Tuesday, October 30, 2012

Proyek Obsesi : LDR (Long Disaster Relationsh*t)

Entah sejak kapan, aku jadi semacam terobsesi pingin bikin cerita dengan tema LDR. Sekitar tiga tahun yang lalu aku sempet coba bikin. Dan... GAGAL. Makin lama ditulis, ceritanya makin keluar jalur. Udah biasa sih, bikin cerita yang keluar dari rencana awal. Tapi, proyek yang itu bener-bener keluar dan jadinya aneh. Ditambah bencana alam yang nimpa Rinrin *laptopku*, yang bikin semua data lenyap, termasuk proyek itu, akhirnya proyek itu bener-bener hilang. Mau mulai awal, belom dapet feel yang pas. Aku belum nemu alur yang pas, konfliknya apa aja, dan ending yang enak. Tapi aku bener-bener pingin bikin cerita dengan tema ini. Sangat pingin, sampe jadi obsesi.

Kenapa bisa segitunya coba? Aku nggak tau.

Mungkin, cuma mungkin ya, karena aku juga salah satu korban LDR yang gagal.. (bekson : Bruno Mars - Long Distance). Aku sering bertanya-tanya sendiri, kenapa sih LDR banyak yang gagal? Okelah, masalah jarak bisa menimbulkan penyakit kronis berupa kangen stadium empat. Tapi, kan sekarang udah banyak hal-hal yang bisa jadi 'jembatan' (say hello to HP, Twitter, FB, YM, dsb, dll). Itu masih gak cukup, sodara-sodara! Sama sekali nggak cukup. Aku pernah bahas tentang LDR di sini.

Kemungkinan lain, mungkin karena aku ngarepin ending yang beda buat diriku sendiri (tetep ya, Non. 2taon gak ngaruh. MOVE ON woooyyy!!!) *abaikan saja tulisan dalam kurung. Itu jeritan gak penting dari sisi lain saya. trims*.

Lanjot!
Ini sama sekali gak ada hubungan sama move on ato belom (ngeles). Cuma pengen buktiin ke diri sendiri kalo gak ada yang salah sama hubungan kemaren itu. Itu gagal ya karena emang takdirnya gagal. Bukan salah aku, dia, atau jarak. Karena itu, aku sangat pengen bikin cerita tentang LDR yang BERHASIL!

Trus, mikir lagi. Konflik kalo orang lagi LDR itu apa sih? Kalo aku kemaren sih lebih banyak masalah di sinyal. Lagi enak-enak SMS, tiba-tiba sinyal jelek, jadinya males lanjut SMS, trus ngambek-ngambekan *saat itu aku masih muda*. Kalo gak itu, gara-gara selingkuh (boring). Iya, boring juga bisa jadi masalah. Tapi, apa sih sebenernya yang bisa bikin suatu hubungan itu bener-bener bertahan, meskipun jarak jauh terbentang? Cinta yang besar? Berdasarkan pengalaman pribadiku, volume cinta itu bisa berubah (yah, kalo itu beneran bisa disebut cinta. Kalo bukan?). Oke. Ganti kalimat. Perasaan manusia itu labil, bisa berubah. Yang tadinya perasaannya gede banget *apa pun sebutannya*, bisa berkurang, bahkan sampe ilang. Jadi, kayaknya bukan itu.

Terus apaaa???
Sampe sekarang aku masih gak tau karena, sekali lagi aku bilang, LDR-ku GAGAL!!! (HAHAHAHAHAHA Abis ngepost ini bakal langsung galau) *gue sambit pake golok juga lu, kampret*

Sudah. Cukup. Serius. *plester mulut sisi lain pake lem tikus*

Aku udah punya satu cara. Gak tau bakal berhasil atau gak. Aku lagi ngumpulin otak buat nyusun semuanya. Semoga, kali ini proyek obsesi ini bisa beneran dibikin. Bukan masalah bakal terbit atau gak (terbit juga bakal tetep girang sih), tapi lebih ke kepuasan buat aku sendiri. Begitu dapet bukti kalo gak ada yang salah sama aku, mungkin saat itu aku baru bener-bener bisa move on (daleeemmm...)

Oke! Semangat! Ngat! Ngat! Ngat!!!


