Thursday, September 20, 2012

take a chance!

Dia datang lagi. Mataku terpaku padanya, melupakan segelas vanilla-latte hangat yang sudah kuangkat dan siap kutempelkan di bibir. Tiap gerakanya tertangkap dengan jelas dalam pandanganku. Dia berjalan menuju meja barista dengan kepala menunduk, menatap sebuah buku kumal yang terbuka di tangannya. Saat tiba di meja bar, dia mengangkat kepala, menyunggingkan senyum kecil sopan pada si barista seraya menyebutkan pesanannya yang biasa, black coffee tanpa gula. Aku sama sekali tidak memiliki kuasa atas diriku sekarang. Mataku terus saja menatapnya dengan lapar, tidak peduli meskipun hal itu memalukan. Setelah membayar pesanannya, lelaki itu bersiap meninggalkan tempat itu. Kepanikanku, seperti yang biasa terjadi dalam seminggu ini sejak pertemuan dengan lelaki misterius itu, langsung terasa. Kali ini, aku tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Pintu mengayun terbuka. Aku meletakkan cangkir dengan sedikit buru-buru dan bergegas menyusulnya keluar. Sebuah kata sapaan meluncur dari mulutku. Dia berbalik, menatapku  dengan pandangan bertanya. Menelan ludah, aku mendekatinya. "Keberatan kalau aku mentraktirmu minum?" tanyaku. Lelaki itu hanya menatapku beberapa saat, kemudian dia merogoh saku mantelnya dan mengeluarkan pulpen. Dia menuliskan sesuatu di lembar kosong buku kumalnya, menyobek kertas itu, dan menyerahkannya padaku. "Mungkin lain kali. Hari ini aku sibuk," balasnya, kemudian dia berbalik pergi. Aku menatap punggungnya yang menjauh, lalu menunduk menatap robekan kertas di tanganku. Senyum kecilku tersungging melihat untaian angka yang tertulis di sana. "Aku pasti menghubungimu, Charlie," bisikku pelan.

No comments: