Tuesday, May 17, 2016

Lomba Flash Fiction #YummyLit

Halooo!!

Setelah tahun lalu ramai #WeddingLit, tahun ini Bentang Pustaka kembali menerbitkan series terbaru. Mengambil tema utama makanan, lahirlah #YummyLit di antara kita~

Dalam rangka merayakan kelahiran seri terbaru ini, sekaligus meramaikan Hari Buku Nasional, aku, Mbak Dy Lunaly, bersama Mbak Ayuwidya ingin berbagi kebahagiaan dengan teman-teman sekalian sekaligus bagi-bagi hadiah.

Mau? Tertarik? Berminat?

Caranya gampang banget. Baca dulu aturan mainnya yak~

1. Share banner ini di akun twitter & IG kalian
 Jangan lupa mention atau tag IG @bentangpustaka. Follow juga akun Twitter @elpuspita, @dylunaly, dan @AyuwidyA.

2. Buatlah FF (Flashfiction ya, bukan FanFic) di blog masing-masing, maksimal 300 kata, dengan pilihan tema; Pumpkin Spongecake, Strawberry Cheesecake, atau Tiramisu (cukup salah satu). Hidangan manapun yang kalian pilih HARUS jadi bagian penting di cerita, bukan sekadar tempelan (mis, cuma disebut itu makanan favorit tokoh, atau makanan yang dipesan tokoh, NO). Pastikan salah satu dari hidangan itu yang membuat cerita berjalan.

3. Share link FF kalian dengan format tweet; "Aku ikut #FlashFictionYummyLit dalam rangka Hari Buku Nasional! baca di (link FF) @bentangpustaka @elpuspita @dylunaly @AyuwidyA

4. Flash Fiction #YummyLit ini berlangsung sejak tanggal 17 Mei 2016 s/d 24 Mei 2016 pukul 23.59 WIB. Pengumuman pemenang akan diberitahukan pada tanggal 29 Mei 2016

5. Satu pemenang dengan FF paling menarik akan mendapatkan hadiah menarik berupa paket lengkap #YummyLit terbaru dari Bentang Pustaka (Déessert, Strawberry Cheesecake, dan Il Tiramisu) + Voucher Toko Buku Gramedia sebesar Rp 50.000


Gimana? Cukup jelas kan? Kalau ada yang mau ditanyakan, jangan ragu buat mention langsung.

Ditunggu Flash Fiction terbaiknya! Jangan sampai kelewatan yak!



Selamat Hari Buku Nasional


Sunday, April 10, 2016

Rahasia Dapur “Déessert”



Holaaa!
I’M BACK!
Gila, udah lama banget gak nge-blog... *bersih-bersih sarang laba-laba*

Aku datang membawa sebuah kabar gembira! Lupakan ekstrak kulit manggis. It’s 2016, dude. Please --“

Tahun lalu, Bentang Pustaka, tepatnya lini Pustaka Populer, ngeluarin series #WeddingLit. Novelku yang terbit di awal tahun 2015 kemarin, Pre Wedding in Chaos, bergabung di series itu. Tahun ini, Bentang Pustaka balik lagi ngeluncurin seris #YummyLit. Dan aku kembali ikutan dengan novel terbaruku yang berjudul.... *drumroll*

"Déessert (Hatiku dan hatimu, tahu apa yang dipilihnya)"

Seperti biasa, aku akan cerita proses kreatif di balik pembuatan anak ke-4 ini. Sebelumnya, mari kita lihat penampakan covernya~



...dan blurp-nya...


Bagi sebagian orang, cinta SMA hanyalah salah satu kenangan masa remaja yang mudah saja untuk dilupakan. Tapi, bagaimana jika ia kembali hadir di masa kini? Dengan sosok yang jauh berbeda daru masa lalu. Lebih tampan, lebih berkharisma, dan lebih berpotensi kembali mencuri hati?

Naya begitu kaget melihat Dewa kembali ke Tanah Air, setelah selama delapan tahun sekolah dan bekerja di Australia. Karena campur tangan Lulu, sahabat sekaligus partner bisnis Naya, pria itu kini membantu mengurusi calon resto baru Naya dan Lulu, sebagai chef pastry. Namun, semuanya jadi tidak mudah. Di tengah kesibukan jelang pembukaan Dapoer Ketje, keduanya justru melancarkan aksi perang dingin dengan ego masing-masing.

Suasana makin diperparah dengan kehadiran Ava, mantan kekasih Dewa yang datang dari Australia. Juga Dipati, mantan Naya yang seorang artis. Perang dingin di antara mereka tampaknya akan meledak, memuntahkan segala ganjalan yang telah tersimpan selama bertahun-tahun. Sesuatu yang menyadarkan mereka bahwa masa lalu itu belum sepenuhnya selesai.



GIMANAAAA?? Udah baper? Galau? Kangen mantan?
HAHAHAHAHASAMAHAHAHAHAHAHA
Tapi bohong~

Sejujurnya proyek satu ini udah terpending lama, karena suatu dan lain hal. Aku sendiri nulis ini langsung begitu kelar PWiC. Jadi, tahun... 2014 kemarin, Mbak Noni, editor Pustaka Populer saat itu, mengeluarkan ide tentang #WeddingLit dan #YummyLit ini. Aku dikasih waktu 4 bulan untuk satu naskah. Jadi total 8 bulan ‘kerja rodi’ ngelarin keduanya, yang Alhamdulillah tepat waktu :’)

Meskipun Mbak Noni yang punya ide awal, pada akhirnya naskah-ku yang ini dipegang lagi oleh editor kesayangan yang paling sering kubikin repot, Yth. Mbak Dila Maretihaqsari~
Salah satu yang bikin aku hepi, Mbak Dil ini terakhir beneran pegang anakku, sendirian, pas novel pertamaku, Wonderfully Stupid. Dan novel yang ini, akhirnyaaaaa, bisa dipegang beliau lagi. Kayak hubungan yang udah terjalin lama dan membuat nyaman, itulah yang kurasain :))) *gombal banget*

Selama proses nulis sendiri banyak banget halangan dan rintangan. Ini kali pertama banget aku kejar setoran, 2 novel dalam setahun. Biasanya aku cuma ngelarin 1 naskah setahun. Kalaupun banyak proyek, itu gak langsung kelar sekaligus. Pasti ada jeda. Sedangkan antara PWiC dan Déessert ini nyaris gak ada jeda. Kelar PWiC, aku lanjut hajar Déessert.

Berat?
BANGET!

Karena masih kebawa emosi dari PWiC, aku agak kesulitan ngatur emosi buat Déessert. Alhasil, draft awalku..... BANYAK REVISINYAAA! HAHAHAHAHAHAHAHAHA *nangis di pojokan*
Untunglah Mbak Dil teramat sabar dan tawakal dalam menghadapiku. Walaupun sempet ‘ngaret’, akhirnya aku bisa memperbaiki naskah itu jadi lebih bernyawa dibanding draft awal. Revisi pertama itu yang lumayan banyak perombakan besar-besaran. Begitu selesai, ada revisi sekali lagi, terus....udah~

Aku beneran seneng banget bisa ikut ngeramein #YummyLit ini. Pertama, aku suka makan. Kedua, aku jatuh cinta sama profesi chef karena aku gak bisa masak. TERUTAMA PASTRY CHEF!!! Menurutku, laki-laki macho yang pinter ngolah makanan manis itu.... seksi banget. Jadi, begitu Mbak Noni nawarin proyek ini, hal pertama yang aku putusin adalah... HERO-NYA HARUS CHEF PASTRY! :*
Ya, sodara-sodara. Saya penulis murtad. Bukannya nentuin premis duluan, tapi profesi Hero duluan. Abisan, gak tahu kapan lagi bisa ngayalin pastry chef ganteng nan seksi sesukaku. EHEHEHEHE

Meskipun harus melewati berbagai rintangan dan proses penantian panjang, aku bener-bener senang akhirnya novel ini bisa meluncur ke pasaran *halah*

Semoga kalian semua juga menikmati proses membacanya, sebagaimana kalian menikmati makan kue favorit masing-masing~


“All you need is love...
... and great food”


- Déessert by Elsa Puspita
Published by Bentang Pustaka

Friday, February 19, 2016

Menikah = Menjauhi Zina. I don’t think so…



Udah kontroversi belum judulnya? *dikeplak*

Jadi…beberapa malam yang lalu aku asyik ngobrol sama salah satu sahabatku. Ngobrol ngalor-ngidul yang ujung-ujungnya bahas tentang pernikahan. Dia berencana nikah tahun ini, atau tahun depan. I’m so happy for her. Aku tahu gimana ‘perjalanan’ dia dan si pacar sampai bisa di titik ini.

Sampai dia ngeluarin satu kalimat, yang pasti ‘diamini’ oleh banyak pihak.


“Kalau nikah, kan, enak, Ca, bisa gampang ketemu, bobo ada yang meluk dan dipeluk. Dan yang penting, jauh dari zina. Ngurangin dosa.” *kurang lebih seperti itu*

Dan aku nyeletuk, “Kenapa sih itu terus yang dibawa tiap kali ngomongin nikah? Buat jauhi zina. Emang nikah isinya seks doang apa?”

“Ya nggak gituuuu ….”

Kami lanjut berdebat ~

Sejujurnya, aku salut sama teman-temanku yang berani ambil keputusan besar buat nikah di bawah usia 25 tahun. Well, emang usia gak menjamin tingkat dewasa atau kematangan seseorang, tapi aku sendiri masih belum siap ngebayangin punya tanggung jawab sebesar itu di usia sekarang.

Aku pernah pengin nikah muda. Waktu umur 18 tahun, aku mau nikah di usia 22 tahun. Setelat-telatnya 23 tahun. Dan sekarang, saat aku sudah ada di usia itu, I don’t think I’m ready enough. Bukan cuma ngebayangin gak bisa asal kelayapan dsb. Kalau dipikir, hang out sama suami jelas lebih enak. Tapi, selain bisa ‘pacaran halal’, tanggung jawab sebesar itu masih terlalu besar buatku.

Dulu, di pikiranku juga nikah itu asyik banget. Bisa sama-sama terus bareng laki-laki yang kucintai *eaak*. Pokoknya kalau udah sampai ke tahap nikah, berarti udah happy ending. Happily ever after. Semuanya bakal selalu menyenangkan.

Sama kayak yang lain, “Daripada zina. Mending nikah, buat ngurangin dosa.”

Tapi nikah bukan cuma tentang seks legal. Halal mau ngapain aja. Yang tadinya dosa, berubah jadi pahala.


Aku belum pernah nikah, kemungkinan besar nggak dalam waktu dekat, tapi tetap aja tahu nikah gak sesepele itu. Sekarang, setiap kali denger orang nyebut “buat menjauhi zina” sebagai alasan mereka mutusin nikah, aku otomatis mikir kalau di otak mereka itu tujuan nikah cuma buat seks. Padahal itu cuma salah satu “bonus” yang ada dalam pernikahan.

Dan pas aku udah ngutarain pikiranku, mereka langsung nyahut, “Ya nggak gituuuu…”

LHA TERUS NGAPAIN ITU TENTANG ZINA DIUCAPIN TERUSSSSS???

Kalau ada yang nanya ke aku, kenapa aku mau nikah, jawabanku ada 2. Aku pengin punya anak dan gak mau mati ‘sendirian’. That’s it.

Di negara kita tercinta ini, punya anak gak punya suami sama kayak bunuh diri. Sebelum bunuh diri ya emakku duluan yang bakal gantung aku di langit-langit rumah. Dan pikiran bakal mati ‘sendirian’ selalu bikin aku … sedih. Ya, aku tahu gak akan sendirian beneran. Aku punya keluarga, sahabat. Tapi aku gak mau ‘sendirian’. Kalaupun nanti suamiku ternyata dipanggil duluan, aku tetap gak mati ‘sendirian’ karena dia nunggu ‘di sana’. Khas pemimpi banget, ya bodo amat~

Masalah halal, ada yang dipeluk, dll, dsb itu bonus. Datangnya barengan sama tanggung jawab ngurus suami, ngurus rumah, dan ngurus anak. Belum lagi ‘me time’ harus dibagi jadi ‘bareng suami time’, dan ‘bareng anak time’. Mungkin buat sebagian orang itu menyenangkan. Tapi, buat makhluk introvert kayak aku, gak punya me time itu sama kayak nyiapin diri buat jadi gila (semoga Tuhan ngasih aku suami supportif yang mau dititipin anak tiap emaknya ini butuh nikmatin waktu sendiri. Amin).

Kalau emang ‘menjauhi zina’ segitu pentingnya buat jadi alasan orang mutusin nikah, itu hak mereka. Jangan aja alasan itu bikin nutup mata sama pertimbangan lain yang seharusnya dilihat. Iya, udah gak zina. Udah halal lahir batin. Tapi ternyata mental belum siap bener-bener. Pas punya anak, jadi panik sendiri. Belum lagi kalau mau bahas masalah materi dsb.

“Kan kalau nikah, rezeki yang tadinya satu, jadinya dua.”

AMIN.

Tapi, jangan lupain, kalau nikah pengeluaran yang tadinya satu, juga jadi dua.

Siap? Kalau iya, ya bagus.

Ini mungkin cuma tulisan absurd-ku. Cuma buat ngosongin kepala biar gak ‘kepikiran’. Temen-temenku yang baca bisa jadi pada ngomel, “jomlo aja ngomongin nikah.” *keplak*
Tapi, saranku yang jomlo ini cuma 3.
1.      Jangan cuma lihat enaknya nikah.
2.      Lihat juga konsekuensi dan tanggung jawabnya.
3.      Kalau udah yakin, HAJAR!

Kalau emang niatnya baik, inshaAllah jalannya juga dimudahkan.

Dan tolonglah, jangan bawa-bawa ‘jauhi zina’ terus. Makna nikah gak sesempit itu…

Wednesday, July 29, 2015

About: Pre Wedding in Chaos

Sebenarnya postingan tentang novel ketigaku ini udah aku tulis di sini, tapi karena ini blog kesayangan, yang jarang dibuka karena keterbatasan media online, rasanya belum sah kalau gak dibahas di sini juga. Isi postingan ini kurang lebih juga sama kayak di blog satunya, cuma ada tambahan gambar.

so, here we go!


Judul : Pre Wedding in Chaos
Penulis: Elsa Puspita
Penyunting: Pratiwi Utami
Penerbit: Bentang Pustaka (Pustaka Populer)
Tahun Terbit: 2015
Jumlah Halaman: vi + 286 halaman
ISBN: 978-602-291-056-5
Harga: Rp 49.000,-



Sinopsis:

“Ayo kita menikah.”

What? Apa sih yang barusan kuucapkan? Mengajak Raga menikah? Padahal menikah bukan prioritasku. Tapi, rasanya jahat sekali kalau aku menarik ucapanku. Jelas-jelas aku melihat binar bahagia dari wajahnya, setelah seribu kali kutolak lamarannya.

Damn! But, life must go on, Aria. Ketimbang kuping panas mendengar sindiran Mami dan ocehan Citra yang sudah kebelet nikah, tapi tidak dibolehkan Mami karena kakak perempuannya ini belum menikah. Mari akhiri saja drama-desakan-menikah itu dengan menuruti keinginan mereka.

Namun, kekacauan itu terjadilah. Konsep acara, undangan, pakaian, catering. Ditambah perbedaan prinsip antara aku dan Raga. OMG, ke mana saja aku selama ini? Sudah pacaran sembilan tahun tapi belum mengenalnya luar-dalam.

Belum menikah saja sudah begini, bagaimana besok setelah tinggal serumah dan seumur hidup?


Pre Wedding in Chaos ini salah satu naskah yang proses penulisannya lumayan ‘ngebut’. Aku dikasih deadline 4 bulan buat nulis. Tapi sampe 3 bulan awal, aku cuma dapet 50 halaman ._.
Sisa halaman lain aku selesaiin dalam waktu 1 bulan. Ngirimnya beneran mepet deadline banget. Alhamdulillah gak ngaret..

Hal yang bikin aku semangat karena dikasih kesempatan buat nulis dengan tema ‘pernikahan’. Mbak Noni, editor Pustaka Populer waktu itu, bilang gak harus kehidupan pernikahan. Boleh persiapan, sebelum, atau pengantin baru.

Aku ngiyain ajakan itu nyaris gak pake mikir. Cuma muncul pikiran, “Ambil aja! Kesempatan!” Begitu udah bisa mikir, bengong sendiri. Aku mau bikin cerita apa? Kehidupan pengantin baru pasti menarik banget buat dibahas. Tapi aku ngerasa buntu.

Jadi, pada suatu malam, aku sama sahabatku curhat-curhat lucu. Aku nanya, “Nikah tuh penting gak sih buat kamu?”
Dia jawab, “Gak. Biasa aja. Aku sih yang jelas gak akan nikah dalam waktu dekat. 10 tahun lagi lah paling gak.”
Aku bengong dong. Secara umur udah kepala 2, 10 tahun lagi ya berarti kepala 3. Kapan punya anaknya??? *ini pikiranku*

Dari sana, percakapan kami merembet jauh. Akhirnya aku mutusin itu sebagai premis. Tentang seorang perempuan berusia matang, udah mapan, tapi masih gak mikirin nikah. Biar makin seru, dia gak aku bikin jomlo, tapi udah punya pacar dan udah jalan bareng 9 tahun. Habis itu muncul lagi berbagai pertanyaan. Kenapa dia gak mikirin nikah? Apa aja konflik yang mau aku masukin? Siapa aja tokohnya? Gimana karakter mereka? Gimana alurnya? Dan, yang paling bikin galau, ending gimana yang paling cocok buat cerita ini? Setelah semua garis besar mateng di buku catatan dan kepala, aku baru mulai bikin sinopsis lengkap, kirim ke Mbak Noni, deal, nulis 2 bab awal, deal juga, baru lanjut sampai selesai.

Cerita ini, sejujurnya, sebagian lahir dari kegelisahanku sendiri. Aku tulis buat jawab pertanyaan konyol bin aneh yang sering muncul di kepalaku. Jadi, kalau ada kemiripan atau kesamaan adegan dengan cerita sejenis, percayalah itu cuma kebetulan. Kalau salah satu orang terdekatku baca ini dan ngerasa aku lagi curhat, mungkin itu betul. Namanya juga penulis romance, kadang kelepasan curcol dikit. *kalem*

Sebagai penutup, aku mau ngucapin terima kasih sebanyak-banyaknya buat tim Bentang Pustaka, Pustaka Populer, dan pihak lain yang terlibat. Tanpa kalian, novel ini cuma jadi salah satu file di folder laptopku. *kecup sayang*

Buat kalian, para pembaca tersayang, selamat menyelami lika-liku hubungan percintaan my hero, Saraga Triyasa, dan my heroine, Aria Desira Ridwan, menuju hari besar mereka.

Selamat menikmati :)

Salam,

___________
Elsa Puspita
Author

Saturday, January 31, 2015

MY ‘FUN’TASTIC AND INSANE WEDDING PLAN ~

Ngomongin nikahan, nggak akan pernah bikin bosen. Yah, seenggaknya buat cewek-cewek kayak aku. Para cowok mungkin lebih milih kabur daripada ngomong beginian, terutama yang belum mau komitmen. *putusin aja*

Beberapa bulan ini, temenku udah mulai melepas masa lajang satu-persatu. Bikin aku setengah sadar, “Oh, udah waktunya,”. Sambil ngelihatin undangan mereka, aku suka mikir, rencana pernikahan kayak apa yang aku pengin?


Lamaran (non formal)

Ini langkah awal wajib, sebelum bisa naik pelaminan. Yaiyalah! Kecuali ta’aruf, atau pasangan hasil perjodohan keluarga, pasti ada adegan di mana pihak laki ‘ngajak’ perempuannya nikah. Berkat film-film Hollywood, para gadis manis seperti aku kebanyakan bayangin adegan si cowok berlutut dengan satu kaki, nyodorin cincin berlian segede kelereng, sambil ngomong, “Will you marry me?”, terus si ceweknya sok kaget (padahal seneng), nangis terharu, meluk si cowok, sambil bilang, “YES!”, terus mereka ciuman.

Khayalanku buat lamaran (non formal) nggak gitu. Too mainstream. *dikeplak sejuta umat*

Di satu sesi curhat jamaah, aku sama anak-anak kost sempat ngobrolin hal ini. Dan jawabanku: “aku pengin dilamar di puncak gunung. Tapi gunung yang bener-bener didaki bareng, bukan kayak Bromo yang bisa naik jeep.”

Temen-temenku dengan kejamnya mematahkan khayalan indah itu dengan bilang, “Emang kuat diajak naik gunung? Lari santai aja ngos-ngosan. Belum sepuluh menit jalan, paling minta pulang.”

Sialan.

Aku nggak selemah itu! ISH!

Salah seorang mantan gebetanku, yang tahu masalah ide gila ini, sempat nanya. Kenapa pilih gunung? Dengan sok filosofis, aku jawab gini, “Daki gunung, kan, susah.  Nyampe puncak itu hadiahnya. Aku pengin ngerasain susah bareng-bareng dulu sebelum dapet hadiah utamanya. Kan asyik tuh, habis capek-capek, pas di puncak diajak nikah.”

Aku tahu, alasanku absurd. Tapi itu beneran! Walaupun dalam khayalanku itu nanti ceritanya aku nggak tahu tujuan si laki ngajak ke gunung. Ceritanya biar surprise :)))


Undangan Nikah

Ini khayalan paling simpel yang pernah aku pikirin tentang nikahanku. Desain undangan. Ceritanya pas lagi bengong ngelihatin tumpukan novel, terus aku mikir, “Kayaknya lucu kalau undangan nikah bentuk novel…”

OH GAK! AKU GAK AKAN BIKIN 200 HALAMAN BUAT SATU UNDANGAN NIKAH!