Salam

Elsa (sisi waras dan sisi sintingnya)

Will you... #FF2in1 Marry Me - Train

"Maaf, hari ini kita gak bisa ketemu dulu ya. Lagi ada kerjaan. Besok malam jg aku gak bisa jemput. Langsung ktmu disana aja ya. Love - P"

Elena membaca pesan yang baru masuk itu dengan geram. Terjadi lagi. Akhir-akhir ini Peter, pacarnya, selalu melakukan hal itu. Seenaknya membatalkan kencan mereka. Apakah lelaki itu lupa besok hari apa? Peter sudah berjanji akan menemaninya di malam ulangtahunya. Menemani semalaman, begitu katanya. Bagaimana mungkin mereka datang sendiri-sendiri? Dengan dongkol Elena memasukan ponselnya ke dalam tas. Baiklah. Kita lihat saja besok apa yang terjadi. Kalau Peter membatalkannya lagi, lelaki itu benar-benar sudah bosan hidup.

Elena menemukan Peter sudah duduk di meja yang dipesannya, keesokan harinya. Seperti janji sebelumnya, malam ini mereka akan merayakan ulang tahun Elena yang ke-27 tahun. Elena menghela napas lega saat melihat Peter benar-benar datang dan tidak membatalkan janjinya lagi.

"Jadi," Elena memulai, sementara menunggu pesanan mereka.

"Happy Birthday," ucap Peter, lalu mengecup pipi Elena lembut. "Waw. Kamu udah 27 tahun."

"Ya, aku tau," ujar Elena. "Bukan itu yang mau aku bahas." Dia menatap Peter dengan mata disipitkan. "Kamu ke mana seminggu ini? Setiap dihubungi sok sibuk, seenaknya mutusin telepon, bales SMS singkat-singkat, dan batalin semua kencan kita."

"Kan, aku udah bilang lagi ada kerjaan," ucap Peter membela diri.

"Kamu udah jadi orang sibuk sejak kita awal pacaran, tapi belum pernah sekali pun kamu batalin kencan kita tanpa alasan jelas. Inget kejadian tahun lalu, waktu kamu harus rapat pas acara anniversary kita? Kamu juga ajak aku ke restoran itu. Yah, walaupun pisah meja, seenggaknya kamu nggak nyuekin aku gitu aja dan langsung gabung ke mejaku begitu rapatnya selesai. Sekarang?" serang Elena bertubi-tubi.

"Kamu nggak percaya sama aku?"

"Bukan nggak percaya," geram Elena. "Aku cuma nggak suka cara kamu. Seharusnya kalo emang nggak bisa dari awal, ya bilang. Jangan ngasih harapan palsu gitu. Capek tau, bolak-balik ngapus dandanan tiap kamu batalin janji. Nggak enak juga jadi nomor dua."

"Kamu nggak pernah jadi nomor dua," kata Peter menenangkan.

"Dulu iya. Seminggu ini nggak."

"Seminggu ini juga," ralat Peter. "Aku nggak akan nyuekin kamu gitu aja, Sayang. Aku pasi selalu punya alasan."

"Dan alasan kali ini?"

Peter tersenyum kecil, lalu mengangkat gelas wine-nya. Tiba-tiba lampu ruangan itu padam. Suasana menjadi gelap total. Elena menjerit kecil.

"Peter?" tegurnya dengan suara gemetar.

Kemudian, satu persatu cahaya bermunculan. Mulai dari sudut restoran, menyambung ke meja sebelahnya. Cahaya itu berasal dari senter mungil di tangan para pengunjung.

"Apa ini?" tanya Elena setelah cahaya berhenti bermunculan. Dia menatap Peter bingung.

Peter menyuruh Elena berdiri di atas meja, kemudian menatap ke arah titik-titik cahaya itu. Elena membekap mulutnya saat melihat cahaya itu membentuk sebuah kata 'Marry Me'. Elena menatap Peter tidak percaya.

"Kamu dua puluh tujuh, aku tiga puluh satu. Kayaknya udah bukan waktunya pacaran lagi." Dia menyeringai usil. "So, Miss Elena, will you marry me?"

Elena benar-benar kaget. Kemudian, Peter menyerahkan sebuah cincin padanya. "Will you...?" tanya Peter lagi.

"Mau!" ucap Elena. Satu persatu air matanya turun. "Mau banget!"

Jangan pergi lagi #FF2in1 Adera -Lebih Indah

Aku pernah merasakan gelap yang pekat. Tanpa ada setitik cahaya pun di dalamnya. Tidak ada satu pun benda yang bisa dilihat, termasuk tanganku sendiri. Mengerikan. Sangat. Aku tidak pernah berharap akan ada cahaya yang datang. Aku sudah lelah berharap. Setiap kali berharap, hanya kekecewaan yang datang. Ya sudah. Kalau Tuhan memang menggariskan kegelapan untukku, aku akan menerimanya.

Lalu, kemudian kau datang. Menawarkan setitik cahaya untukku. Aku tidak ingin harapan itu kembali muncul. Tetapi, kau berhasil membuatku berani meraihnya. Aku tidak tau apakah itu merupakan keputusan yang tepat, atau bukan. Lagi-lagi, aku hanya bisa berharap.

Dan kini, aku sudah menggenggam cahaya itu. Masih cahaya redup. Namun, sebuah keyakinan bercampur harapan muncul di hatiku, suatu saat cahaya itu akan menjadi lebih terang.

Kepadamu yang sudah memberiku cahaya, aku mengucapkan terima kasih. Semoga kau betah berada di tempatmu, di sisiku, dan berbagi cahaya denganku. Jangan pergi lagi...

Saturday, October 27, 2012

I miss you #FF2in1 When You're Gone - Avril Lavigne

Taman itu tampak lenggang. Hanya beberapa pasang sejoli yang terlihat menduduki bangku-bangku kayu yang ada di sana. Alya menduduki salah satunya. Bangku yang selalu didudukinya tiap mendatangi tempat ini. Dia mengenal taman ini dengan baik dan hapal letak tiap bunga yang ada di sana. Bukan berarti dia menyukai tempat ini sejak awal. Malahan, kalau boleh jujur, Alya tidak pernah benar-benar menikmati setiap Aldo, pacaranya, mengajaknya di sini. Aldo si culun, kere, norak, menyebalkan, sama sekali tidak bisa dibanggakan. Bukannya mengajaknya berbelanja di mall, makan di restoran mahal, atau menonton film bagus di bioskop, Aldo malah selalu mengajaknya ke taman ini setiap mereka berkencan. Dengan bekal yang dibuat lelaki itu sendiri, mereka piknik di taman itu. Dia terpaksa mendengar semua celoteh Aldo tentang berbagai hal mengenai taman itu. Mulai dari tahun taman itu dibuat, tanaman apa saja yang ada di sana, bahkan Aldo juga mengajarinya cara mengira-ngira umur sebatang pohon! Benar-benar tidak romantis. Ketika mereka duduk di sana pada malam hari, Aldo berceloteh panjang lebar tentang bintang. Alya menyukai bintang. Apalagi yang terlihat membanjiri langit. Namun, jika Aldo mengubahnya menjadi pelajaran astrologi, dia sangat membencinya. Tidak bisakah Aldo hanya duduk diam sambil mengamati langit malam, bukannya malah berceloteh tentang orion, rasi bintang utara, timur, selatan, dan sebagainya itu? Sangat menganggu.

Namun, sekarang Alya duduk sendirian di taman itu. Tidak ada Aldo yang menceramahinya tentang umur sebatang pohon atau rasi-rasi bintang. Beberapa minggu yang lalu, Aldo harus pergi karena mendapat beasiswa di Inggris. Hampir enam bulan mereka tidak bertemu. Seharusnya Alya senang terbebas dari lelaki aneh itu. Seharusnya dia bersorak. Tetapi, tidak.

Ketika Aldo berkata kalau dia akan pergi, tanpa pikir panjang Alya memutuskan hubungan mereka karena tidak mau menjalani LDR. Aldo berusaha meyakinkannya kalau mereka masih bisa menjalin hubungan. Tetapi, Alya tidak mau. Dia sudah malas berhubungan dengan Aldo dan ingin menjalin hubungan lain yang romantis dengan lelaki normal. Dia mendapatkan lelaki normal itu hanya dua minggu setelah kepergian Aldo. Dia mendapatkan hubungan impiannya. Jalan ke mall, makan di restoran, nonton bioskop berdua.

Sayang, semuanya terasa hambar. Meskipun dia dan Aldo hanya menghabiskan waktu di taman ini selama setahun pacaran, tetapi Aldo selalu membawa cerita baru untuknya. Aldo tidak pernah mengulang cerita yang sama. Setelah menjalani hubungan baru ini, Alya baru sadar kalau dia lebih menikmati ceramah berat Aldo tentang pengetahuan alam daripada ocehan pacar barunya yang terus menceritakan tentang kehebatan mobilnya atau teman-temannya. Alya menginginkan Aldo.

Karena itu dia sekarang duduk di sini. Aldo berkata dia akan pulang hari ini dan ingin bertemu dengannya, kalau dia tidak keberatan. Dan Alya sangat tidak keberatan. Dia merindukan Aldo. Bertemu dengan lelaki itu akan menjadi obat mujarab untuk mengatasi kerinduannya.

"Hai, Al," sapa sebuah suara.

Alya menoleh. Senyumnya langsung terkembang. "Hai, Al," balasnya.

Aldo tersenyum kecil. "Aku pikir, kamu nggak akan dateng."

Alya melangkah pelan ke hadapan Aldo. "I miss you," ucapnya pelan.

"So do I," balas Aldo lembut.

Please, Look at me #FF2in1 Rama-Bertahan


Irina memberikan lirikan tajam. Lasya berusaha semampu mungkin mengabaikannya. Dia tau apa yang akan dilakukan sahabatnya itu. Berceramah panjang lebar tentang kebodohannya. Sejujurnya, dia sedang tidak membutuhkan hal itu sekarang.
“Las…”
“Udah, Na. Aku nggak apa-apa. Nggak ada yang perlu di bahas. Oke?”
Lasya sudah siap jika Irina mengeluarkan segala komentar pedasnya. Namun, ternyata sahabatnya itu hanya menghela napas. “Sampe kapan, Las?” Dia menyentuh memar kebiruan di sudut bibir kiri Lasya. “Ini udah kelewatan. Sangat keterlaluan.”
“Dia nggak sengaja.”
“Apa yang nggak sengaja? Waktu dia nonjok kamu atau pas dia kepergok tidur sama pela…” Irina menghentikan ucapannya. “Maaf,” ucapnya, salah tingkah. “Aku cuma nggak mau kamu terus-terusan nyakitin diri. Kamu bisa dapet yang lebih baik dari dia, Las.”
Lasya menggeleng. “Erik udah ngakuin semua kesalahan dia, Na. Dia udah minta maaf dan janji nggak akan ngulangin semuanya.”
“Dan kamu percaya?”
Lasya mengangguk pelan. “Aku sayang dia, Na.”
“Sayang bukan berarti biarin dia bertindak semaunya, Las. Sayang itu berarti saling menghargai. Erik sama sekali nggak nunjukin sifat kalo dia menghargai kamu. Yang dia lakuin cuma terus-terusan nyakitin kamu. Itu bukan hubungan yang sehat.”
Lasya menepuk pelan bahu Irina seraya tersenyum kecil.  “Erik pasti berubah. Dia nggak akan…” Ucapan Lasya terhenti ketika mendengar pintu kafe tempatnya bekerja terbuka dan segerombolan pria berjas melangkah masuk.
“Erik,” bisik Irina pelan.
Lasya mengangguk. Ekspresi wajahnya tampak senang. Dia buru-buru menghampiri meja yang diduduki Erik dan teman-temannya sambil membawa nota pesanan. “Ada yang bisa saya bantu?” Dia melempar senyum manis pada Erik.
Erik hanya meliriknya sambil lalu ketika menyebutkan pesanan teman-temannya satu persatu. Setelah itu, dia benar-benar membuang muka dari Lasya dan mengobrol serius dengan orang-orang di mejanya.
Lasya masih berdiri di sana, menunggu Erik mengucapkan hal lain. Dia setengah berharap Erik akan memperkenalkannya dengan teman-teman lelaki itu.
“Nona?” tegur salah satu teman Erik. “Bukannya kamu seharusnya ke belakang buat mulai nyiapin pesanan kami?”
Lasya tergagap. Dia masih memandang Erik. Namun, Erik sama sekali tidak menatapnya. Lelaki itu hanya meliriknya dengan ekspresi datar, sebelum kembali berbicara dengan lagak penting. Dengan lunglai, Lasya melangkah pelan menuju konter untuk menyerahkan nota pesanan mereka pada Irina.
“Las…”
“Dia cuma lagi sibuk,” potong Lasya, kemudian melangkah ke dapur.
Irina menghela napas pelan. Dia tidak akan pernah mengerti bagaimana Lasya bisa memaklumi semua tingkah buruk Erik padanya. Dia hanya bisa berharap, temannya itu segera sadar dan berhenti mengharapkan Erik untuk benar-benar menoleh padanya.

Thursday, October 11, 2012

#FF2in1 Snow

Semua orang suka salju. Tentu saja. Meskipun membuat beku dan menjengkelkan, entah mengapa salju memiliki daya tarik tersendiri. Putih. Bersih. Suci. Seperti dia. Dia yang sangat mencintai salju hingga ke tulang. Tidak pernah bisa menahan diri untuk tidak berlari keluar, menari-nari di halaman sementara salju bertebaran di sekitarnya. Badai salju pun terlihat indah di matanya. Walaupun ketika hal itu terjadi, dia sama sekali tidak diijinkan meninggalkan rumah.

Salju. Snow. Dia.

