Wednesday, December 5, 2012

The First Time I Saw You (#1)


Aku menduduki meja kayu di bagian depan kelas, di sebelah jendela. Jam istirahat baru dimulai beberapa menit yang lalu. Suasana kelas sudah nyaris kosong. Namun, aku enggan ikut keluar, apalagi ke kantin yang pasti penuh sesak oleh orang-orang yang kelaparan. Lagi pula, ada jam istirahat kedua yang bisa kugunakan untuk makan siang. Pandanganku terpaku ke luar jendela. Sara, salah satu teman sekelasku, tengah duduk di koridor kelas sambil membaca buku Sejarah. Seorang siswi dari kelas lain yang sering kulihat bersama Sara duduk di sebelahnya. Aku tau siswi itu, tetapi tidak tau siapa namanya. Yah, tidak perlu kusebut kalau menghapal nama orang bukanlah salah satu kelebihanku. Kedua orang itu sepertinya terlibat percakapan seru, entah membicarakan apa. Sara masih memegang buku Sejarahnya. Menurutku, apa pun yang mereka bicarakan tidak akan seseru itu kalau menyangkut pelajaran Sejarah. Bagiku, itu pelajaran paling membosankan selain Sosiologi.

Seorang anak laki-laki bergabung bersama mereka. Aku juga mengenal siswa itu. Dia juga berasal dari kelas lain, sepertinya kelas yang sama dengan siswi yang sedang berbincang dengan Sara. Dia cukup terkenal, sebenarnya. Yah, kalian tidak mungkin tidak mengenal sang juara umum, kan? Nah. Itulah dia. Tapi, sejujurnya, aku juga tidak tau namanya. Aku hanya tau wajah dan kenyataan kalau dia juara umum semester lalu.

Secara fisik, anak lelaki itu biasa saja. Bukan kategori ‘prettiest boy in this school’ atau tipe cowok boyband idola. Tapi, dia pintar. Itu yang penting. Menurutku. Cowok ganteng tapi tidak berotak sudah lama keluar dari daftarku. Bukan berarti aku mengincar si juara umum itu! Tidak sama sekali! Hanya saja, kalau harus memilih cowok seperti dia atau tipe boyband ganteng berotak kosong, aku pasti memilih dia.
Si juara umum, siapa pun lah namanya, duduk di sebelah Sara. Namun, sepertinya dia tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan kedua gadis itu, karena tiba-tiba saja dia kembali berdiri. Aku setengah mengira dia akan pergi. Tetapi, ternyata dia malah menunduk untuk mengambil sebelah sepatu teman Sara yang dilepas, lalu membawanya kabur. Teman Sara itu menjerit, sementara si lelaki juara umum itu tertawa keras dan melempar sebelah sepatu itu ke atap.

Aku ternganga. Dia benar-benar melempar sepatu itu ke atap. Apa itu kelakuan wajar seorang juara umum? Jujur saja, selama ini aku mengira dia tipe kutu buku yang serius dan introvert. Siapa yang mengira kalau dia memiliki sisi gila?

Kulihat teman Sara melepas sepatunya yang lain dan melemparnya ke arah si juara umum dengan kesal. Si juara umum menangkap sepatu itu, menjulurkan lidahnya, lalu kembali melemparnya ke atap. Lengkap sudah. Kedua sepatu itu sekarang bertengger di atap.

Aku menahan tawa, setengah kasihan pada teman Sara yang sekarang sibuk memukul si juara umum.

“SAKA SINTING!!!” jerit teman Sara dengan marah.

Saka hanya tertawa, sama sekali tidak merasa bersalah melihat temannya hanya memakai kaus kaki tanpa sepatu. Setelah melihat wajah temannya itu nyaris menangis, dia baru mengambil sepatu itu dari atap. Masih dengan wajah geli, Saka mengembalikan sepatu cewek itu. Tepat setelah itu, bel masuk berbunyi.

Aku melompat turun dari meja, siap kembali ke bangkuku sendiri.


-to be continue…


#2

No comments: