Saturday, October 27, 2012

Please, Look at me #FF2in1 Rama-Bertahan


Irina memberikan lirikan tajam. Lasya berusaha semampu mungkin mengabaikannya. Dia tau apa yang akan dilakukan sahabatnya itu. Berceramah panjang lebar tentang kebodohannya. Sejujurnya, dia sedang tidak membutuhkan hal itu sekarang.
“Las…”
“Udah, Na. Aku nggak apa-apa. Nggak ada yang perlu di bahas. Oke?”
Lasya sudah siap jika Irina mengeluarkan segala komentar pedasnya. Namun, ternyata sahabatnya itu hanya menghela napas. “Sampe kapan, Las?” Dia menyentuh memar kebiruan di sudut bibir kiri Lasya. “Ini udah kelewatan. Sangat keterlaluan.”
“Dia nggak sengaja.”
“Apa yang nggak sengaja? Waktu dia nonjok kamu atau pas dia kepergok tidur sama pela…” Irina menghentikan ucapannya. “Maaf,” ucapnya, salah tingkah. “Aku cuma nggak mau kamu terus-terusan nyakitin diri. Kamu bisa dapet yang lebih baik dari dia, Las.”
Lasya menggeleng. “Erik udah ngakuin semua kesalahan dia, Na. Dia udah minta maaf dan janji nggak akan ngulangin semuanya.”
“Dan kamu percaya?”
Lasya mengangguk pelan. “Aku sayang dia, Na.”
“Sayang bukan berarti biarin dia bertindak semaunya, Las. Sayang itu berarti saling menghargai. Erik sama sekali nggak nunjukin sifat kalo dia menghargai kamu. Yang dia lakuin cuma terus-terusan nyakitin kamu. Itu bukan hubungan yang sehat.”
Lasya menepuk pelan bahu Irina seraya tersenyum kecil.  “Erik pasti berubah. Dia nggak akan…” Ucapan Lasya terhenti ketika mendengar pintu kafe tempatnya bekerja terbuka dan segerombolan pria berjas melangkah masuk.
“Erik,” bisik Irina pelan.
Lasya mengangguk. Ekspresi wajahnya tampak senang. Dia buru-buru menghampiri meja yang diduduki Erik dan teman-temannya sambil membawa nota pesanan. “Ada yang bisa saya bantu?” Dia melempar senyum manis pada Erik.
Erik hanya meliriknya sambil lalu ketika menyebutkan pesanan teman-temannya satu persatu. Setelah itu, dia benar-benar membuang muka dari Lasya dan mengobrol serius dengan orang-orang di mejanya.
Lasya masih berdiri di sana, menunggu Erik mengucapkan hal lain. Dia setengah berharap Erik akan memperkenalkannya dengan teman-teman lelaki itu.
“Nona?” tegur salah satu teman Erik. “Bukannya kamu seharusnya ke belakang buat mulai nyiapin pesanan kami?”
Lasya tergagap. Dia masih memandang Erik. Namun, Erik sama sekali tidak menatapnya. Lelaki itu hanya meliriknya dengan ekspresi datar, sebelum kembali berbicara dengan lagak penting. Dengan lunglai, Lasya melangkah pelan menuju konter untuk menyerahkan nota pesanan mereka pada Irina.
“Las…”
“Dia cuma lagi sibuk,” potong Lasya, kemudian melangkah ke dapur.
Irina menghela napas pelan. Dia tidak akan pernah mengerti bagaimana Lasya bisa memaklumi semua tingkah buruk Erik padanya. Dia hanya bisa berharap, temannya itu segera sadar dan berhenti mengharapkan Erik untuk benar-benar menoleh padanya.

No comments: