Saturday, April 14, 2012

Between Happy and Sad Ending


Udah lama banget aku gak baca novel drama, karena belakangan ini sering nebeng baca novelnya Iin yang nyaris semuanya fiksi-fantasi. Baru-baru ini aku baca yang non fantasi lagi, metropop/chicklit/ apa pun lah sebutannya.

Duluuu banget, aku pernah bilang ke seseorang kalo kadang aku pengen baca/nonton cerita yang sad ending. Trus, orang itu bilang, ‘mending yang happy ending. Seenggaknya pas ceritanya habis kita bisa :) bukan :(’. Waktu itu aku sempet protes dengan bilang gak semua cerita harus punya akhir yang indah.

Dan sekarang… dengan tegas aku menarik kalimat terakhir itu. cerita sad ending itu bener-bener bikin… kecewa? Ya gitu lah pokoknya.

Alasan pribadi, sebagai sosok manusia biasa, aku menjadikan novel itu sebagai pelarian kalo lagi capek sama kehidupan nyata. Hal yang gak bisa aku dapetin di kenyataan, bisa aku temuin di novel. Tentu dong aku ngarepnya yang indah-indah, karena yang gak indah bisa di dapet dengan mudah di kehidupan nyata. Kalo dalem novel pun dapetnya yang sedih, bukannya dapet pelarian, tapi malah bikin tambah galau. Dalam kenyataan emang gak semua cerita punya akhir bahagia. Dan lihat kata kuncinya, dalam kenyataan, bukan dalam novel. Aku gak bilang novel yang bagus harus punya akhir indah dan novel yang akhirnya sedih itu gak bagus. Gak sama sekali. Beberapa novel sad ending yang pernah aku baca punya jalan cerita yang sangat bagus. Tapi, ya itu tadi, di akhir cerita jadi timbul semacam rasa kecewa dan bisikan di otak, ‘kok gini?’ dengan wajah :(, meskipun si penulis berhasil menyajikan sad ending yang bagus dan (sebenernya) bisa diterima.

Sebagai sosok pembaca yang mengharapkan hiburan, aku tentu pengennya dapet yang happy ending terus. Novel happy ending itu buatku kayak ngasih harapan kalo nothing is impossible atau impossible is nothing itu beneran ada, meskipun susah dapetnya di dunia nyata. Lihat lagi kata kuncinya, harapan. Harapan itu udah jadi multivitamin dalam hidup (buatku), dan aku gak bisa bayangin gimana hidup tanpa harapan. Dan orang kayak aku yang tergila-gila sama dunia fiktif, khayalan, dan mimpi, kadang nyari suatu harapan itu di tempat yang akrab dan bikin aku nyaman. Ya, di dunia novel. Bukan berarti mau dan pengen selalu hidup di dunia fiktif, tapi mencoba mencari keseimbangan antara hidup nyata yang kadang bikin gak nyaman dan dunia fiktif yang menawarkan kenyamanan itu.

Jadi… sebagai sosok yang selalu bercita-cita jadi penulis (someday, amin ya Rabb), aku berusaha buat nggak akan bikin akhir yang sedih selama aku punya pilihan untuk bikin akhir yang indah. Dan kalopun nanti ada tulisanku yang berakhir dengan sedih, percayalah itu karena aku gak punya celah buat bikin happy endingnya. Tapi, kayak yang aku tulis sebelumnya tentang nothing is impossible atau impossible is nothing, aku yakin bakal bisa bikin cerita yang punya akhir bahagia, karena aku selalu pengen orang yang baca ceritaku bisa :) di akhir cerita yang aku buat.