessi kan ada bakat. Dia pinter akting. Yah, daripada kepake buat fitnah orang, mending dikembangin jadi pemain sinetron. Jadi nenek sihir atau ibu tiri kayaknya cocok,” ucap Iluv.

Ranti dan Yayan tertawa kecil. Obrolan mereka sempat terhenti ketika pesanan datang. Baru akan menikmati makanannya, ponsel Iluv berbunyi. Dari mamanya. Dia mengangkatnya.

“Kenapa, Ma?”

“Kamu di mana? Buruan ke sini sekarang. Keadaannya gawat!”

“Gawat kenapa?” tanya Iluv, disambut tatapan heran dari Ranti dan Yayan.

“Salah satu model tiba-tiba pingsan. Sampe sekarang belum sadar. Makanya dia dibawa ke rumah sakit. Om Gerald minta kamu yang gantiin. Sekarang kamu ke sini buat siap-siap. Show mulai satu jam lagi!”

“Hah?” Iluv melongo lebar dengan sukses.

^^.

Iluv sudah memakai gaun sutra warna pink cerah dengan motif bunga-bunga di bagian pinggangnya. Sesuai dengan tema yang dipakai, gaun yang akan diperagaan malam ini memang bernuansa bunga. Sementara para pendamping cowok memakai stelan kemeja dengan jas berwarna cerah. Iluv hanya pasrah saat penata rias mulai mendandaninya.

“Nih…” Mama menyerahkan high heels pada Iluv. “Sebelas senti, sesuai permintaan kamu.”

“Kenapa nggak Ranti aja sih, Ma?” protes Iluv.

“Kamu mau ngecewain Om Gerald?”

Iluv kembali hanya bisa pasrah.

“Siap?” Mama bertanya pada penata rias Iluv.

Iluv mendengus. Seharusnya dia yang ditanya siap atau tidak. Yang akan tampil kan dia, bukan si penata rias yang rada kemayu itu. Iluv melihat si Kemayu mengangguk semangat.

Madame punya anak cantik, boo… kenapa nggak jadi model beneran?”

Mama hanya tersenyum, yang menurut Iluv sangat dibuat-buat, dengan anggun. “Anaknya nggak mau. Ini aja kalo bukan Gerald langsung yang minta, dia pasti nolak.”

Iluv kembali mendengus. Tepat saat itu terdengar suara MC yang merupakan tanda kalau acara sudah dimulai. Seorang pria berumur sekitar tiga puluh tahun, namun tetap tampak muda dengan penampilan yang sangat sporty, mendekati Iluv.

“Om, beneran nih nyuruh Iluv?” tanya Iluv pada pria yang ternyata Om Gerald itu.

“Kamu pasti bisa. Om percaya sama kamu. Kamu nggak pernah ngecewain Om. Jessi juga udah cerita banyak perkembangan kamu. Kamu nggak harus tampil sempurna malam ini. Tapi, usahakan tampil sebaik mungkin. Oke, Luv?”

Iluv mengangguk pasrah.

“Yak! Inilah dia para model cantik kita yang akan membawakan gaun musim semi hasil rancangan Givan Anwar. Para model dari Evlyn Agency ini akan memvawakannya dengan cantik, membuat gaun yang memang sudah cantik itu makin memukau. Ini dia, pertama. Gaun berwarna merah cerah dengan motif anggrek di bagian pinggir. Payet-payet cantik yang membentuk untaian bunga di bagian ujung gaun menambah manis gaun ini. Tatanan rambut yang anggun menambah kesan glamour yang memang merupakan ciri khas Givan. Dan kedua…”

Iluv benar-benar gugup menunggu gilirannya. Setiap model berjalan di panggung bergantian dengan pasangan masing-masing. Iluv mendapat giliran terakhir agar bisa melihat aksi model-model lain untuk dijadikan contoh.

“Gaun kesembilan, drees cantik berwarna putih anggun dengan untaian mawar di bagian dada,” MC itu mengomentari Jessi.

Iluv mengatur nafasnya dengan gugup. Setelah ini giliran dia. Dia melirik pasangannya. Seorang cowok lumayan cute memakai kemeja putih dengan jas biru gelap dan sepatu sport. Cowok itu tersenyum kecil saat melihat Iluv sedang memperhatikannya. Iluv balas tersenyum.

“Princess, giliran kamu,” tegur Mama membuat rasa nervous Iluv kembali muncul.