Ernest menatap gundukan salju di depannya, sementara beberapa anak berlarian dengan riang, melakukan berbagai aktivitas dengan timbunan harta karun putih mereka. Beberapa anak lelaki sepakat untuk bermain lempar salju. Beberapa bola salju melenceng dari sasaran dan mengenai target lain. Ernest beberapa kali menjadi korban, namun dia bergeming di tempatnya.

"Kuharap kau sekarang di sini, Snow," bisik Ernest. Dia membungkuk untuk meraih gumpalan salju, lalu melemparnya ke depan. "Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu." Dia menunduk, menyembunyikan kilau yang mulai muncul di matanya. "Bagaimana bisa kau melakukan ini?" tanyanya. "Bagaimana mungkin kau meninggalkanku?" sebutir air bening bergulir dari pelupuk matanya.

Pertanyaan bodoh. Mereka semua tau jawabannya. Penyakit mengerikan telah merenggut Snow-nya yang cantik dan bersih. Snow yang berubah putih pucat, sepucat salju yang amat di sukainya, sesaat sebelum di makamkan. Penyakit kejam yang merenggut senyum menawan dari bibir Snow-nya yang manis.

Ernest mengadah, menatap hamparan langit di atasnya. "Kau tau, ini belum selesai. Suatu saat, aku juga akan berada di sana dan kita akan bersama lagi." Dia mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Kuharap, kau mau menungguku di sana, dan menyediakan tempat untukku, tepat di sampingmu. Aku mencintaimu, Snow. Selalu."

#FF2in1 just trying together...

Ariana menatap Ro, lalu buru-buru menunduk dengan salah tingkah. Ro, dengan kesabarannya yang seakan tanpa batas, tetap duduk di sana dengan tenang, tanpa banyak bersuara ataupun memaksanya.

'Ya ampun, apa yang harus kulakukan?' batin Ariana cemas.

"Aku tidak akan memaksamu, Ri," gumam Ro pelan, seperti bisa membaca pikiran gadis di depannya. "Aku hanya ingin mengatakan apa yang kupikir harus kukatakan."

"Kenapa?" cetus Ariana begitu saja. "Maksudku, bagaimana bisa?"

Ro mengangkat bahu. "Aku sendiri tidak tau."

"Hanya... muncul begitu saja?" tanya Ariana, mencoba menyembunyikan nada kecewanya, namun gagal.

Ro bisa mendengarnya. Tentu saja. Laki-laki ini terlalu peka. Terlalu cerdas. "Tidak. Kalau muncul begitu saja, aku pasti sudah menyadarinya dari awal."

"Lalu?"

"Kau tau, aku tidak percaya cinta pada pandangan pertama," gumam Ro. "Setauku, cinta butuh proses panjang sampai bisa dikatakan cinta. Aku tidak akan berkata aku sudah tertarik denganmu dari awal. Sejujurnya, aku baru merasa kau menarik sejak kita terlibat proyek ini bersama. Menghabiskan banyak waktu denganmu, mengetahui lebih banyak tentangmu, kemudian rasa tertarik ini muncul. Mungkin aku menyukai kepolosanmu, semangatmu, binar di matamu saat kita berhasil menyelesaikan satu-persatu tugas yang diberikan. Tapi, aku tidak bisa mengatakannya dengan jelas karena aku sendiri tidak tau. Yang kutau, aku mencintaimu. Itu saja."

"Aku... aku masih tidak mengerti," gumam Ariana dengan wajah memerah.

"Kau tidak perlu mengerti semuanya sekarang, Ariana. Aku sendiri juga belum mengerti semuanya. Tapi, kita bisa belajar untuk memahami ini bersama. Perlahan-lahan. Bisakah?"

Ariana kembali terdiam. Kali ini cukup lama. Dan ajaibnya, Ro sama sekali tidak muak dengan kelambanannya ini. Lelaki itu tetap duduk di sana, menatapnya, menunggu jawabannya.

'Bisakah?' ulang Ariana dalam hati. Dia kembali memikirkan kata-kata panjang Ro. Lelaki itu benar. Mereka tidak harus memahami semuanya sekarang. Nanti, pasti ada saatnya di mana jawaban akan datang satu-persatu dan membuat mereka memahaminya.

Dengan tersipu malu, Ariana kembali menatap Ro. "Kurasa... kita... bisa mencoba," ucapnya pelan, membuat binar bahagia muncul di wajah Ro.

