Apa keinginan yang terlintas di kepala perempuan ketika
dilanda stres? Mayoritas menjawab ‘belanja’. Apa pun bentuk barang yang
dibelanjakan. Tetapi, pakaian selalu menempati posisi istimewa dalam daftar
belanja kaum perempuan. Mayoritasnya.
Aku tidak pernah memahami ikatan itu. Dahiku mengernyit tiap
melihat gerombolan perempuan mengerumuni deretan pakaian dengan tulisan SALE
besar di rak-raknya. Mulutku mengomel panjang, jika menemani teman perempuanku
berkeliling dari satu toko ke toko lain, melihat-lihat bentuk pakaian yang
semuanya tampak sama di mataku. Aku lebih senang melarikan diri ke tempat makan
atau toko buku, ketika kelompokku sibuk mengobrak-abrik semua butik di mall.
Mereka menyebutku ‘setengah perempuan’. Perempuan yang
proses penciptaannya belum selesai sempurna, sehingga tidak semua sifat wajar
perempuan kumiliki. Aku benci alat make
up. Lebih suka melempar heels ke
keranjang basket daripada memakainya. Dan membeli pakaian adalah hal yang baru
kulakukan jika lemariku sudah kosong melompong.
Satu kali, ketika menemani salah seorang teman perempuanku
berkeliling mall, seperti biasa dia tersangkut di salah satu toko baju. Aku memilih
menjauh, bersandar di kaca etalase toko lain sambil memainkan ponsel,
membiarkan dia melakukan kegemarannya. Sesekali aku meliriknya. Sesaat, aku
terpaku melihat ekspresinya. Selama ini aku terlalu sibuk mengeluh hingga tidak
pernah menyadari ekspresi para perempuan itu saat melihat sebuah menekin
berpakaian cantik.
Dia tersenyum. Tampak gembira. Padahal yang dilakukannya
hanya melihat-lihat, belum membeli, apalagi sampai diberi secara gratis. Kemudian,
aku teringat sendiri perasaanku ketika melihat satu stand makanan baru buka,
atau novel yang sudah lama kuincar muncul di toko buku. Perasaan gembira yang
sama. Kemudian, aku ikut tersenyum. Semua orang punya cara sendiri untuk
menyenangkan diri. Buat sebagian besar perempuan, mungkin pakaian salah satu
benda yang bisa bikin mereka tenang tinggal di dunia. Sepertinya, untuk
sebagian besar perempuan, toko pakaian sudah menjadi semacam surga kecil di
mana mereka bisa melupakan hal lain yang tidak ingin dipikirkan.
-elsa[puspita]-
No comments:
Post a Comment