Saturday, April 23, 2011

Wanita dan Perempuan

Tanggal 21 April 2011 kemarin para wanita Indonesia baru saja merayakan hari Kartini. Kartini sudah berjuang untuk menyamakan kedudukan wanita atas pria, menciptakan emansipasi wanita, membuat para wanita mempunyai hak yang sama dengan kaum pria nyaris dalam semua segi.

Namun, kabar yang baru saja saya dengar dari seorang teman benar-benar membuat miris. Kenapa masih saja ada wanita yang dengan gampangnya menyerahkan diri kepada pria, membuang kehormatan mereka demi pria yang SANGAT tidak LAYAK mendapatkan kehormatan itu? Para perempuan itu mengatasnamakan cinta untuk membenarkan perbuatan mereka. Mereka mengaku melakukannya demi cinta. Tapi pada kenyataannya, setelah seorang pria merampas harta yang tidak berhak didapatkannya, pria itu pergi, berlalu, meninggalkan kaum wanita menanggung sendiri akibat perbuatan mereka yang katanya ‘atas nama cinta’ itu.

Di sini, saya bukan ingin bertingkah sok suci, bukan bermaksud menghakimi para wanita-wanita itu. Saya hanya ingin membagi pikiran saya. Wanita diibaratkan sebuah kapas putih bersih yang sekalinya terkena noda maka tidak ada cara untuk menghapus noda itu. Jika seorang wanita melakukan sebuah kesalahan fatal menyangkut kehormatannya, tidak akan ada jalan untuk memperbaiki kesalahan itu. Yang ada nanti hanya rasa menyesal. Menangis tersedu, berteriak sekencangnya tidak akan menghasilkan apapun.

Wanita memiliki nilai dan harga yang lebih mahal dari kaum pria. Kehormatan seorang wanita bernilai jauh lebih tinggi dari pria. Karena itulah seorang wanita HARUS menjaga kehormatan mereka hanya untuk pria yang nantinya berhak mendapatkannya.

Sebagai seorang wanita yang hidup dijaman ini, saya tidak membantah kalau pergaulan sekarang sudah jauh berkembang. Pacaran tidak hanya sebatas komitmen untuk menjalin hubungan, tapi sudah dianggap sebagai status yang wajar untuk melakukan segala kegiatan ‘kesenangan’. Ciuman, sentuhan-sentuhan kecil, bahkan hubungan intim sudah nyaris bukan hal tabu lagi. Mendengar berita tentang married by accident (MBA) tidak membuat terperangah lagi saking seringnya hal itu terjadi.

Saya tidak akan berkata itu benar atau salah, terserah pada kalian yang menilainya. Saya sendiri pernah menjadi bahan tertawaan hanya karena saya mengaku belum pernah pegangan tangan apalagi ciuman dengan pacar saya setelah nyaris dua tahun menjalin hubungan. Saya dan mantan pacar saya itu menentukan sendiri batas normal gaya pacaran menurut kami. Dan kami selalu berusaha untuk tidak melewatinya. Ternyata, batas yang kami buat itu dianggap konyol, lucu, bahkan aneh. Bagaimana mungkin orang yang sudah lama pacaran bisa tidak melakukan apapun?

Saya kadang bertanya sendiri. Apa ada ketentuan kalau pacaran itu harus pegangan tangan, berciuman, dan melakukan hal yang belum boleh untuk dilakukan? Kalaupun memang ada, apa salah jika saya dan mantan saya itu membuat ketentuan sendiri? Bagi saya, tidak ada yang salah. Jujur saja, saya memang sempat heran sendiri karena mantan saya itu bisa bertahan untuk tidak melakukan hal yang senormalnya dilakukan pria pada pacarnya. Heran dengan keteguhan hatinya untuk tidak menyentuh saya. Dia benar-benar menghargai dan menghormati saya layaknya seorang wanita yang disayanginya. Dan saya benar-benar berterimakasih padanya. Meskipun sekarang kami sudah memutuskan jalan sendiri-sendiri, saya tetap senang telah mengenalnya. Saya yakin, dari sekian banyak pria ‘nakal’, masih ada pria baik yang mau menghormati wanita.

Saya mencoba membandingkan akhir kisah cinta saya dengan salah seorang teman saya yang saya sebut di awal. Gaya berpacaran kami jelas sangat berbeda. Dia dengan kepercayaan bebasnya, dan saya dengan batasan normal saya. Hubungan saya dan pria baik itu memang berakhir, tapi saya tidak kehilangan apapun karena dia tidak pernah merampas apapun dari saya. Sedangkan teman saya, dia akhirnya menikah dengan pasangannya, setelah sebelumnya kehormatannya dirampas. Dan kehidupannya sekarang benar-benar membuat miris.

Bukannya lebih indah jika pernikahan itu dilakukan atas dasar cinta, daripada dilakukan karena ‘kecelakaan’? Pilihan ada di tangan kalian sendiri…

Untuk para wanita, hargailah diri kita. Jangan gampang terhasut dengan mulut manis pria. Dibalik semua rasa manis yang mereka tawarkan, terdapat ribuan racun yang nantinya bisa menghancurkan kita. Penyesalan tidak pernah menyenangkan…

Selamat Hari Kartini untuk semua Perempuan Indonesia…

-EP-

Saturday, April 16, 2011

UTSUTSUTSUTSUTS!!!!!

hampir dua tahun kuliah, baru kali ini dapet jadwal UTS mengerikan!



GILA kannnnn??? pengen nangis rasanya! 7 matakuliah diselesaikan 4 hari!!
biasanya kan satu hari satu matakuliah. sensi amat nih yang nyusun jadwal.

sampe UAS bakal gini juga...
hhhh...


ga ada guna mau ngomel. terima aja deh nasibnya :(
SEMANGAT!!!!


yukkkkk ~

Tuesday, April 12, 2011

satu jam saja .....

jangan berakhir aku tak ingin berakhir
satu jam saja kuingin diam berdua
mengenang yang pernah ada

jangan berakhir karena esok takkan lagi
satu jam saja hingga kurasa bahagia
mengakhiri segalanya

tapi kini tak mungkin lagi
katamu semua sudah tak berarti
satu jam saja
itu pun tak mungkin, tak mungkin lagi

jangan berakhir kuingin sebentar lagi
satu jam saja ijinkan aku merasa
rasa itu pernah ada

Tuesday, April 5, 2011

pengen ngeblog

aku pengen ngeblog. tapi ga tau mau nulis apa. bosen curhat masalah cowok mulu. ga ada perkembangan. prett...

by the way, aku lagi getol2nya jadi penulis nih. dalam kurun waktu ga nyampe satu tahun, aku sma temenku, si inung marinung suka merenung, berhasil 'melahirkan' dua buah novel. masing2 dikerjakan dalam waktu 3bulan, dengan jumlah halaman 200lebih. wihhh...
sekarang masih dalam proses editing, biar layak dikirim ke penerbit nantinya. doain yaa *amin*

proyek pertama judulnya * **** ** ** ***** (rahasia ceritanya. hehe). nahhh... yang kedua ini belom nemu judul. selain cari nama tokoh, bagian tersulit lain dari sebuah novel adalah menentukan judul..

pengen nulis.nulis lagi, tapi masih cari inspirasi. kemaren sempet punya cerita tentang LDR. cuma, gara2 nih laptop sempet 'sakit', semua file pada ilang, jadi males ngulang awal. dan juga, orang yang kemaren jadi semangat sekaligus inspirasi buat nulis novel itu keburu pergi dan tak kembali..



balik lagi ke obsesiku jadi penulis. dari tahun 2009 aku udh target mau nerbitin minimal satu novel. tapi belom kesampean juga. ikut lomba 2x, gagal. ngirim langsung juga ga diterima karena belom memenuhi syarat. tapi jangan kira aku bakal nyerah. untunglah aku manusia yang cukup keras kepala..
semoga 2011 ini jadi tahun keberuntunganku. amiiinnn...

tujuanku jadi penulis ga muluk2 amat kok. aku cuma pengen cerita. ngasih tau bentuk khayalanku ke orang-orang. semoga impian itu segera terwujud. amin lagi...


ahhh... udara malang makin adem kalo malem. pas siang, ga ketulungan panasnya. semoga ga kena flu..
udahan ah..

yuk mariii ~

-EP-

Monday, April 4, 2011

Matahari Kedua

Abil masih terdiam di kamarnya. Matahari sudah tinggi, namun tidak ada sedikitpun tanda-tanda yang menunjukan gelagat kalau dia berniat keluar kamar. Tadi pagi, sebelum berangkat kerja, Bunda sudah berkali-kali menyuruhnya turun. Tapi, tetap saja gadis itu bergeming pada posisinya. Kejadian semalam cukup membuatnya terkena shock ringan. Masih sulit bagi otaknya untuk mencerna apa yang telah terjadi. Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang tiba-tiba menjadi kenyataan di saat Abil belum siap menerimanya.

Butir-butir airmata kembali mengalir di kedua pipi gadis itu. Setelah semalam suntuk menangis, ternyata belum cukup membuat airmatanya kering. Kata-kata Bintang telah dengan sukses mengubahnya menjadi gadis cengeng. Padahal selama ini Abil termasuk gadis yang jarang menangis. Dan Bintang telah berhasil menghancurkan pertahanannya.

Tiga tahun bukan waktu yang singkat dalam menjalin sebuah hubungan. Abil tidak bisa menyalahkan Bintang jika rasa bosan muncul setelah tiga tahun berlalu. Tidak ada yang salah pada hubungan mereka. Semua berjalan dengan wajar, tanpa pernah ada halangan yang berarti. Tidak pernah ada pertengkaran besar yang terjadi. Tapi, itu bukan jaminan untuk membuat sebuah hubungan terus bertahan. Semua yang berjalan lurus dan wajar itu pada akhirnya malah terasa datar, hambar, dan terkesan tanpa perkembangan. Hingga akhirnya, kisah tiga tahun itu pun harus hancur, kalah oleh rasa bosan.

Tidak dipungkiri, Abil juga merasakan hal serupa. Jenuh dengan kondisi hubungan mereka. Seperti tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan untuk mencerahkan kembali hubungan itu. Semuanya terasa suram. Ketika kata perpisahan itu meluncur dari mulut Bintang, Abil hanya bisa menerima. Dia kehilangan kekuatan untuk mempertahankan bintangnya. Bukan karena rasa sayangnya telah hilang. Tapi, karena bintangnya sendiri yang ingin pergi. Keinginan Bintang yang kuat, seakan tidak bisa lagi ditawar, telah melemahkan Abil. Tidak ada pilihan lain baginya selain melepaskan Bintang. Meskipun egonya ingin Bintang tetap di sampingnya, Abil sadar, dia tidak mungkin bisa bertahan sendirian sementara Bintang tidak ingin bertahan lagi. Sebuah hubungan tidak mungkin hanya dijalani oleh satu pihak. Abil berusaha menerima. Tapi, tetap saja kejadian itu terasa berat baginya. Hanya menangis satu-satunya hal yang bisa dilakukan untuk lepas dari rasa sakit yang perlahan mulai menggerogotinya.

***

“Abil!”

Abil menoleh. Ica berlari kecil ke arahnya. Kuncir kuda gadis itu memantul di pundak mungilnya. Begitu berhasil menyamai langkah Abil, Ica menahan lengan sahabatnya itu hingga langkahnya terhenti.

“Kamu sama Bintang kenapa?” tanya Ica langsung tanpa basa-basi.

Abil sudah menduga topik apa yang dibawa Ica. Jujur saja, dia belum siap membahas masalah itu pada siapapun. Termasuk pada Ica, sahabatnya dari kecil.

Melihat Abil tidak bersuara, Ica menghela nafas kecil. “Kenapa sih, Bil? Tiga tahun kalian sama-sama. Kok tiba-tiba kayak gini? Kamu nggak cerita kalo kalian lagi ada masalah. Nggak ada angin, nggak ada ujan, kok putus?”

So complicated, Ca…”

Explain to me! Aku punya banyak waktu buat dengerin curhatan kamu.”

Abil mencoba tersenyum. Tapi, yang terjadi malah matanya kembali berkaca-kaca. Sebelum sepatah katapun keluar dari mulutnya, isakan lebih dulu terdengar. Seketika Ica merasa bersalah. Pasti masih berat bagi Abil untuk menceritakan semuanya.

“Ya udah. Nanti aja ceritanya. Maaf ya udah maksa…”

Abil tidak bersuara. Ica mengerti. Dirangkulnya gadis itu hingga Abil bisa menangis di pundaknya.

***

“Pagi Bilqis!”

Abil menoleh. Refan mengambil posisi duduk di sebelahnya. Sebatang coklat terulur dari cowok itu ke arah Abil. Abil hanya menatap coklat itu tanpa berniat mengambilnya.

“Tanpa racun kok, Bil. Suer dehh…”

Abil membuang muka.

“Bil, aku punya cerita. Mau denger nggak?” tawar Refan sambil membuka bungkus coklat yang dibawanya.

Abil tetap tidak bersuara.

Refan menganggap diamnya Abil sebagai ‘Iya’. Dia mengambil posisi untuk mulai cerita. “Satu matahari mampu ngasih sinar kehidupan buat kita. Tapi, Tuhan udah menghadirkan bulan buat muncul gantiin matahari waktu malam dateng. Jadi, saat matahari ilang, kita nggak kehilangan sinar karena ada bulan. Walaupun nggak seterang dan segahar matahari, tapi bulan juga sanggup ngasih keindahan di langit malam. Bikin kita nggak merasa kesepian walaupun gelap. Apalagi kalo bintang juga ikut muncul. Makin indah kan jadinya?”

Meskipun tidak mengerti maksud cerita Refan, mau tak mau Abil mulai tertarik. Ekspresinya tidak secuek sebelumnya. Meski dengan porsi yang sangat sedikit, Abil mulai memberi perhatiannya pada cerita Refan.

“Gitu juga sama hidup, Bil. Nggak usah takut satu cahaya pergi. Yakinlah pasti bakal ada cahaya lain yang dikirim buat gantiin cahaya kamu. Walaupun mungkin nanti cahaya itu nggak seterang cahaya kamu sebelumnya, tapi pasti nggak kalah menyenangkan. Sama kayak bulan pas gantiin matahari. Dan jujur aja deh, kamu pasti lebih seneng ngeliat bulan kan daripada matahari? Matahari tuh bikin silau, bikin kulit gosong juga. Enakan nikmatin bulan. Iya kan, Bil?”

Abil terdiam. Tapi, diamnya kali ini karena mencerna cerita Refan.

“Hidup kamu masih panjang, Bil. Sayang kalo kamu buang buat meratapi nasib. Aku tau berat buat jalani semuanya. Tapi, bukan berarti kamu jadi terus-menerus terlarut. Kamu berhak buat dapet yang lebih baik. Udah cukup sedihnya…”

Masih tidak ada reaksi dari Abil. Tapi, Refan tau kalau Abil mendengar ceritanya. Dan untuk saat ini, itu sudah cukup baginya.

“Nih, makan,” Refan menyerahkan coklat yang telah dibukanya pada Abil. “Coklat bisa bantu ngilangin stress…” sambungnya. Kemudian dia berdiri, bersiap keluar kelas.

“Makasih…” ucap Abil akhirnya.

Refan tersenyum kecil. Lalu dia melangkah meninggalkan Abil.

***

Abil menatap Bintang yang duduk di hadapannya. Sudah sebulan sejak kejadian malam itu. Ini pertama kalinya mereka kembali bertatap muka. Keduanya hanya diam. Tidak tau percakapan apa yang harus dibentuk saat ini. Abil mengaduk-aduk coffee-latte miliknya.

“Bil…”

“Bin…”

Keduanya saling pandang. Sapaan serempak itu sedikit mencairkan suasana. Keduanya tersenyum kecil.

“Kamu duluan,” ucap Bintang.

“Kamu aja…”

Bintang menurut. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk tau kalau Abil adalah tipe gadis yang cukup keras kepala.

“Aku cuma mau minta maaf. Aku harap kamu mau maafin aku…”

“Aku juga minta maaf ya. Udah bikin hubungan kita jadi nggak enak.”

“Semoga setelah ini kita bener-bener bisa balik jadi temen. Nggak enak juga diem-dieman sama kamu.”

Abil menghela nafas kecil. “Sulit bagi aku buat nerima kondisi sekarang. Aku masih nggak percaya sama yang udah terjadi. Tiga tahun kita bertahan, hancur cuma karena rasa bosen. Itu kayak penyebab paling konyol yang pernah aku tau.”

Bintang terdiam.

“Tapi, setelah aku pikir, bukan cuma bosen yang bikin kita gini. Banyak masalah pendukung lain yang bikin kita nggak bisa sama-sama lagi. Dan itu bikin aku mulai bisa ngerelain kamu…”

“Aku juga selama ini belajar buat ngerelain kamu, ngerelain hubungan kita. Berat juga bagi aku pada awalnya. Tapi, aku yakin semua yang terjadi sekarang pasti yang terbaik buat kita.”

Abil kembali tersenyum. Setelah berbasa-basi sesaat, dia pamit pulang.

“Boleh aku anter?”

“Nggak usah. Ica sama Refan nunggu aku di depan,” tolak Abil halus.

“Oh… ya udah. Salam aja ya buat mereka…”

Abil mengangguk. “Siap-siap jadi obat nyamuk deh aku…” candanya.

Bintang ikut tersenyum. Abil berdiri, lalu berjalan meninggalkan Bintang, meninggalkan café yang penuh kenangan mereka di belakangnya. Kali ini Abil meninggalkannya dengan hati yang lebih ringan.

***

Abil, Ica, dan Refan menikmati suasana senja di tepi pantai. Ketiganya asik bercanda, saling ejek, dan saling lempar pasir. Mereka sudah dekat sejak duduk di bangku SD hingga sekarang, saat status mereka sudah menjadi mahasiswa. Meskipun saat akhir SMA status Ica dan Refan naik sebagai sepasang kekasih, persahabatan mereka tidak berubah. Saat kumpul bertiga, Refan dan Ica tetap mampu bersikap sebagai sahabat.

Sunset tuh, Bil,” tegur Refan.

Abil menatap hamparan laut di hadapannya. Langit berubah menjadi jingga. Senja akan segera berubah menjadi malam. Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Abil tersenyum kecil. Meskipun matahari tenggelam, bulan akan datang menggantikannya. Dan saat hari esok tiba, matahari baru akan muncul, menjadi awal dari perjalanan hidup yang baru, dengan cahaya baru yang mungkin bisa lebih terang.

“Makasih, Bintang. Makasih udah mau mampir di hidup aku. Aku nggak pernah nyesel sama semua yang udah kita jalani sama-sama. Aku tetap bersyukur udah dikasih kesempatan jalani kisah sama kamu. Makasih juga atas pelajaran yang udah kamu kasih ke aku. Makasih…”

Refan dan Ica merangkul Abil. Abil menatap sahabatnya bergantian. Senyumnya makin lebar. Walaupun cahayanya pergi, dunianya tidak gelap. Ada cahaya lain yang tetap setia menemaninya. Cahaya yang mungkin bersinar lebih terang dari cahaya lain. Cahaya indah yang bernama persahabatan.

***