Tuesday, October 2, 2012

#TwitTalk #PenulisBentang @bentangpustaka w/ @elpuspita :)

Sesi 30 menit pertama:
Bentang Pustaka (BP) :
Yukkk udah jam 19.00 teng! Dimulai yuk @elpuspita :) #TwitTalk #PenulisBentang #WonderfullyStupid mungkin bisa dimulai dari proses pembuatannya, dan karakter2 dlm novelnya :)

Elsa Puspita (EP) :
- novel #wonderfullystupid ini pertama kali aku bikin waktu masih SMA.
- inspirasinya, bisa dibilang, dteng dr pengalaman pribadi, tapi critanya beda jauh.
- proses penulisan drafnya sendiri makan waktu sekitar 1-2 bulan karena kepecah sama ide cerita lain.
- selama 4 tahun, naskah mentah itu sama sekali gk tersentuh, gk kluar2 dari folder.
- pas ada lomba 30hari30buku kemarin, aku iseng liat2 naskah lama.
- entah kenapa, jadi tertarik pngen ngerombak yang ini. perombakannya bener2 abis2an.
- mulai dari alur cerita, nama tokoh, sampe judul, aku ngerasa janggal sama yang lama.
- aku berusaha benerin semuanya, terutama karakter para tokoh sebelumnya yang kurang 'nendang'.
- yang paling aku suka selama proses nulis itu, ngebangun karakternya Arsen :)
- awalnya sempet pusing mau dibikin gimana. tipe cowok idola dgn sikap dingin atau playboy tengil yg kurang perhtian.
- smpe tiba2 mncul 'bsikan' buat gbung 2 karakter itu. cowok idola yang tengil, pke topeng tawa buat ntupin ksedihannya.
- hobi ganti wrna rmbut awalnya cm buat jd bnang merah intraksi dy sm Lanna pertama kali, tp mlah jd ciri khas dy jg.
- kalo buat Lanna, sejujurnya aku bingung dy mau dbikin gmana biar imbang sma Arsen.
- smpe akhirny muncul karakter galak, jutek, tp cm sma Arsen. aku mikir, 'cowok ky gini harus punya pawang'.
- bikin Lanna mau ngrlirik Arsen jg gk gampang. gmana cranya spaya dy mau 'noleh' dan berpaling bentar dr Ega.
- trus ku mikir, cewek slalu luluh sma cowok yg mnghargai mimpi dy, apalgi kl co itu bntu mwujudkan mimpinya.
- semua itu gk ada di naskah lama. dlm wktu skitar 3 minggu, aku brusaha kras buat bikin naskah ini jd layak dbaca.
- akhirnya aku krim yg itu buat lomba 30hari30buku. tentu aja abis itu msh byk bgt msukan lain dari mb dila.
- dgn sarana komunikasi yg sdikit brantakan, akhirnya mb dila bntu aku buat bikin novel ini ckup layak dbca :)
- terakhir, stlah byk prgntian jdul, 'Wonderfully Stupid' ini jg slah satu saranny mb dila. *cium tangan* :D


Sesi 30 menit selanjutnya (tanya-jawab):

RaraiSomplak : beri alasan buat saya kenapa saya harus beli buku #WonderfullyStupid.
EP : mskipun temanya cinta, nvel ini gk cma ttg cinta remaja, tapi juga cinta ayah ke anak lwat hbungan Arsen sm ayahnya. selain itu, dsini aku cba ngsih tau gk slah nglakuin hal bodoh buat memperjuangkan apa yg kmu anggep layak dperjuangkan. krakter tkoh utama yg unik dan ckup kuat serta alur yg nyantai bkin nvel ini ckup layak dikonsumsi.

HallaFan : trus knapa dikasih judul #WonderfullyStupid? Any special reason?
EP : krna inti crita ini ttg 'kbodohan'. kebodohan Lanna yg nunggu Ega, kebodohan Arsen yg nguber Lanna. tpi, kbodohan2 itu bisa berakhir bagus kl kmu mau ngsih dkit aja 'tmpat' biar kbodohan itu bs berkembang jd hal pintar.

puput_shine : apa kendala selama membuat novel #WonderfullyStupid?
EP : kndala utama ya tadi, cri cara buat bangun karakter yg mnarik dtengah tema yg ckup biasa. slain itu jg hrus ngendaliin mood yg dtg dan pergi seenakny, smentara deadline mkin mepet. tapi, slama kinginan buat nylesain itu lbih kuat, hal2 tadi bsa diatasi :)

go_Salsha : kak, emang judul sebelumnya apa?
EP : awal bgt jdulnya 'Semanis Brownies', dr kata brondong manis. haha. trus 'A Wonderful Stupid', smpe akhirnya jadi 'Wonderfully Stupid' :)

dylunaly : susah ga sih revisi naskah lama? ngbangun mood dan lainnya? ada tips?
EP : lumayan susah. soalnya udh terpaku sm alur dan smua yg ada di naskah lama. kl yg aku lkuin byk baca, buat perbandingan, bkn nyontek kok. hehe. bku nonfiksi lbh bnyk ngsih msukan. smakin sring dbca, biasanya smkin nemu byk nemu 'cacatnya', akhirnya jd gatel sndiri buat ngrombak.

ev4S_ : berapa kali draft mentah novelnya diperbaiki / diedit sampai jadi laayak cetak?
EP ; yg ini aku 3 kali tulis ulang sbelum dkirim. trus revisi2 lg dkit2 sma editorny sbelum cetak.


Kata Penutup :

BP :
- Waaa ~ gak kerasa udah jam 8 lewat aja. #TwitTalk #PenulisBentang admin tutup ya tweeps! :')
- Terima kasih buat elpuspita penulis buku #WonderfullyStupid yg ltah menjadi narasuber malam ini :) *tepuk tangan*
- Terima kasih juga untuk para followers yang udah menyimak TL bentang & TL elpuspita dari jam 19.00 td :')
- Makasih juga buat follower yg nanya, maaf nggak bs di RT satu-satu karena buanyaak banget! :)

EP:
- makasih bentangpustaka buat ksempatan ngobrol2nya :D lain kali lagi boleh *ngarep* hahaha :p
- Makasih juga buat yg udah ikut partisipasi. maap kalo jawabannya kurang memuaskan. saya juga masih pemula :)
- kita belajar sama2 ya :) saran dan kritik yg membangun selalu ditampung *kecup sayang*





Wonderfully Stupid :))

Monday, October 1, 2012

#FF2in1 One Last Cry

Oke. Semua hal seperti berlomba untuk menghancurkanku hari ini. Mulai dari lupa set alarm, membuatku bangun telat, menunggu angkot sampai hampir setengah jam, membuatku terlambat ke kantor dan mendapat ceramah panjang dari bos paling menyebalkan di dunia, aku berani bertaruh untuk itu. Aku disuruh lembur untuk mengganti jumlah waktu yang 'tersia-sia' karena keterlambatanku. Lembur tanpa uang pesangon itu benar-benar menyebalkan.

Seakan tidak cukup, sekarang hujan turun dengan deras tepat saat jam pulangku. Tidak ada yang lebih kubenci di dunia daripada basah karena hujan. Tubuhku yang terlalu lemah ini langsung terkapar tak berdaya satu jam setelah terkena air hujan.

Bukan itu saja. Pacarku, kekasih hatiku, pria sempurna yang kuharapkan akan menjadi pendampingku seumur hidup, tiba-tiba memutuskan hubungan kami. Tidak adakah keadilan untukku hari ini? Sepertinya Tuhan tidak akan rugi jika memberiku sebuah taksi yang datang tepat waktu dan bisa membawaku pulang secepatnya, bukan malah membiarkanku menunggu di teras kantor sementara hujan terus membasahi bumi.

Doaku terjawab sekitar empat puluh menit kemudian. Akhirnya ada sedikit kebahagiaan hari ini, tersaji melalui cokelat hangat dan semangkuk mi rebus. Bahagia itu sederhana, kawan!

Bel rumah kontrakanku berbunyi. Aku tetap di tempat, menatap TV dengan selimut tebal menutup hingga ke kepalaku. Seorang teman serumahku sudah membukakan pintu.

"Tamumu," ujarnya padaku.

Aku mengerang, sangat tidak ingin meninggalkan tempatku yang nyaman. Namun, akhirnya aku berdiri juga. Oke, kalian pasti bisa menebak siapa yang datang. Mantan kekasihku tercinta. Dia membawa sebuah kardus seukuran kardus mie instan dan tersenyum padaku.

Ingatan tentang dia bukan lagi milikku tiba-tiba datang. Membuatku menyadari betapa berbedanya posisi kami sekarang. Kemarin, kami berada di satu tempat. Namun, sekarang dia seakan berada jauh, meskipun pada kenyataannya tengah berdiri tepat di depanku.

Dia menyodorkan kardus itu padaku. "Kukembalikan," ucapnya. "Terima kasih, ya."

Terima kasih? Saat itu, aku ingin menjerit. Aku tidak butuh terima kasihnya! Aku ingin mendengarnya mengucapkan maaf dan kembali ke pelukanku sekarang juga, mengenyahkan jarak lebar yang tiba-tiba terbentang di antara kami.

"Kenapa?" tanyaku.

Dia hanya mengangkat bahu. Satu-persatu, air mataku turun. Kemudian, derasnya menyaingi hujan yang masih saja turun. Dia mendekat, mengusap pipiku dengan tangannya yang sedikit kasar, namun sentuhannya tetap lembut.