“Dan inilah gaun terakhir, dengan warna pink cerah dan motif bunga-bunga di bagian pinggang…”

Iluv melangkah perlahan. Bibirnya terasa kaku hingga senyumnya tampak janggal. Namun dia tidak perduli. Yang penting sekarang adalah menyelesaikan show sialan ini. Karena terlalu gugup dan terburu-buru, Iluv tidak memperdulikan langkahnya. Tidak sengaja dia tersandung kabel, entah kabel apa, hingga keseimbangannya hilang. Dia berputar sebentar di panggung sebelum akhirnya…

Seorang cowok berparas cute menahan tubuhnya hingga tidak terjatuh. Posisi mereka seperti sepasang kekasih yang sedang berdansa mesra. Iluv merasakan wajahnya memerah. Apalagi saat si Cute itu tersenyum yang ternyata sangat manis.

“Hati-hati,” bisiknya seraya membantu Iluv kembali berdiri.

Keduanya memberi penghormatan terakhir untuk para pengunjung sebelum kembali ke balik panggung. Tepuk tangan meriah menutup penampilan mereka.

“Yup! Itulah tadi penampilan dari sepuluh model cantik yang sukses membawakan gaun anggun rancangan disainer berbakat, Givan Anwar. Dan… inilah mereka…”

Satu-persatu para model keluar sesuai urutan sambil menggandeng pasangan masing-masing. Kali ini Iluv tersenyum lebar. Apalagi saat dia merasakan si cowok cute menggandengnya dengan lembut. Iluv dapat menghirup aroma parfum Casablanca dari tubuh pasangannya.

Ke-20 model membungkuk hormat sebelum kembali ke balik panggung diiringi tepuk tangan penonton.

“Princess! Mama bangga sama kamu!” ucap Mama semangat sambil mengecup kedua pipi Iluv.

“Ihhh…” Iluv mengelap pipinya.

“Iluv, kamu menyelamatkan show Om kali ini,” ucap Gerald seraya memeluk Iluv.

“Gerald, please, jangan panggil Iluv. Her name is Princess Luvita,” ucap Mama tajam.

“Mbak, kayak yang pernah dibilang Shakespeare, apalah arti sebuah nama? Aku lebih suka manggil dia Iluv. Lebih lucu.”

Iluv mengangguk setuju. “Cuma Mama dan orang-orang yang takut sama Mama manggil aku Princess. Papa tuh sebenernya manggil aku Iluv di belakang Mama. Tapi, di depan Mama pura-pura panggil Luvita.”

Papa melotot ke arah Iluv. Sementara Mama melotot pada Papa.

“Udah lah, Mbak. Santai dong. Luv, kamu ganti baju ya. Udah itu kita makan. Urusan di sini udah Om serahin sama Laura. Jadi, kita bisa cari makan di luar.”

Iluv dengan senang hati menghilang dari hadapan mamanya yang sudah siap mengomeli Papa. Di ruang ganti, dia bertemu Jessi. Dia pura-pura tidak melihat. Namun, ternyata Jessi juga melihat kehadirannya dan punya pemikiran yang berbeda.

“Kalo aja lo nggak dipasangin sama Gilbert, ancur lo. Dari semua cowok yang tampil malam ini, cuma dia yang punya gerakan gesit dan cepet nangkep hal-hal janggal. Makanya lo selamat. Nyokap sama Om Gerald lo itu sampe nahan nafas waktu liat lo ampir jatoh.”

Iluv tidak membalas ucapan Jessi itu. Dia ingin cepat-cepat ganti pakaian karena sudah gerah memakai gaun. Satu hal positif yang diambilnya dari ucapan Jessi barusan. Dia jadi tau nama cowok cute yang tadi jadi pasangannya. Gilbert. Nama yang sesuai dengan tampangnya yang keren.

Begitu keluar dari ruang ganti, entah karena memang takdir atau apalah, Iluv nyaris bertabrakan dengan Gilbert. Iluv tersenyum kecil yang langsung dibalas dengan memukau oleh cowok itu.

“Makasih ya, tadi udah nyelametin aku.”

“Sama-sama,” Gilbert mengeluarkan suara serak-serak basahnya. Iluv baru mendengar jelas sekarang. Di panggung tadi Gilbert berbisik, jadi dia tidak begitu jelas mendengar suara cowok itu.

“Sampai nanti…” pamit Iluv.

“Tunggu,” Gilbert menahannya. “Boleh tau nama kamu?”

Pipi Iluv bersemu. “Il…”

“Luv! Ngapain aja sih?” semprot Yayan. “Yang lain udah nungguin kamu.”

Gilbert menatap Yayan dengan bingung. Lalu dia kembali menatap Iluv.

“Dah…” ucap Iluv seraya berlari kecil untuk bergabung dengan orangtuanya, Om Gerald, Ranti, serta Yayan, yang sudah menunggunya.

“Dah…” balas Gilbert pelan.

^^.

Iluv melangkah pelan menelusuri koridor menuju kelasnya. Dia merasakan banyak mata menatapnya kaget. Walaupun heran, Iluv tidak ambil pusing. Dia terus berjalan memasuki kelasnya.