Aku pengin desain sampul depannya dibikin kayak novel. Di mana pas aku upload di medsos, orang mikirnya itu novel baruku ~

Undangan nikah ini nanti juga punya alternatif lain. Selain kayak cover novel, aku juga nggak keberatan model block note. Jadi, kalau misal nikahnya akhir tahun, bisa sekalian dikasih bonus kalender di bagian belakang. Kalau pertengahan atau awal tahun, bisa beneran dibikin block note. Bagian undangan dll-nya di bagian depan. Kalau udah gitu, gak pake souvenir lagi dong! Kan udah sekalian itu! undangan + block note sebagai souvenir. *gak mau rugi*


Foto Prewed

Ini hal lain yang bakal bikin calon suamiku nanti ngelus dada. Aku pengin foto prewed dengan tema air, udara, dan tanah. Tahu, kan maksudnya?

PINTEEERRRR!!!

Aku pengin foto sambil diving, main paralayang, dan di darat.

Buat di darat, ada 3 tema lagi. Kasual, romantis, dan seksi. Buat kasual, aku mau sama si laki pake kaus biasa, tulisan “Mrs. Bride” buat aku, “Mr. Groom” buat dia, di atas Vespa, yang buntutnya diiketin kaleng dan pita-pita plus tulisan “wanna get married”. Kenapa Vespa? Karena aku suka.

Buat yang romantis, rada klise sih, aku mau di pantai, pas sunrise. Kenapa sunrise? Karena itu awal. Langkah baru. Semacam itu. *ehem*

Yang terakhir, seksi. Aku ngebayangin duduk di atas kap mobil tua, pakai heels tinggi, serba hitam, terusssss si laki pakai stelan tuksedo, belum cukuran 3 hari (ada brewok tipis gitu), dan dasinya gak diikat. Yang ini nanti posenya dibikin ala-ala cover Harlequin gituuuuuu ~


Akad & Resepsi

Buat akad, gak akan bisa kumacem-macemin. Pihak keluarga pasti pakai adat, jadi pasrah saja.

Nah… resepsinya itu….

Tahu apa yang bikin aku mau nonton Breaking Dawn part 1 selain karena Taylor Lautner buka baju? Pesta pernikahannya Bella sama Edward.

DI HUTAN! MEREKA NYOLONG IDEKU! ISSSSHHHH!!!

Jadi, jauh sebelum film itu diproduksi, aku udah ngebayangin resepsi di hutan lapang. Yeah, aneh. Sementara temen-temenku ngebayangin resepsi di gedung, pantai, dsb, aku pengin di hutan. Karena hutan itu tenang. Adem. Harapan supaya pernikahanku nanti juga adem-ayem. Sepanas apa pun kondisinya, tetap bisa ngerasain kesejukan. *eaaaaa*

Kalau jadinya gini, lumayan manis dan romantis, kan?

sumber gambar: Pinterest



Bulanmadu

Aku nggak suka travelling. Aku suka liburan, tapi gak pake keliling seharian, tidur lima menit, keliling lagi … gak. Pegel cyin! Tapi, ada satu tempat di mana aku gak keberatan jadi backpacker.

New Zealand a.k.a Selandia Baru.

Entah sejak kapan, NZ udah gantiin posisi Prancis di kepalaku. Aku masih suka sama Prancis, tapi murni pengin jalan dan liburan doang. Tapi di NZ, aku pengin menetap. Kalaupun nggak bisa, aku pengin ke sana, keliling beneran, sama suami.

Jadi, pas kebaca berita kalau penyanyi Denada honeymoon keliling negara itu dan nyewa karavan, aku langsung ngiri! Bayangin! Tidur di atap mobil, sambil ngelihatin langit, bintang-bintang … sisi romantisku langsung mencuat ke luar. Gak perlu hotel mewah, suite bulanmadu. Cukup karavan, anti nyamuk, kantung tidur, dan kamu.

Terus keliling di sini sampai puas :’)

sumber gambar: 7-themes.com





And now, we’re getting married

Gimanapun proses dan segalanya, terlepas dari semua keribetan itu, satu hal yang jadi impian setiap pasangan menikah pasti sama. Menemukan teman hidup terbaik, yang akan mendampingi bukan cuma di dunia, tapi juga di akhirat nanti, dalam segala kondisi.

Kalau istilah Pak Ustaz, membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah…



Salam,

Elsa Puspita




sumber gambar: koleksi pribadi