"Aku mencintaimu," bisiku, terisak.

Dia mengusap mataku. "Aku tau. Dan kamu boleh nangis sepuasnya. Asal, setelah ini, nggak ada lagi air matamu yang jatuh buat aku. Kita udah nggak bisa sama-sama lagi, Leta. Kamu tau itu, kan?"

Ya. Semuanya sudah kacau sejak dua bulan yang lalu. Entah apa yang terjadi sebelum ini. Perasaannya berubah, sementara perasaanku tetap sama. Aku bertahan di sini, dan dia berlalu pergi. Sial. Air mataku tidak bisa berhenti. Dan sekarang, aku makin terisak keras di pelukannya. Dia memelukku, mengelus bahuku. Namun, rasanya sudah beda. Itu hanya sentuhan menenangkan untuk seorang teman, bukan sentuhan hangat kekasih. Membuatku yakin kalau semuanya benar-benar sudah berakhir.

Akhirnya aku melepaskan diri, mengusap air mata, dan memberanikan diri menatapnya. Tanpa kata, aku berbalik masuk dengan membawa kardus berisi barang-barang yang pernah kuberikan padanya, lalu mendorong pintu dengan kakiku. Aku berusaha kuat. Berusaha tegar. Menuruti sarannya, aku menangis sepuasnya malam itu. Setelah ini, tidak akan ada air mata lagi. Tidak untuknya, atau lelaki mana pun juga.

#FF2in1 Tetap Terindah

Mataku menatap nanar pada barisan kata di layar ponsel. Sebuah pesan baru yang sebenernya sedang kuusahakan agar tidak kuharapkan lagi. Kenapa sekarang? Pertanyaan itu muncul begitu saja, seiring dengan usaha otakku yang tengah mencoba menangkap isi pesan tersebut.

Bukan. Isi pesan itu bukan teka-teki rumit, seperti kode NASA atau semacamnya. Sebenarnya cukup sederhana. Hanya undangan untuk bertemu. Kalau saja pesan itu datang dari teman lama yang menghilang bertahun-tahun lalu mengajak bertemu, aku tidak akan sebingung ini. Juga kalau ternyata si pengirim pesan adalah penipu amatir yang berusaha memikatku dengan kata-kata menang undian puluhan juta dan mengajak bertemu, aku juga tidak selinglung ini.

Masalahnya, yang mengirim pesan itu adalah seorang yang telah memaksa dirinya menghilang dari hidupku selama bertahun-tahun, memaksaku untuk tidak mengingat-ngingat lagi apa pun yang pernah ada di antara kami. Dan sekarang dia tiba-tiba datang, mengajakku bertemu, untuk... apa tadi bunyi pesannya? Mengenang yang pernah ada?

Ya ampun! Aku benar-benar tidak tau harus melakukan apa sekarang. Sungguh! Beberapa tahun belakangan ini aku berusaha keras untuk mengenyahkannya. Aku tidak akan mengelak jika ada yang menuduhku masih mencintainya. Namun, jika aku menerima undangan itu, sama saja aku mengantar diri ke tiang gantung.

Sebut aku bodoh. Akhirnya aku memenuhi undangan kematian darinya. Dia sama sekali tidak berubah. Tetap menawan seperti yang kuingat. Ya Tuhan... lelaki ini benar-benar sudah mengacaukan otakku. Selama satu jam berikutnya, kami membicarakan banyak hal. Nyaris semuanya berubah selama perpisahan kami.

"Seandainya kita bisa berada di tempat yang sama, apa kita bisa mengulang semuanya lagi?" tanyanya.

Aku terdiam, menatap serbet kotak-kotak di depanku. Apa kami bisa? Tanyaku dalam hati. Yah, aku memang masih mencintainya, meskipun dia sudah menghancurkan hatiku dengan brutal waktu itu. Mungkin, kalau dia menyanyakan hal itu beberapa bulan setelah kejadian brutal itu, aku akan langsung menerimanya. Tapi, sekarang?

Menghela napas, aku menatapnya. Dia balas menatapku. Aku tersenyum sedih, tanpa melepaskan pandangan darinya, menunjukan sebuah cincin emas putih yang melingkar di jari manisku. Kemudian dia yang menghela napas.

Ya. Tanpa perlu mengatakan apa-apa, sepertinya dia sudah tau. Sesungguhnya, kami dipertemukan tidak untuk bersatu. Meskipun begitu, dia pernah menjadi sosok terindah dalam hidupku. Dan itu tidak akan pernah berubah.