Reaksi teman-teman sekelasnya lebih mengejutkan. Semuanya, bahkan Made, menatap Iluv dengan terpesona dan setengah tidak percaya. Iluv berjalan menuju bangkunya, di belakang Didon. Yayan sudah datang, tapi dia tidak melihatnya di kelas.

“Pasti sama Ranti,” batin Iluv kesal.

Iluv menatap Didon yang juga sedang menatapnya sambil tersenyum jahil. “Kenapa sih?” semprot Iluv.

Disa menatap surat kabar di tangannya, lalu ganti menatap Iluv. Kepalanya menggeleng tidak percaya. Iluv merampas surat kabar itu dari Disa dan membacanya.

KERJA SAMA GERALD EVLYN & GIVAN ANWAR

FASHION SHOW “GAUN MUSIM SEMI”

Iluv terperangah melihat foto besar yang menghiasi nyaris setengah halaman tersebut. Itu foto dirinya dan Gilbert dengan pose ‘nyaris jatuh’ semalam. Namun, di sana tidak tampak kalau itu kecelakaan. Malah, terlihat sangat mesra layaknya pasangan yang sedang berdansa.

“Ini beneran kamu, Luv?” tanya Didon, menunjuk foto tersebut. Di bawah foto itu terdapat nama Gilbert Alfonso dan Princess Luvita.

Iluv merasakan wajahnya menghangat. Tanpa menjawab pertanyaan Didon, dia berlari keluar, menuju kelas Ranti.

“Hei, buru-buru amat?” tegur seseorang.

Langkah Iluv terhenti. Dia amat mengenal suara itu. Vedo sudah berdiri di sampingnya.

“Mau ke mana?” tanya Vedo.

“Ke X.1. Nemuin Ranti,” jawab Iluv. Wajahnya makin hangat.

“Ooo… padahal aku mau ngajak kamu ke kantin. Tapi, kalo nggak bisa ya udah.”

“Hah?” Iluv amat berharap telinganya tidak salah dengar.

“Kenapa? Heran ya aku ajak ke kantin pagi-pagi? Aku cuma pengen ngobrol sama kamu.”

“Bu… bukan…” Iluv langsung speechless. “Ng… maksud aku…”

“Kamu mau?” tebak Vedo, bibirnya membentuk senyum kecil.

Iluv mengangguk semangat. Vedo tertawa. Lalu mereka berjalan beriringan menuju kantin.

Berpasang-pasang mata di kantin itu terbalak tidak percaya melihat sosok Vedo berjalan berdampingan dengan Iluv. Iluv melihat Jessi juga ada di kantin dan sedang menatapnya dengan amat murka. Iluv mengulum senyum. Dia melirik Vedo. Cowok itu tampaknya tidak terpengaruh dengan suasana di sekitarnya. Mungkin, karena terbiasa mendapat perlakuan seperti itu, Vedo jadi mati rasa.

Setelah mempersilakan Iluv duduk, Vedo berjalan menuju counter minuman. Lalu dia ikut duduk di depan Iluv setelah membeli dua botol softdrink. Iluv menatap kakak kelasnya itu dengan amat terpesona.

“Ng… Kak Vedo mau ngomong apa?”

“Apa ya?” Vedo pura-pura berfikir, namun matanya menatap Iluv jahil.

Wajah Iluv makin merah.

“Kamu maunya ngobrolin apa?” pancing Iluv.

Iluv merasa mendapat peluang. Dia tdak akan menyia-nyiakannnya. “Pulang sekolah nanti Kakak ada kerjaan?”

“Hari ini…” kali ini Vedo benar-benar berfikir. “Nggak ada. Kenapa?”

“Temenin aku ke Gramedia, mau?”

“Cari buku apa?”

Iluv tersenyum malu. “Komik,” jawabnya.

“Kamu suka komik ya? Sama dong! Sekarang lagi koleksi apa?”

Mendengar respon Vedo, Iluv makin semangat. Dia menyebutkan komik-komik yang dikoleksinya. Begitu juga Vedo. Sesekali mereka tertawa. Sungguh pemandangan yang membakar hati bagi para penggemar Vedo, terutama Jessi. Botol air mineral di tangannya sudah remuk. Matanya menatap luv seolah berniat menginjak-injak gadis mungil itu.

“Lo kalah jauh, Jess,” Agne memanas-manasi Jessi.

“Bener banget. Si cupu itu aja berhasil bikin Vedo ngakak. Nah, elo? Bikin dia senyum aja nggak pernah,” sambung Friska.

Jessi menatap Agne dan Friska bergantian dengan pandangan membawa. “Sial lo berdua!” semprotnya seraya berjalan cepat meninggalkan kantin.

Agne dan Friska mengikuti jejak kepala suku mereka. Iluv melihat kejadian itu dengan senyum bangga. Kemudian, dia kembali asik ngobrol dengan Vedo.

No comments: