Friday, December 30, 2011

Renungan 20 tahun :)


Hari ini, 30 Desember 2011, umurku tepat 20 tahun. Ya, dua puluh tahun. Usia yang lumayan bikin ketar-ketir karena itu berarti aku udah gak muda lagi. Aku bukan lagi abege belasan tahun yang unyu-unyu dan seharusnya bukan lagi sosok yang labil.

Harapanku tiap tahun gak muluk-muluk. Aku cuma pengen selalu jadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Kalo sebelumnya aku sosok yang amat egois, aku pengen jadi lebih unselfish. Kalo sebelumnya aku kasar dan cenderung gampang meledak, aku pengen jadi lebih sabar dan controlled. Intinya, aku pengen jadi pribadi yang lebih baik. Bukan mengubah kepribadian, cuma memperbaikinya.

Karena ultahku tepat di (nyaris) akhir tahun, aku sekalian pake momen ini buat merenung, apa aja yang udah aku dapet taun ini dan apa yang belom.

Hal yang udah aku capai tahun ini, aku berhasil naikin IP. Alhamdulillah ya, IPku yang sebelumnya stuck di angka 3,2 sekian, naik jadi 3,6 sekian. Aku bersyukur dan berharap tahun berikutnya mengalami upgrade lagi, jangan sampe downgrade. Selain IP, berat badan (bb)ku juga naik. Alhamdulillah banget. Aku bosen denger orang selalu bilang, ‘ya ampun, kamu kok kurus banget?’ , ‘kok makin kurus sih?’, ‘diet terus ya?’, dan blabla yang lain. Jadi, waktu aku nemuin jinsku yang berukuran 27 gak muat lagi, aku seneng. Bbku nambah! Yeeeyyy!! Aku gak pengen gendut, tapi juga gak mau terlalu kurus. Jins ukuran 28 udah cukup buat aku. Tinggal dikontrol deh bbnya ;) truss… proyekku sama iin juga udah selesai 3. Tahun ini juga akhirnya aku berhasil nyelesain 1 proyek sendiri, setelah vakum nyaris 2 tahun gak bikin proyek sendiri.

Hal yang belom aku capai tahun ini, proyekku masih belom ada yang lolos seleksi :’) semoga tahun depan aku berhasil capai yang ini. Amin….

Sejujurnya, gak banyak yang berubah. Selain pola pikirku yang gak kayak anak-anak ato abege lagi, aku tetep sosok yang sama. Masih gak suka sama telor kuning, sayuran tertentu, dan jeroan. Masih menderita nyctophobia akut. Dan masih suka berkhayal.

Masalah status, sama kayak tahun lalu, aku masih single happy. Selain karena emang belom ada yang berminat jadi partnerku, aku juga lagi males buka diri. Jujur, kadang kangen sama suasana unyu yang ada waktu pacaran. Tapi, kalo inget segala keribetan yang ada bersama suasana unyu itu, aku jadi males sendiri dan milih nikmati apa yang ada sekarang. kayak quote yg pernah aku baca, ‘kita gak selalu dapet apa yang kita mau, tapi kita bisa mendapatkan apa yang kita butuh’. Pikirin sendiri deh maknanya. Hehehe :p

Masalah hati, masih dalam masa perbaikan sana-sini. Tapi udah gak seberantakan kemaren. Aku udah jarang galau gara-gara dia (you know who I mean, right?), bahkan nyaris gak pernah lagi. Does it mean that I move on? I don’t really know. Kadang, aku suka nanya ke diriku sendiri, ‘gimana perasaan aku sekarang?’, ‘gimana posisi dia di hatiku sekarang?’, ‘masih ada gak rasa buat dia?’, dan pertanyaan sejenis lain. Jawabannya, aku gak tau. Perasaan aku sekarang udah lebih tenang, gak sekacau dulu. Posisi dia di hatiku, well, aku berusaha usir dan kuharap dia udah gak di sana lagi. Sekarang aku ngerasa gitu, but, who knows? Bahkan aku sendiri pun gak selalu tau apa yang bener-bener ada di hatiku. Rasa buat dia sejujurnya mungkin masih ada. Mungkin. Tapi porsinya udah beda. Udah sangat jauh beda. Atau mungkin juga rasa itu udah gak ada. Aku gak tau. Yang jelas, semuanya udah gak sama. Sekarang, dia cuma kenangan yang aku masukin kotak dan aku simpen rapat.
Aku gak ngarep taun berikutnya bakal berjalan lancar. Aku cuma ngarep semoga aku dikasih bantuan dan kemudahan oleh Allah SWT buat melalui semuanya.

Aku bahagia karena dikasih kesempatan menikmati usia 20 tahun..
Dan aku sedih karena jatahku di dunia ini berkurang lagi 1 tahun..


Finally,
Happy Birthday 20th to me…
Wish all be better than before…


-elsapuspita-

Monday, December 26, 2011

review buku: The Darkest Whisper by Gena Showalter

Seri ke-4 dari cerita Lord of The Underworld (LoTU) karya Gena Showalter. Di buku ini Gena menceritakan tentang Sabin, sang Keraguan. sama kayak cerita sebelum-sebelumnya, kisah Maddox, Lucien, sama Reyes, di sini Sabin juga diceritakan ketemu sama belahan jiwanya, Gwen, sesama makhluk abadi. Jalan ceritanya cukup asik, selayaknya novel lain yang ditulis Gena, lengkap dengan lelucon-leluconnya.

Awalnya Sabin cuma minta Gwen bantuin dia dan ksatria lain buat ngelawan para pemburu yang dipimpin Galen, mantan temen sekaligus musuh terbesar mereka. Sebenernya dari awal mereka udah saling tertarik satu sama lain. Tapi, Sabin berusaha menghindar karena gak mau Gwen kena pengaruh iblisnya. perempuan terakhir yang deket sama Sabin bunuh diri gara-gara depresi. Yah, namanya juga cerita ya, nggak asik kalo tokoh-tokoh utamanya gak dibikin saling cinta. itulah yang akhirnya dialami Sabin dan Gwen. ternyata, Sabin memang belahan jiwa Gwen, begitu juga sebaliknya.

kejutan yang didapet di sini, ternyata Gwen adalah anak dari musuh bebuyutannya. Gwen, yang belom pernah ketemu ayahnya, jadi ragu mau bantu Sabin. dia gak mau bunuh ayahnya. dan inilah yang bikin antiklimaks (menurutku). cerita yang tadinya udah mengalir dengan begitu enaknya, gara-gara klimaks yang gak nyampe, jadi bikin gregetan. rada kecewa, tapi yaahhh.... gitu lah..
karena udah terbiasa sama klimaks Gena yang bikin adrenalin terpacu (eaaa), buku yang ini jadi gak kerasa gregetnya karena klimaksnya yang kurang (menurutku). terlepas dari itu, ceritanya tetep asik. tetep gak rugi jadiin buku ini sebagai salah satu koleksi. apalagi yang melibatkan Paris sama Gideon (gak sabar pengen baca kisah mereka).

semoga buku selanjutnya, sentuhan klimaks Gena kembali biar aku gak kecewa lagi..
selamat membaca :))

Friday, December 2, 2011

“Eros & Psyche”


Eros mengelilingi taman rumahnya yang cantik. Sebelah tangannya memegang busur, sementara tangan yang lain memegang panah emas. Dia duduk di tepi patung batu di taman itu dengan wajah murung.

“Aku bisa membuat sesorang mencintai orang lain, namun, aku tak juga memiliki seseorang untuk kucintai. Apa aku sudah ditakdirkan untuk hidup sendirian? Di sepanjang keabadianku?” tanya Eros sambil memandang panah emasnya.

Tiba-tiba, seorang wanita yang sangat cantik menghampirinya. Aphrodite, ibunda Eros, mendengar keluh kesah putra tersayangnya itu. dia duduk di sebelah Eros, mengelus rambut pirang keemasannya lembut.

“Ibu mendengar keluhanmu, Putraku. Apa yang membuatmu begitu risau dengan keadaanmu? Ibu belum pernah mendengarmu mengeluh sebelum ini.”

“Semua benda di sini berpasangan. Aku melihat para manusia amat bahagia saat menemukan pasangan hidupnya. Begitu pula dengan para hewan. Aku seorang Dewa Cinta, namun mengapa aku belum diberi kesempatan untuk mempunyai pasangan? Apa para Dewi Takdir tidak mengizinkanku menemukan belahan jiwaku? Apa aku harus menggunakan salah satu panah emasku untuk menemukannya?”

Aphrodite memeluk Eros. “Kau pasti akan menemukan pasangan jiwamu. Kau Dewa paling tampan di sini. Bukan hal sulit untuk membuat wanita jatuh cinta padamu.”

“Pada wajahku,” keluh Eros. “Apakah ada wanita yang akan mencintaiku tanpa melihat wajahku?”

Aphrodite mengecup dahi Eros. “Pasti ada. Kau hanya harus bersabar. Kenapa kau tidak berjalan-jalan dan menaburkan cinta untuk para makhluk fana?” tanyanya. Sebelum Eros menjawab, Aphrodite sudah menghilang.

Eros menghela nafas. Dia sedang tidak ingin menaburkan cinta. Dia ingin cinta untuk dirinya sendiri. Panah emasnya tidak menghasilkan cinta yang sesungguhnya. Panah itu hanya memiliki kekuatan untuk memberi sebuah ilusi. Siapa pun orang yang terkena panahnya, akan jatuh cinta pada orang pertama yang dilihatnya. Itu bukan benar-benar cinta. Eros ingin memiliki pasangan hidup yang mencintainya tanpa melihat ketampanannya dan tanpa bantuan panah emasnya. Menghela nafas, dia berjalan memasuki istananya.

***

Psyche menikmati cahaya sore hari dari beranda kamarnya. Dia seorang gadis yang sangat cantik. Kedua saudaranya yang lain tidak ada yang memiliki paras secantik dirinya. Namun, hingga sekarang, dia belum juga menikah. Sementara kedua saudaranya sudah menjalani kehidupan berumahtangga, Psyche masih sendiri. Hal itu cukup merisaukan kedua orangtuanya. Akhirnya, ayahnya memutuskan untuk berkonsultasi dengan seorang peramal Delphi untuk meminta saran.

Peramal itu mengusulkan agar Psyche dibawah ke sebuah tebing, dimana angin barat , Zephyrus, akan membawanya untuk menemukan pasangannya. Si ayah menurut. Dia segera kembali ke kediamannya untuk menemui Psyche.

“Ke atas tebing?” tanya Psyche bingung. “Apa Ayah yakin?”

Ayah Psyche mengangguk. “Ayah yakin. Dia mendapat petunjuk dari para Dewa.”

Karena tidak mau mengecewakan ayahnya, Psyche menurut. Dia di bawa ke atas sebuah tebing. Seperti yang dikatakan peramal Delphi, Zephyrus membawanya ke arah barat, lalu menurunkannya di taman indah sebuah rumah megah. Psyche terpesona pada keindahan yang ada di depannya. Dia melangkah masuk ke istana itu dan berdecak kagum dengan isinya.

Eros, yang merasakan ada seseorang memasuki rumahnya, langsung keluar dari tempat peristirahatan untuk melihat ‘tamu tak diundang’ itu. Dia terpana saat melihat sosok Psyche. Gadis itu sangat cantik. Luar biasa cantik. Selama ini, hanya Aphrodite wanita paling cantik yang pernah dia kenal. Dia tidak pernah menyangka ada seorang makhluk fana yang menyaingi kecantikan ibunya. Membuat dirinya tidak tampak, Eros menghampiri Psyche.

“Apa yang kau lakukan di sini, Perempuan?” tanya Eros.

Psyche bergetar saat mendengar suara tanpa wujud itu. Tapi bukan karena takut. Suara itu sangat halus dan lembut, membuatnya terpesona. “Aku… aku tidak tau.”

“Bagaimana kau bisa sampai di sini?”

“Ayahku menuruti saran seorang peramal Delphi untuk membawaku ke atas tebing. Lalu, Zephyrus membawaku ke sini. Mereka berkata aku akan menemukan pasanganku di sini.”

Eros tersentak. Apakah ini pasangan yang ditakdirkan untuknya? Dia tidak pernah mengira akan menjalin hubungan dengan seorang manusia. Namun, dia tidak bisa menolak pesona gadis itu. “Siapa namamu?” tanyanya.

“Psyche,” jawab gadis itu. “Dan kau?”

“Aku Eros.”

“Eros….” Psyche mengamati sekeliling. “Mengapa kau tidak menampakan sosokmu padaku?”

“Biarlah seperti ini, Psyche,” kata Eros. “Apa menurutmu kau benar-benar akan bertemu pasanganmu di sini?”

“Aku harap begitu,” jawab Psyche. “Bagaimana denganmu, Eros? Apa kau sudah mempunyai pasangan?”

“Belum,” jawab Eros dengan suara bergetar. Dia ingin menyentuh wajah cantik Psyche, namun menahan diri. “Aku juga masih menunggu pasangan yang dikirim Dewa untukku.”

Psyche menghadap ke satu sisi yang diharapkannya merupakan tempat Eros berdiri. “Kita mempunyai masalah yang sama. Apa menurutmu… mungkinkah para Dewa mengirimku untukmu, dan kau untukku?”

Eros diam sejenak. “Kuharap begitu,” ucapnya pelan. “Apa kau bersedia menjadi pasanganku?”

Wajah cantik Psyche tampak terkejut. “Bagaimana… aku bahkan belum melihatmu.”

Eros menyentuh rambut Psyche, membuat gadis itu sedikit bergidik. “Kalau kau benar-benar yakin aku lelaki yang dikirim para Dewa untuk menjadi pasanganmu, mengapa kau harus mempedulikan penampilanku?”

“Apa kau buruk rupa?” tanya Psyche. “Aku tidak peduli meskipun kau buruk rupa. Kalau kau memang pasanganku, aku akan menerimanya.”

“Aku hanya tidak ingin kau melihatku,” kata Eros. “Aku terlalu lama sendirian di tempat ini. Terkurung di istanaku tanpa teman. Kehadiranmu bagai cahaya kehidupan baru untukku. Aku berharap kau sudi menemaniku di sini, selamanya.”

“Apa itu pinangan? Kau mengajakku menikah?”

“Ya, Bidadariku. Aku ingin menikah denganmu.”

“Tapi, bagaimana mungkin kau ingin menikah denganku, namun tidak mengijinkanku menatapmu? Aku ingin melihatmu, Eros. Sosokmu yang sebenarnya.”

“Kalau kau bersedia menerimaku, kau harus berjanji tidak akan melihat wajahku. Kalau kau bersedia, berjanjilah.”

Psyche diam sejenak. Lalu, dia mengangguk. “Baiklah. Aku berjanji.”

Eros tersenyum senang. Dia lalu mengajak Psyche mengucapkan janji pernikahan. Lalu, Eros, masih dalam kondisi tidak terlihat, menuntun Psyche menuju kamar yang ditempatinya.

“Kau bisa tidur di sini,” kata Eros.

“Apa kau tidak tidur bersamaku?” tanya Psyche.

“Aku akan menemanimu saat hari sudah gelap,” kata Eros.

***

Aphrodite berteriak marah saat melihat Eros menikahi seorang manusia. Apalagi manusia itu mempunyai paras yang menyaingi kecantikannya. Tidak ada yang boleh menyaingi kecantikannya. Dia harus segera melenyapkan gadis itu. masih dengan kemarahan, Aphrodite mendatangi Eros yang tengah sendirian, sementara istrinya sedang berada di taman.

“Apa yang kau lakukan?” bentak Aphrodite.

Eros tersenyum senang. “Aku menemukan pasanganku, Bu. Dia gadis yang sangat cantik. Aku mencintainya. Dan dia menerimaku meskipun tidak bisa melihat wajahku.”

Wajah Aphrodite mengeras. “Dia manusia. Kau seorang dewa. Kalian tidak sederajat! Kau seharusnya menikah dengan seorang dewi!”

“Ibu….”

“Ibu tidak akan membiarkannya. Ibu tidak akan mengizinkan seorang makhluk fana merebutmu dariku. Apalagi makhluk fana yang mencoba menyaingi kecantikanku,” kata Aphrodite penuh kebencian.

Belum sempat Eros bersuara, Aphrodite kembali menghilang. Eros mencemaskan kata-kata ibunya. Apa yang akan dilakukan ibunya pada Psyche? Dia tidak ingin melawan Aphrodite, namun dia juga tidak mau melepaskan Psyche.

Saat Psyche melangkah masuk ke dalam rumah, Eros kembali membuat dirinya tidak terlihat.

“Eros?”

“Ya?”

Psyche menghela nafas. “Aku merindukan saudara-saudaraku. Bolehkah mereka datang kemari?”

“Tentu saja, Istriku. Kau boleh mengajak mereka kemari. Aku akan meminta Zephyrus membawa mereka.”

“Terima kasih,” ucap Psyche. “Aku mencintamu….”

“Begitu pula denganku,” balas Eros.

Eros menghilang untuk menemui Zephyrus. Dia lalu mengatakan permintaannya. Zephyrus mengangguk, menyanggupi. Setelah Eros kembali ke rumahnya, beberapa saat kemudian, dua orang perempuan manusia tiba di halaman rumahnya. Kedua manusia itu tidak mirip dengan Psyche-nya yang cantik. Wajah mereka biasa, tidak memancarkan pesona seperti Psyche. Eros memutuskan untuk menghilang dari rumahnya, membiarkan Psyche menghabiskan waktu dengan saudaranya.

“Psyche?” panggil salah satu dari mereka. “Kau di sini?”

Psyche berlari keluar rumah. Dia menjerit senang saat melihat kedua saudaranya. Lalu, dia memeluk mereka. “Aku merindukan kalian.”

“Kami tau. Karena itu kami dibawa ke sini. Kau tinggal di sini?” tanya yang lain dengan nada iri.

“Sepertinya kau bahagia,” sambung yang lain lagi.

Psyche lalu mengajak kedua saudaranya masuk. Mereka banyak berbagi cerita mengenai keadaan rumah mereka setelah dia pergi.

Dari kuilnya, Aphrodite bisa merasakan rasa iri dari kedua saudara Psyche. Sebuah ide jahat sudah muncul di kepalanya. Dia bisa memanfaatkan kedua orang itu untuk melenyapkan Psyche. Dia kembali muncul di rumah Eros, namun tidak memperlihatkan wujudnya. Aphrodite meniupkan sesuatu pada kedua saudara Psyche.

“Mana suamimu?” tanya salah satu kakak Psyche.

“Dia ada di sekitar kita. Namun, aku tidak boleh melihatnya. Itu perjanjian kami sebelum menikah.”

“Perjanjian apa itu? apa dia juga tidak menyentuhmua?” tanya yang lain.

Wajah Psyche memerah. “Dia selalu bersamaku tiap malam. Hanya saja, aku tidak boleh melihat wajahnya.”

Aphrodite kembali meniupkan sesuatu, menyuruh kedua orang itu menghasut Psyche untuk melanggar janjinya pada Eros.

“Apa kau tidak merasa aneh, Adikku? Dia suamimu, dan kau istrinya. Mengapa dia tidak mengijinkanmu melihat wajahnya?”

“Jangan-jangan, dia sangat buruk rupa. Mungkin dia monster jelek yang sangat buruk, karena itu dia tidak mau kau melihatnya.”

“Tidak. Dia tidak seperti itu,” kata Psyche.

“Dari mana kau yakin? Kau tidak pernah melihatnya.”

“Kenapa tidak kau buktikan saja?”

Keraguan mulai melanda Psyche. Apa mungkin yang diucapkan kakak-kakaknya benar? Bagaimana kalau Eros memang seorang monster jelek? Bukannya itu penting, hanya saja…

“Semakin cepat kau mengetahui wajahnya, semakin baik untukmu. Dan kalau dia memang monster, sebaiknya kau bunuh dia untuk membebaskan dirimu.”

Akhirnya, kedua saudaranya pulang. Psyche diam di kamarnya, menunggu Eros. Sampai malam datang, dia tidak merasakan kehadiran Eros hingga dia tertidur.

Psyche terbangun dini hari dan mendapati kamarnya dalam kegelapan total. Dia merasakan kehadiran Eros di sebelahnya. Seperti biasa, Eros tidak mengijinkan sedikit cahaya pun masuk saat tidur di sebelahnya. Perlahan, Psyche bangkit duduk. Dia meraba dengan hati-hati untuk mengambil lampu minyak, lalu menyalakannya. Satu tangannya yang lain memegang belati. Dia ingin melihat Eros untuk membuktikan kalau dugaan kedua kakaknya salah. Setelah lampu minyaknya menyala, Psyche berjalan ke sisi ranjang Eros.

Bukan monster jelek yang sedang tertidur di sana, melainkan seorang lelaki yang amat tampan dan mempesona. Rambut pirang keemasan, sedikit bergelombang, dengan hidung mancung, serta bibir sensual berwarna pink pucat. Terpesona, tanpa sadar Psyche membungkuk untuk mengamati wajah suaminya itu lebih dekat. tidak sengaja, minyak dari lampu yang dipegangnya menetes dan mengenai bahu Eros. Eros tersentak bangun. Dia menatap Psyche.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Eros.

“Aku…. Aku hanya ingin melihatmu….”

Wajah Eros tampak terluka. “Bukankah kau sudah berjanji sebelum kita menikah? Kau tidak akan melihat wajahku. Mengapa kau mengingkari janjimu? Kau tidak percaya padaku.” Saat melihat belati di tangan Psyche, Eros makin sedih.

Belum sempat Psyche membela diri, Eros sudah pergi.

Psyche langsung panik. “Eros! EROS!” panggilnya.

Tidak ada jawaban.

Psyche mulai menangis. “Jangan pergi! Kumohon! Maafkan aku! Aku tidak bermaksud untuk tidak memercayaimu. Aku hanya ingin melihatmu. Maafkan aku, Eros! Aku mencintaimu!”

Tetap sunyi. Psyche terduduk di lantai kamarnya, menangisi kebodohannya sendiri.

***

Aphrodite tertawa bahagia. Dia senang melihat Psyche hancur. Dan dia senang sudah membebaskan Eros dari manusia itu. Eros pantas mendapatkan yang jauh lebih baik dari Psyche. Memang sudah seharusnya Eros bersama seorang dewi. Dia baru akan merayakan kebahagiaannya ketika melihat seseorang mendatangi kuilnya. Orang-orang yang datang biasanya berdoa agar bisa mendapatkan cinta. Yah, itu tugasnya sebagai Dewi Cinta, mendengarkan doa-doa seperti itu.

Dengan anggun, Aphrodite duduk di singgasananya, membuat dirinya tak tampak, siap menyambut tamu itu. betapa kagetnya dia saat melihat orang itu adalah Psyche. Wajah Psyche bercucuran air mata. Wanita itu terlihat amat sedih dan terpukul. Sialnya, Aphrodite masih menangkap kecantikannya meskipun sudah berpenampilan seperti itu. Hal itu makin menyulut amarahnya.

“Dewi, tolong hamba,” kata Psyche memulai. “Hamba sudah melakukan kebodohan. Hamba mengkhianati kepercayaan suami hamba. Dan sekarang dia pergi. Tolong, kembalikan dia pada hamba, Dewi. Hamba tidak akan bisa hidup tanpanya. Hamba bersedia melakukan apa pun sebagai balasan agar bisa mendapatkannya lagi.”

“Apa kau benar-benar akan melakukan segalanya?” tanya Aphrodite.

“Apa pun untuknya.”

Aphrodite menyunggingkan senyum keji. “Ada satu syarat. Bawakan aku kotak pesona milik Persephone.”

Psyche terbalak. “Persephone? Istri Hades?”

“Iya. Bawakan aku kotak itu, dan akan kukembalikan suamimu.”

“Tapi… mereka tinggal di dunia bawah. Hamba harus mati jika ingin ke sana.”

“Bukankah tadi kau berkata akan melakukan segalanya? Nah, itu syaratku. Kalau kau berhasil, aku akan mengembalikan suamimu.”

“Tidak ada cara lain?”

“Tidak. Lakukan, atau bersiaplah kehilangan suamimu selamanya.”

“Bagaimana caranya aku tiba di sana tanpa membunuh diriku?” tanya Psyche.

Tidak ada jawaban. Aphrodite sudah pergi. Dia kembali ke tempat peristirahatannya, di mana para pelayannya sudah menunggu. Tiba-tiba, kuilnya berguncang. Aphrodite panik. Lalu, dia mendengar teriakan Eros.

“Eros? Apa yang kau lakukan?” tanya Aphrodite.

Eros muncul di hadapan ibunya dengan wajah marah dan terluka. “Mengapa Ibu melakukannya? Aku mencintainya! Teganya Ibu mengirimnya ke dunia bawah!”

Aphrodite mendekap tangannya di depan dada. “Kalau dia benar-benar mencintaimu, dia akan melakukannya. Kalau dia tidak melakukannya, dia tidak benar-benar mencintaimu.”

Memandang marah pada Aphrodite, Eros kembali menghilang.

***

Psyche…”

Psyche tersentak karena bisikan itu. Dia menghapus air matanya. “Siapa itu?”

Aku petunjuk yang bisa membantumu. Kau akan ke dunia bawah, benar? Ada beberapa hal yang harus kau siapkan. Kau mau mendengarkan?”

Harapan kembali muncul di wajah Psyche. “Ya. Aku mau.”

Hal pertama yang harus kau siapkan adalah koin emas. Itu bisa kau gunakan untuk membayar Charon agar dia bisa mengantarmu melintasi sungai Styxx menuju kediaman Hades. Siapkan pula makanan untuk Carberus agar anjing penjaga neraka itu tenang.

Kedua, jangan memakan apa pun yang disediakan oleh Hades dan Persephone. Jangan ikut campur dalam penjamuan mereka. Kau cukup diam dan tenang sampai Persephone menyerahkan kotaknya.

Dan ketiga, yang paling penting, jangan membuka kotak itu. Berikan kotak itu pada Aphrodite tanpa membukanya. Kau dengar? Kalau kau menuruti semua perkataanmu, kau akan selamat keluar dari tempat itu dan bertemu lagi dengan suamimu.”

“Bagaimana kau bisa mengetahui masalahku?”

Suara itu sudah lenyap. Menarik nafas, Psyche mempersiapkan diri untuk memulai pertualangan. Dia mendatangi Sungai Styxx, dan menemukan sebuah perahu yang dijaga oleh makhluk bertudung yang terlihat menyeramkan. Takut-takut, Psyche menghampirinya.

“Maaf, bisakah kau mengantarku ke tempat Hades?”

Makhluk itu, benar-benar menyeramkan, dengan mata merah darah, hidung runcing, dan gigi besar, menyerupai monster, menatap Psyche dengan sorot ingin membunuh. Berusaha tak terpengaruh, Psyche mengeluarkan tiga keping uang logam dan menyodorkannya pada makhluk itu.

“Apa ini cukup?”

Makhluk itu tidak bergerak.

Psyche mengambil segenggam koin. “Ini?”

Makhluk itu menadahkan tangannya, menerima koin Psyche. Dia menyuruh Psyche naik ke perahu, lalu menjalankannya menuju kediaman Hades.

Hal kedua yang dilihat Psyche adalah Carberus. Tidak seperti anjing kebanyakan yang terlihat manis, Carberus benar-benar menyeramkan. Anjing itu membuat bulldog seperti cihuahua, dan serigala sekelas dengan pudel. Psyche mengeluarkan makanan yang dibawanya dan menyerahkannya pada anjing itu. Carberus melahapnya, mempersilahkan Psyche masuk.

“Wah… kita kedatangan tamu.”

Suara menyeramkan itu membuat bulu kuduk Psyche berdiri. Dia berbalik dan melihat seorang lelaki tinggi berjalan menghampirinya. Aura mengerikan memancar dari lelaki itu, membuat Psyche mengerut.

“Belum waktumu untuk berada di sini, Manusia Kecil. Apa yang kau lakukan?” tanya Hades.

Psyche menelan ludah. “Aphrodite mengirim hamba untuk mengambil kotak pesona Persephone.”

“Oh….” Seringai Hades menambah kengerian di wajah Psyche. “Persephone, ada tamu untukmu.”

Seorang wanita cantik, bergabung dengan Hades. Wanita itu menatap Psyche tajam. “Makanan Carberus?” tanyanya.

Hades menggeleng. “Aphrodite mengirimnya untuk mengambil kotak pesonamu.”

“Benarkah?” Persephone menatap Psyche. “Apa yang kau inginkan dari dewi jalang itu?”

“Suamiku. Erosku pergi. Kalau aku memberikan kotak itu pada Aphrodite, dia akan mengembalikan suamiku.”

“Kau istri Eros?” tanya Persephone. “Sepertinya hal ini makin menarik. Kau membuat dewi jalang marah karena menikahi anaknya, karena itu dia mengirimmu kemari.”

“Eros anak Aphrodite?”

Hades tersenyum dingin. “Kau tidak tau?”

“Wajar saja,” gumam Persephone. “Wanita jalang itu tidur dengan siapa pun. Eros anak hasil hubungannya dengan Ares.”

Psyche terdiam. Eros seorang dewa. Dewa Cinta. “Apa aku boleh mengambil kotak itu sekarang?”

“Mengapa harus buru-buru?” tanya Persephone. “Aku dan suamiku jarang kedatangan tamu. Bagaimana kalau kau ikut makan malam bersama kami?”

“Terima kasih,” kata Psyche.

Dia mengikuti Persephone dan Hades ke ruang makan, namun tidak mengambil apa pun. Dia hanya diam sampai kedua orang itu menyelesaikan makan malam mereka. Akhirnya, Persephone menyerahkan kotak yang diminta Psyche. Setelah berterima kasih, Psyche pergi dari tempat itu.

Di tengah jalan, dia mendapat godaan besar untuk membuka tutup kotak itu. dia penasaran, pesona apa yang ada di kotak kecil di tangannya. Tanpa memikirkan akibatnya, Psyche membuka kotak itu. namun, bukan pesona yang dilihatnya, melainkan asap hitam yang membiusnya dengan kuat, membuatnya seakan mati.

Eros muncul di samping Psyche. Dengan ujung panah emasnya, dia membangunkan wanita itu. Psyche membuka matanya, dan makin mencintai lelaki itu.

“Kau tidak pernah bisa menahan rasa penasaran ya?” tanya Eros lembut seraya membantu Psyche berdiri. “Karena rasa penasaran, kau mengkhianati janji kita. Karena penasaran, kau nyaris membuat dirimu terbunuh.”

“Mengapa kau di sini?” tanya Psyche.

“Aku tidak pernah ke mana-mana,” jawab Eros.

“Kau memaafkanku?”

“Aku mencintaimu.”

Psyche langsung memeluk Eros. Eros membawanya ke Olympus, untuk menemui Zeus. Dia ingin meminta Zeus menerima Psyche sebagai salah satu dari mereka.

Zeus tersenyum bijak. “Kalian memang ditakdirkan untuk bersama.”

“TIDAK!” teriak Aphrodite. “MEREKA TIDAK BOLEH BERSAMA!”

“Ibu, tolong. Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Mengapa Ibu tidak bisa menerimanya?”

Aphrodite menggertakan giginya. “Kau pantas mendapat yang lebih baik! Kau seorang Dewa!”

Zeus menengahi pertengkaran itu. “Beri dia ambrosia,” katanya pada Eros.

Eros mengangguk. Dia memberikan ambrosia pada Psyche. Lalu, Zeus menyuntikan ichor pada Psyche.

“Kau menjadikannya makhluk abadi?” bentak Aphrodite marah.

“Bukan hanya makhluk abadi. Dia akan menjadi pasangan Eros selamanya. Dia menjadi Dewi Jiwa dan Belahan Jiwa.”

Berteriak marah, Aphrodite meninggalkan tempat itu.

“Abaikan saja ibumu. Dia memang sering bertingkah seperti anak berusia lima tahun,” kata Zeus.

Eros berlutut hormat. “Terima kasih, Yang Mulia,” ucapnya.

Zeus mengangguk. Lalu, Eros menggandeng Psyche meninggalkan tempat itu.

Beberapa hari kemudian, mereka mengadakan pesta reuni Eros dan Psyche di Olympus. Pesta itu sangat meriah dan dihadiri oleh semua dewa-dewi. Meskipun masih kesal, Aphrodite akhirnya memaksakan diri menerima kenyataan kalau Eros memang ditakdirkan dengan Psyche, manusia yang menjadi dewi dan memiliki kecantikan yang menyainginya.

*TamaT*



*sumber: Buku Kumpulan Mitologi dan Legenda Yunani, dengan beberapa penyesuaian otak saya ;)